NovelToon NovelToon
Lihatlah Aku Dari Nirwana

Lihatlah Aku Dari Nirwana

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Duda / Crazy Rich/Konglomerat / Cinta Beda Dunia / Cinta Murni / Slice of Life
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: indrakoi

Nael, seorang notaris kondang, tenggelam dalam kesedihan mendalam setelah kepergian istrinya, Felicia. Bermodalkan pesan terakhir yang berisi harapan Felicia untuknya, Nael berusaha bangkit dan menjadi pribadi yang lebih baik. Meski kehidupannya terasa berat, ia tidak pernah menyerah untuk membenahi diri seperti yang diinginkan oleh mendiang istrinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon indrakoi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

CHAPTER 27: Tidak Cocok

Sama seperti sebelumnya, pagi ini aku dibangunkan oleh Marco yang berontak lagi di kandangnya. Walaupun Lina bilang bahwa kucing juga menyukai kebebasan layaknya manusia, tapi tetap saja dia harus ditaruh di kandang agar properti kantorku tidak dihancurkan olehnya.

Setelah turun ke lantai dasar, aku langsung melepaskan Marco di kebun belakang. Tentu saja dia langsung buang hajat di dekat pohon mangga yang sering dipetik buahnya oleh Michelle, Tahsya, dan Meilani saat mereka masih magang dulu. Tak lupa juga ia menggali tanah di sekitar tumpukan harta karunnya itu.

Setelah berselancar di internet, aku baru mengetahui bahwa sebenarnya ada dua alasan mengapa hewan peliharaan kita—seperti anjing, kucing, atau bahkan ayam—sangat suka menggali tanah. Alasan pertama adalah untuk menjaga pertumbuhan kuku mereka agar tidak terlalu panjang. Sama seperti manusia, kuku hewan juga akan semakin panjang seiring berjalannya waktu. Namun, sayangnya, mereka nggak bisa motong kuku kayak yang biasa kita lakukan.

Sementara itu, alasan yang kedua adalah demi kesenangan semata. Siapa sangka, ternyata hewan-hewan ini gemar menggali tanah hanya karena mereka enjoy melakukannya. Itu adalah salah satu metode para satwa dalam melepaskan stres yang mereka alami.

Saat semuanya selesai, Marco kemudian berlarian kesana-kemari mengelilingi kebun belakang yang nggak begitu luas. Keaktifannya ini adalah sebuah perilaku yang sangat jarang kutemui pada seekor kucing. Biasanya, hewan yang memiliki perilaku aktif seperti ini adalah beberapa ras anjing tertentu—seperti Golden Retriever dan juga Husky. Mungkin, Marcopollo adalah seekor anjing golden yang terperangkap dalam tubuh seekor kucing british shorthair.

“Yo, Nael! Tak kusangka ternyata kau sudah bangun!” Saat masih bengong meratapi Marco yang berlarian kesana-kemari, aku tiba-tiba dikejutkan oleh suara Felix yang menyapa dengan keras dari belakang. Bagaimana orang ini bisa masuk ke rumahku? Aku bahkan belum membuka pintu pagar dan juga pintu depan sama sekali.

“Loh, kenapa kau bisa masuk ke rumahku?” Tanyaku terkejut, sambil menoleh ke arahnya dengan cepat. Ternyata, orang ini tidak datang sendirian. Dia juga membawa Lina yang mengikuti dari belakang. Ah, mereka pasti mau minta ubi manis lagi. Tapi rasanya, belum ada satupun ubi manis yang bisa dipanen untuk saat ini.

“Hahahaha, aku baru ingat kalau aku ternyata punya salinan kunci rumahmu.” Balasnya sambil menunjukkan salinan kunci yang dimaksud.

“Sejak kapan?” Tanyaku lagi dengan nada yang judes serta mata yang menatap tajam ke arah salinan kunci itu.

“Sejak kondisi mentalmu memburuk. Aku takut suatu saat tidak bisa masuk ke rumahmu saat kau berada di kondisi yang darurat.” Oalah, begitu toh. Kalau itu alasannya, maka aku bisa sangat memakluminya.

“Ngomong-ngomong, dimana Marco?” Tanya Lina ketika dia sudah menginjakkan kaki di kebun belakang bersama Felix.

“Kau bisa lihat sendiri, kan, kalau dia sedang lari-larian mengelilingi kebun kecil ini.” Balasku padanya dengan pandangan yang mengikuti kemana Marco berlari. “Kalau kalian datang ke sini untuk meminta ubi manis, sayang sekali belum ada satupun yang bisa dipanen sekarang.” Tambahku dengan maksud menebak tujuan mereka datang ke sini.

“Kami nggak datang buat minta ubi manis, kok. Kami datang ke sini untuk melihat Marco saja.” Ucap Lina membantah pertanyaanku.

“Benar. Kami berdua kurang yakin kalau kau bisa ngurus hewan peliharaan seperti ini.” Imbuh Felix terhadap ucapan istrinya.

Walau terdengar agak ngeselin, harus diakui apa yang dikatakannya itu benar. Orang yang sibuk mengurus pekerjaan sekaligus mengurus rumah seperti aku ini sangat tidak cocok jika memiliki hewan peliharaan. Aku takut suatu saat kucing ini akan mati karena lupa diberi makan selama tiga hari.

“Yah, aku juga punya keraguan yang sama sepertimu, Felix.” Kataku sambil menghelan napas panjang. “Makanya aku memposting fotonya Marco di media sosial untuk menemukan siapa pemilik sebelumnya. Atau setidaknya, untuk menemukan owner baru yang bisa mengurusnya lebih baik daripada aku.”

“Itu artinya kau mau ngasih Marco ke orang lain gara-gara kau udah nggak mampu buat ngurus dia, gitu?” Tanya Felix menyimpulkan pernyataanku.

“Tepat sekali.” Balasku singkat.

“Kenapa nggak kasih Ayah dan Ibuku aja?”

...***...

Di sore hari yang cerah, aku mengajak Marco jalan-jalan sambil mencari hidangan untuk makan malam nanti. Walaupun aku sangat menyukai mie instan—hingga membuatku memakannya tiap hari—tapi ada kalanya dimana aku merasa jenuh dengan makanan itu.

Makanya kali ini aku berkunjung ke foodcourt untuk membeli makanan selain mie instan, sekaligus mengajak Marco jalan-jalan sore. Foodcourt yang aku kunjungi kali ini tentu saja bukan Foodcourt Andawana Eats, karena pihak mall tidak akan memberi izin untuk membawa hewan peliharaan masuk.

Foodcourt yang satu ini bernama Riverside Foodcourt. Sesuai namanya, foodcourt ini terletak beberapa puluh meter di sebelah sungai besar Andawana. Di sekitarnya, terdapat sebuah jogging track yang membentang jauh mengikuti aliran sungai ini. Lokasinya yang berada di area terbuka menjadikannya tempat yang pas untuk mencari makan, sekaligus mengajak kucing jalan-jalan.

“Pak Nael!” Saat sedang jalan-jalan bersama Marco sambil menenteng paperbag yang berisi tiga kotak dimsum, tiba-tiba suara wanita yang begitu familiar memanggilku dari samping.

“Wah, kau lagi jogging sore, ya, Michelle?” Sapaku pada Michelle begitu melihatnya berlari mendekat ke arahku.

“Iya, dong! Biar aku nggak makin gendut nanti.” Sesaat setelah membalas sapaanku, dia langsung berjongkok untuk mengelus-elus kepala Marco. “Wah, kamu sudah sehat banget, ya, sekarang!” Marco sepertinya sangat menikmati setiap elusan lembut dari tangan Michelle. Aku bisa mengetahuinya dari suara dengkuran yang dihasilkan oleh kucing ini.

Karena merasa bahwa kami menghalangi orang-orang yang sedang melintas, aku mengajak Michelle untuk duduk di pinggiran jogging track yang dihiasi dengan rumput jepang. Aku lantas memberitahunya bahwa Marco akan diserahkan kepada mertuaku di akhir pekan ini.

“Loh, kok gitu?” Tanya Michelle dengan nada yang terdengar seolah ia tak ingin Marco diserahkan kepada mertuaku.

“Aku terlalu sibuk, Michelle. Kau tahu, kan, kalau aku harus ngurus kerjaan sekaligus ngurus rumah juga?” Jawabku sambil memandang ke arahnya yang sedang bermain rumput dengan kucing itu.

“Tapi, kalau gitu aku nggak bisa ketemu Marco lagi, dong…” Balasnya dengan tatapan mata yang memelas. Aku sampai dibuat menghela napas oleh kelakuannya itu.

“Kalau kau mau ketemu sama kucing ini setiap hari, kenapa bukan kau saja yang mengurusnya?” Aku menawarkan alternatif lain pada Michelle, karena sepertinya dia sangat tidak rela jika Marco pergi jauh darinya.

“Nggak bisa, Pak Nael. Aku kan sudah bilang kalau ibuku itu punya alergi sama bulu kucing.” Tolak Michelle pada ide alternatifku itu.

“Kalau gitu, Marco bakal tetap aku serahkan pada mertuaku.”

“Yah…” Michelle sepertinya kecewa terhadap keputusanku itu. “Ngomong-ngomong, rumah mertua anda dimana, Pak Nael?” Tanya Michelle sambil mengulurkan tangannya untuk meminta tali tuntun Marco yang sedang kupegang.

“Di Langgeng Sari, kabupaten Waringin Jaya.” Jawabku singkat, sambil menyerahkan tali tuntun itu kepadanya.

“Wow! Mertua anda tinggal di perumahan asri di kaki Gunung Langgeng itu?” Tanya Michelle lagi dengan nada yang penuh kekaguman setelah mengetahui dimana kedua mertuaku tinggal.

“Iya.” Balasku singkat, sambil mengeluarkan sebungkus rokok yang tersimpan di saku celana training ini.

Reaksi Michelle yang penuh kekaguman tadi adalah suatu hal yang wajar. Soalnya, Perumahan Langgeng Sari adalah sebuah kawasan perumahan elit yang berada di kaki Gunung Langgeng—Gunung satu-satunya yang dimiliki pulau Andawana. Sebagian besar penghuni perumahan itu adalah para lansia sukses yang memiliki banyak sekali uang pensiun.

Karena lokasinya yang berada di kaki gunung, perumahan ini diselimuti oleh udara sejuk yang sangat minim akan polusi. Bahkan, Guinness World Records menetapkan tempat ini sebagai salah satu perumahan yang memiliki kualitas udara terbaik di dunia. Sangat kontras dengan ibukota Andawana yang dipenuhi asap kendaraan maupun asap pabrik. Oleh sebab itu, perumahan ini menjadi tempat yang pas bagi para lansia kaya raya untuk menghabiskan sisa hidupnya dengan tenang.

“Pak Nael, aku main sama Marco dulu, ya!” Ucap Michelle sambil mengajak Marco jalan-jalan menyusuri jogging track ini.

“Iya, puas-puasin mainnya!”

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!