NovelToon NovelToon
Hate Is Love

Hate Is Love

Status: tamat
Genre:Romansa / Tamat
Popularitas:6.2M
Nilai: 5
Nama Author: Ichageul

Kolaborasi kisah generasi Hikmat dan Ramadhan.

Arsy, cucu dari Abimanyu Hikmat memilih dokter sebagai profesinya. Anak Kenzie itu kini tengah menjalani masa coasnya di sebuah rumah sakit milik keluarga Ramadhan.

Pertemuan tidak sengaja antara Arsy dan Irzal, anak bungsu dari Elang Ramadhan memicu pertengkaran dan menumbuhkan bibit-bibit kebencian.

"Aduh.. maaf-maaf," ujar Arsy seraya mengambilkan barang milik Irzal yang tidak sengaja ditabraknya.

"Punya mata ngga?!," bentak Irzal.

"Dasar tukang ngomel!"

"Apa kamu bilang?"

"Tukang ngomel! Budeg ya!! Itu kuping atau cantelan wajan?"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Restu

Aqeel mengetuk pintu kamar Rakan. Setelah terdengar suara sang kakak mempersilahkan masuk, barulah pria itu membuka pintu. Nampak Rakan tengah duduk di belakang meja kerjanya. Matanya menatap pada layar laptop di depannya. Aqeel berjalalan mendekati meja kerja tersebut.

“Bang.. ada waktu bentar ngga?”

“Ada apa?”

“Ada yang mau aku obrolin. Kita ngobrol di balkon depan aja, gimana?”

Tanpa berkata apa-apa, Rakan bangun dari duduknya kemudian berjalan mengikuti sang adik menuju balkon di bagian depan. Rakan sebenarnya pria yang ramah, murah senyum dan enak diajak bicara. Namun sejak kepergian Shafa, pria itu jadi lebih pendiam. Jarang memulai percakapan kecuali hal yang penting dan mendesak. Sifat Rakan lebih banyak mewarisi sang kakek, Regan.

Keduanya kini sudah berada di balkon. Berdiri menatap pemandangan malam di depan mereka. Mata Rakan menoleh ke rumah sebelahnya, tepatnya di kediaman Azriel. Dulu dia sering berkunjung ke sana, berbincang dengan Shafa di balkon seperti ini. Pria itu memejamkan matanya mengingat kenangan akan Shafa yang tiba-tiba melintas di kepalanya.

“Bang.. aku sama Iza ada rencana menikah dalam waktu dekat.”

Rakan menolehkan kepalanya ke arah sang adik. Karena terlalu sibuk dengan lukanya, dia sampai lupa kalau ada dua adiknya yang sudah beranjak dewasa. Mereka juga pasti sudah memiliki pasangan masing-masing, seperti Aqeel. Hubungannya dengan Iza sudah diketahui semua keluarga sejak dulu.

“Itu bagus. lebih cepat kalian menikah lebih baik.”

“Abang sendiri gimana?”

“Ada apa denganku?”

“Apa abang ngga keberatan kalau aku yang lebih dulu menikah?”

Sejenak Rakan melihat adik pertamanya ini. Aqeel adalah sosok yang pendiam dan juga bisa dibilang jarang bersikap ramah pada orang lain. Dulu dirinya, Daffa dan kedua orang tuanya menyangka kalau Aqeel pasti yang paling terakhir menemukan jodohnya. Namun ternyata pria itu yang akan lebih dulu melepas masa lajangnya. Sebuah senyuman terbit di wajah Rakan.

“Memangnya kenapa kalau kamu menikah lebih dulu? Abang tidak masalah dengan itu. Kapan kalian akan menikah?”

“Sebenarnya aku sudah membicarakan masalah pernikahan dengan Iza sejak lama. Setelah kuliahnya selesai, aku akan langsung menikahinya. Kalau abang ngga keberatan, bulan depan aku akan menikah dengan Iza.”

Rakan yang tadinya hanya memandang lurus ke depan, kini membalikkan tubuhnya melihat pada Aqeel. Pria itu mendekat kemudian menepuk pundak adiknya itu.

“Menikahlah.. abang doakan kebahagiaan untuk kalian.”

“Terima kasih, bang.”

“Jangan tunda soal momongan. Kasihan mama dan papa pasti sudah ingin menimang cucu.”

Aqeel mendekati Rakan kemudian memeluk kakaknya ini. Dia bahagia sekaligus bersedih. Bahagia karena sebentar lagi akan melangkah ke pelaminan bersama dengan Iza. Dan bersedih karena sampai saat ini Rakan masih belum menemukan wanita yang bisa menggantikan sosok Shafa di hatinya.

Pelukan keduanya terurai ketika Iza datang. Gadis itu mendekati Rakan. Dia juga ingin meminta ijin pada pria yang sudah dianggapnya sebagai kakak kandungnya sendiri. Sejak dirinya datang ke rumah ini, semua keluarga menyambutnya dengan hangat, termasuk Rakan. Iza seakan mendapatkan keluarga baru dalam hidupnya setelah kedua orang tuanya meninggal dalam sebuah kecelakaan.

“Bang..” panggil Iza pelan pada Rakan.

“Wah.. sepertinya malam ini aku dikeroyok calon pengantin,” Rakan tersenyum pada Iza.

Wajah Iza nampak memerah, bukan karena mendengar perkataan Rakan tapi karena Aqeel yang terus melihat padanya. Gadis itu sampai menundukkan pandangannya karena malu terus ditatap oleh Aqeel. Keduanya memang tinggal serumah, tapi setiap Aqeel menatapnya selalu sukses membuat jantungnya berdegup kencang dan membuat pipinya memerah seperti udang rebus.

“Boleh abang pinjam calon istrimu? Sepertinya ada yang ingin dibicarakan berdua saja dengan abang. Benar Za?”

Hanya anggukan saja yang diberikan oleh Iza. Gadis itu masih setia menundukkan pandangannya. Aqeel terdiam sebentar, kemudian berjalan meninggalkan balkon. Memberikan waktu pada Iza untuk bicara berdua dengan Rakan.

“Ada apa Za?”

Rakan mendekati Iza kemudian mengajak gadis itu duduk di kursi yang ada di sana. Pria itu memang sudah menganggap Iza sebagai adik bungsunya, karenanya dia selalu memanjakan gadis itu dan selalu menyediakan waktu jika Iza ingin berbicara dengannya.

“Abang pasti udah dengar dari bang Aqeel soal rencana kami menikah. Apa abang keberatan kalau kami menikah lebih dulu?”

“Kenapa abang harus keberatan? Abang malah senang. Kalian harus segera menikah dan kasih abang keponakan.”

“Abang..”

Wajah Iza kembali memerah ketika Rakan menyinggung perihal anak. Membayangkan bermesraan dengan Aqeel saja tidak pernah, bagaimana mungkin kakaknya ini malah membahas soal anak. Proses mendapatkan seorang anak itu yang membuat gadis itu jadi malu sendiri.

“Kamu mau hadiah pernikahan apa dari abang?”

“Apa aja, bang. Yang penting bermanfaat dan ngga memberatkan abang.”

“Hmm.. ok.. terus kamu sendiri minta apa buat mas kawinnya?”

“Belum kepikiran, bang.”

“Minta yang mahal. Aqeel itu banyak tabungannya, hahahaha…”

“Abang punya ide?”

“Minta berlian segede rudal squad hahaha…”

“Abang malah bercanda.”

“Pikirkan sendiri soal maharnya. Mahar itu adalah harga yang harus Aqeel keluarkan untuk menikahimu, pikirkan baik-baik.”

“Iya, bang.”

“Tapi… abang sebenarnya penasaran sih. Apa sih yang kamu suka dari Aqeel?”

“Banyak, bang. Bisa semalaman kalo aku cerita.”

“Hahaha… dasar kalo udah bucin emang susah.”

Tak ayal Iza tersenyum mendengar ucapan Rakan. Secara sekilas Aqeel memang terkenal dingin dan irit bicara. Dia hanya akan bicara dengan orang-orang tertentu saja. Namun profesinya sebagai dokter bedah anak, mau tak mau sedikit mengubah kepribadiannya yang diam, mulai banyak bicara, terutama pada para pasiennya.

“Abang sendiri kapan mau nikah?”

“Nanti kalau sudah menemukan orang yang tepat.”

“Aku emang ngga terlalu kenal kak Shafa. Tapi aku tahu kalau kak Shafa itu orang yang baik. Kak Shafa juga sangat menyayangi bang Rakan. Tapi kalau abang terus seperti ini, kak Shafa pasti sedih. Kak Shafa pergi bukan ingin membuat abang terus terpaku padanya. Tapi memberi kesempatan pada abang untuk menemukan wanita lain yang mencintai dan menyayangi abang dengan caranya sendiri. Cinta kak Shafa memang besar untuk abang, tapi bukan berarti perempuan lain ngga bisa mencintai abang lebih dari kak Shafa.”

Rakan terdiam merenungi ucapan Iza. Walau kerap menyangkal, tapi memang benar kalau sampai saat ini Rakan masih belum bisa melepaskan Shafa dengan ikhlas. Pria itu masih terbelenggu dengan masa lalu dan membiarkan dirinya tenggelam dalam kenangan indah bersama dengan Shafa. Mungkin sudah saatnya dia melepaskan Shafa pergi, dan membuka hati untuk kehadiran wanita lain.

“Terima kasih untuk sarannya, Za. In Syaa Allah akan abang pikirkan.”

“Jangan cuma dipikirin, bang. Tapi direalisasikan.”

“Iya, Za.”

“Aku doakan abang bisa mendapatkan perempuan solehah, yang abang cintai dan mencintai abang dengan tulus.”

“Aamiin.”

Senyum nampak menghiasi wajah keduanya. Iza sungguh-sungguh berharap Rakan bisa menemukan wanita yang benar-benar mencintainya dan membuatnya bisa melanjutkan hidupnya lagi.

🍁🍁🍁

Bangunan berbentuk rumah yang digunakan sebagai panti asuhan Mutiara Kasih berdiri kokoh di tempatnya. Rumah ini sudah mengalami perombakan dari bentuk awalnya yang hanya bangunan sederhana saja. Kini rumah tersebut jauh lebih besar dengan tiga lantai. Jumlah kamar pun lebih banyak karena penghuni panti semakin banyak.

Setelah keluarga Ramadhan ikut menjadi salah satu donator di sana, kondisi panti asuhan tersebut semakin baik. Bukan hanya bentuk fisik bangunan yang bertambah baik, tapi juga gizi para penghuni panti sangat diperhatikan. Begitu pula dengan pendidikan mereka. Semua penghuni panti bisa mengenyam pendidikan bahkan sampai ke perguruan tinggi, seperti Renata.

Di salah satu kamar yang ada di lantai dua, nampak Renata tengah serius membaca skripsinya. Besok pagi dirinya akan menghadapi sidang untuk menguji dan mempertanggungjawabkan hasil penelitiannya. Berkat bantuan Zar, tugas akhirnya dapat selesai dengan cepat. Teori yang disodorkan pria itu mendapat persetujuan dari Darto, dosen pembimbingnya.

Di tengah keseriusannya, tiba-tiba ponselnya berdering. Di layar ponsel tertera nama Zar yang melakukan panggilan. Awalnya Renata ingin mengabaikan panggilan tersebut. Tapi sepertinya bukan Zar namanya kalau langsung berhenti begitu panggilannya tidak dijawab. Akhirnya Renata menjawab panggilan tersebut.

“Assalamu’alaikum.”

“Waalaikumsalam, cantik. Aku ganggu ngga?”

“Ehmm.. lumayan.”

“Gitu yah.. aku cuma mau kasih semangat aja sama kamu kok.”

“Makasih.”

“Aku juga udah kirimin kisi-kisi apa aja yang bakal ditanyain nanti pas sidang. Kebetulan penguji kamu juga yang nguji aku waktu itu.”

“Oh ya?”

Jujur saja, Renata senang mendengarnya. Dia kembali mendapatkan bantuan yang tidak disangka-sangka. Totalitas sekali Zar dalam membantunya. Gadis itu jadi tidak enak hati karena tidak bisa membalas perasaan pria itu, karena hatinya sudah sepenuhnya diberikan pada Irzal. Walau mungkin pria itu tidak menganggapnya sama sekali.

“Belajar yang benar, ya. Besok jadwal sidang jam berapa?”

“Jam sepuluh.”

“Ok deh. Besok aku sempatin datang buat kasih kamu dukungan. Udah dulu ya. assalamu’alaikum.”

“Waalaikumsalam.”

Panggilan berakhir, Renata memandangi ponselnya yang kini tengah membuka file yang dikirimkan Zar padanya. Dia mulai menandai bagian mana saja yang dikatakan oleh Zar. Pria itu benar-benar membantu dirinya. Semoga saja besok sidangnya berjalan dengan lancar.

🍁🍁🍁

Dina datang dengan membawa dua bungkusan berisi kotak nasi. Di belakangnya Cindy menyusul membawakan dus berisi snack. Renata hanya melongo saja melihat itu semua. Dia memang meminta bantuan Dina dan Cindy mengurusi konsumsi pembimbing dan pengujinya. Tapi dia tak menyangka keduanya menyiapkan banyak makanan.

“Kok banyak banget? Kalian pesan berapa pax?”

“20.”

“Hah? Banyak amat 20, buat siapa aja? Terus uangnya pasti kurang.”

“Tenang aja, uang lo utuh tidak tersentuh.”

“Maksudnya?”

“Ini semua Zar yang bayarin.”

“Zar?”

“Iya.”

Renata segera mengambil ponselnya, kemudian mencoba menghubungi pria itu. Deringan ponselnya sudah berakhir, namun Zar masih belum menjawab panggilannya. Saat dia akan kembali menghubungi Zar, terdengar suara Dina menyuruhnya untuk bersiap masuk. Karena peserta sidang sebelumnya sudah selesai. Renata memasukkan ponsel ke dalam tas. Dia merapihkan pakaiannya sejenak kemudian masuk ke dalam ruangan saat terdengar namanya dipanggil.

Hampir satu jam lamanya Renata berjibaku menjawab cecaran pertanyaan dari pembimbing dan juga penguji. Untung saja semalam Zar sudah memberikan bocoran padanya dan ternyata tujuh puluh persen apa yang dituliskan oleh Zar memang muncul dalam pertanyaan mereka.

Darto mengakhiri jalannya sidang. Dia puas sekali dengan presentasi yang dilakukan oleh Renata. Gadis itu berhasil lulus ujian skripsi dengan nilai summa cumlaude. Ingin rasanya Renata bersorak saat mendapatkan nilai sempurna untuk skripsinya, namun ditahannya. Tidak mungkin dia jingkrak-jingkrak di hadapan dosen.

Dengan wajah sumringah, Renata langsung keluar dari ruangan yang ketegangannya melebihi 1000 watt. Dia segera menghampiri Dina dan Cindy. Sebelum menyampaikan hasil yang diperolehnya, kedua temannya itu masuk ke dalam ruangan untuk mengantarkan hidangan yang sudah disiapkan. Setelahnya mereka keluar lalu menghampiri Renata.

“Gimana hasilnya?”

“Alhamdulillah.. gue lulus, hasilnya summa cumlaude.”

“Wah selamat ya.”

Kompak Dina dan Cindy memeluk gadis itu. Untuk sesaat ketiga gadis itu bereuforia merayakan pencapaian yang didapat oleh Renata. Setelah pelukan mereka terurai, mata Renata melihat pada nasi dan snack kotak yang masih tersisa cukup banyak.

“Ini sisanya masih banyak, mau dikemanain?”

“Di bawa ke ruang dosen sebagian. Buat kita-kita sebagian.”

“Ok deh.”

Dina dan Cindy segera membawa kotak-kotak tersebut ke ruang dosen. Baru saja Renata hendak menyusul ketika langkahnya terhenti dengan kehadiran Zar. Pria itu berdiri di depan Renata dengan gaya coolnya.

“Sidangnya beres?”

“Iya. Makasih ya, semua berkat kamu.”

“Alhamdulillah.”

“Makasih juga buat konsumsinya.”

“Sama-sama gadis cantik.”

Renata tersenyum mendengar pujian Zar padanya. Sejenak Zar hanya mampu memandangi wajah cantik di depannya. Sungguh ciptaan Tuhan yang sempurna, begitu kira-kira isi kepala Zar saat melihat wajah cantik Renata.

“Kapan mau ngerayain kelulusan kamu?” tanya Zar.

“Nanti malam boleh kok.”

“Ok deh, nanti malam ya. Mau di mana?”

“Terserah kamu. Eh aku dapet voucher makan malam di Rose café. Mau di sana?”

“Boleh. Mau aku jemput?”

“Ngga usah kita ketemu aja di sana. Jam 8, ok?”

“Ok.”

Zar mengedipkan sebelah matanya kemudian berpamitan pada Renata. Dia harus segera kembali ke kantor. Tadi pria itu menyempatkan diri mencuri waktu keluar dari kantor demi bisa melihat Renata. Gadis itu memandangi kepergian Zar dengan sorot mata yang sulit diartikan.

🍁🍁🍁

Makan malam yang terkesan biasa saja terasa begitu romantis di mata Zar. Renata terlihat begitu cantik dengan dress warna biru tua yang dikenakannya. Wajahnya hanya dipoles make up tipis saja, tapi tetap terlihat cantik dan menawan di mata Zar. Pria itu memang sudah tergila-gila oleh pesona Renata.

Mereka banyak berbincang seputar kehidupan pribadi masing-masing. Renata mengatakan akan mulai mencari pekerjaan setelah ijazahnya keluar. Ada beberapa perusahaan yang akan coba dimasukinya.

“Kenapa ngga coba ke Metro East atau Das Archipel? Nanti aku bantu deh.”

“Ngga ah. Ngga enak, kamu udah terlalu sering bantuin aku. Lagian nanti jatuhnya jadi nepotisme.”

“Nepotisme kalau emang kamu mampu dan layak untuk berada di sana, kenapa ngga?”

“Makasih buat tawarannya. Kalau aku udah mentok, nanti aku baru minta tolong sama kamu.”

Zar hanya menganggukkan kepalanya saja. Pria itu tidak tahu kalau Renata sudah memiliki rencana lain. Gadis itu ingin melamar ke Humanity Corp. Jika dirinya diterima bekerja di sana, maka peluangnya untuk bertemu dan dekat dengan Irzal akan terbuka lebar. Dia sudah bertekad untuk mengejar pria itu. Kalau pun ditolak, setidaknya sudah berusaha.

“Habis ini mau ke mana?”

“Pulang.”

“Kok pulang? Ngga mau kemana dulu gitu?”

“Emang mau kemana?”

“Loh kok balik nanya. Kamu pengen kemana gitu, tempat yang mau kamu datangi.”

“Ehmm.. kemana ya? Gimana kalau taman Korea?”

“Boleh. Ayo.”

Zar menghabiskan air putih miliknya kemudian bangun dari duduknya. Renata ikut berdiri kemudian mengikuti pria itu dari belakang. Ketika Zar berjalan menuju mobilnya, tiba-tiba saja dia merasakan kepalanya memberat. Beberapa kali Zar menggeleng-gelengkan kepalanya, berharap rasa pusing dan berat yang melanda kepalanya hilang.

Sesampainya di dekat mobilnya, Zar kehilangan keseimbangan tubuhnya. Pria itu berpegangan pada bodi mobil. Renata segera mendekati pria itu.

“Zar.. kamu ngga apa-apa?”

“Rena… kamu masukin apa ke minumanku?”

“Apa maksudmu?”

Tubuh Zar langsung ambruk sebelum menjawab pertanyaan Renata. Gadis itu terdiam di tempatnya, menatap tubuh Zar yang jatuh di bawah kakinya.

🍁🍁🍁

Nah loh.. Zar kenapa tuh???

1
Hartini Donk
q sebenernya g suka cerita yg panjang2.tp klo ceritanya g belibet ya lanjut...💪💪👍
Debby
irzal anak nya elang..nama nya di sama in sama kyk alm irzal kakek nya...lahir nya irzal junior ga lama setelah kakek irzal meninggal cuma beda bbrp jam ..
Mimi Sanah
ya Allah hahahaha bales dendam terseruh 😃😃😃😃
Mimi Sanah
gaweannya pingsan Bae kamu diki hahahaha 😃😃😃
Mimi Sanah
kok jantung ku bertabuh yah 😀😀😀😀
Mimi Sanah
ini setan apa sule 😀😀😀😀
Mimi Sanah
tamar oh tamar aku yakin dia pawang mu stel 😀😀😀
Mimi Sanah
itulah titisan mu ke , masa muda mu mulut mu pedes level seribu kek 😁😁😁😁😁
Mimi Sanah
hahahaha modus kek'bi mah biar rencananya mulus😁😁😁😁😁
Mimi Sanah
yg penting cerita nya bagus dan nyambung di otak ku Thor 😁😁😁🙏🙏🙏🙏
Mimi Sanah
titisan kakek Abi 😀😀😀😀
Sulisbilavano
gantengnya cantiknyaaa
Sulisbilavano
kok rakan kyk zain ya...bpk agen rahasia sebelah🤭🤭🤭
Sulisbilavano
cantik dan ganteng
Sulisbilavano
thor aku baca ini dah ke3 kalinya ngak bosen aku baca ini...novelnua baguuus bgt
Wiwie Aprapti
boleh lahhhhh idenya kakek abi
Wiwie Aprapti
saat ini juga ada pelatihan bultang yg di sponsornya Taufik hidayat kak, semacam akademi gitu, ada beberapa muridnya yg udah bertanding profesional namun blom ada yg di rangking teratas sihhh
Wiwie Aprapti
wehhhhhh...... paksu mana...... paksu.... pengen ngajakin bikin telor gulung sosis nihhhh🤣🤣🤣🤣🤭😛
Wiwie Aprapti
kannnnnnnn iya kannnnnnn hutang 🤭
Wiwie Aprapti
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣kalo yg ini mungkin ngutang 🤭🙃😁😛
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!