NovelToon NovelToon
I Want You

I Want You

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Romantis / Office Romance / Cintapertama
Popularitas:4.5k
Nilai: 5
Nama Author: Mapple_Aurora

Pengkhianatan yang dilakukan oleh tunangan dan kakak kandungnya membuat Rada mengambil keputusan untuk meninggalkan New York dan kembali ke Indonesia.

Pernikahan yang gagal membuat Rada menutup hati dan tidak ingin jatuh cinta lagi, tapi pertemuan dengan Gavin membuatnya belajar arti cinta sejati.

Saat Gavin menginginkan sesuatu, tidak ada yang bisa menolaknya termasuk keinginan untuk menikahi Rada. Ia tahu hati Rada sudah beku, tetapi Gavin punya segala cara untuk menarik wanita itu ke sisinya.



Cerita ini murni ide penulis, kesamaan nama tokoh dan tempat hanyalah karangan penulis dan tidak ada hubungannya dengan kehidupan nyata.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mapple_Aurora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 27

Matahari mulai tenggelam ketika mereka tiba kembali di villa. Cahaya senja menyelimuti kolam infinity dan bangunan villa, menciptakan siluet hangat yang menenangkan. Rada menatap sebentar langit jingga itu, menarik napas panjang setelah hari yang melelahkan, tapi pikirannya tak sepenuhnya bisa tenang karena besok mereka harus kembali ke Jakarta, dan hanya dua hari tersisa sebelum pernikahan.

Rencana Rada sudah jelas di kepalanya: satu hari untuk perawatan yang diatur oleh Bunda, dan satu hari lagi untuk istirahat total, kecuali jika ada hal tak terduga. Ia ingin memastikan dirinya siap sepenuhnya untuk hari besar itu. Meskipun pernikahan ini di luar keinginannya, Rada tetap ingin maksimal dan tidak ingin mempermalukan kedua keluarga.

Namun ketenangan itu langsung terganggu begitu mereka memasuki halaman villa. Di sana, berdiri sosok yang tak diundang. El. Wajahnya terlihat kesal dan marah, matanya menatap Rada seolah menuntut penjelasan, sama seperti malam sebelumnya.

Rada menegang, tapi Gavin yang mendahuluinya turun dari mobil langsung menatap El dengan sorot mata tajam. Ekspresinya tetap datar seperti biasa, namun aura kemarahan yang memancar membuat udara di sekitarnya terasa berat.

“Pergi dari sini, El,” kata Gavin datar, suaranya rendah namun tegas.

El mengerutkan dahi, terlihat ingin melawan, tapi Rada buru-buru melangkah maju. “El, aku nggak ingin mendengar alasan apapun lagi. Aku akan mengurus ini sendiri. Pergilah!”

Namun El tak bergeming. “Aku hanya ingin bicara, Rada… cuma bicara.”

Gavin menarik napas panjang, menahan emosi yang hampir meledak. Ia melangkah lebih dekat, menempatkan tubuhnya sedikit di depan Rada, seperti perisai. “Silahkan katakan apa yang ingin kamu katakan, setelah itu pergi. Jangan mengganggu Rada lagi.”

Rada menatap Gavin, merasakan ketenangan meski kemarahan pria itu terasa nyata. Rada merasa sedikit aneh, karena seharusnya Gavin tidak semarah itu. Mereka hanya orang asing yang baru kenal dan terjebak dalam rencana pernikahan.

El akhirnya menunduk, ekspresi marahnya berubah menjadi frustrasi. Rada menatapnya dengan tegas. “Kalau kamu memang menghargai dirimu sendiri, sekarang pergi sebelum aku kehilangan kesabaran.”

El mengerang pelan, lalu melangkah pergi menjauh, masih menatap Gavin dan Rada sekali terakhir sebelum hilang dari halaman villa.

Setelah itu, Gavin menoleh ke Rada, wajahnya tetap datar, tapi matanya menatapnya dengan sedikit peringatan lembut. “Kamu baik-baik saja?”

Rada mengangguk, masih menahan rasa kesal dan ketegangan yang baru saja terjadi. “Aku baik… Tapi aku tidak tahu kenapa El begitu nekat.”

Gavin menatapnya sebentar, lalu memalingkan wajahnya ke arah laut. “Kalau dia berani muncul lagi, aku akan pastikan kali ini dia benar-benar kapok.”

Rada menarik napas panjang, perlahan menenangkan diri. Meski Gavin tetap berwajah datar, kehadirannya di sisi Rada membuatnya merasa aman, mungkin lebih aman daripada yang pernah ia rasakan sebelumnya.

Setelah El benar-benar pergi dan suasana di halaman villa kembali tenang, Rada dan Gavin sama-sama memilih untuk berpisah ke kamar masing-masing. Mereka berdua sama lelahnya, bukan hanya karena pemotretan seharian, tapi juga karena insiden tak menyenangkan yang hampir menimbulkan keributan besar.

Begitu pintu kamarnya tertutup, Rada langsung menghempaskan tubuh ke ranjang. Suara deburan ombak dari kejauhan membuatnya sedikit rileks. Ia menatap langit-langit, mencoba menenangkan pikirannya sebelum akhirnya bangkit menuju kamar mandi. Air hangat yang mengalir di tubuhnya sedikit membantu menghapus rasa tegang yang tersisa, tapi bayangan tentang El dan tatapan marah Gavin masih terngiang di kepalanya.

“Kenapa dia marah padahal sebelumnya kita nggak pernah kenal? Masa sih karena kami akan menikah,” gumam Rada pelan, memejamkan mata di bawah pancuran air. Ia mandi cukup lama, berusaha menenangkan diri sebelum makan malam.

Sementara itu di sisi lain villa, Gavin sudah selesai mandi. Ia mengenakan kaus polos hitam dan celana chino abu gelap, gaya santai namun tetap terlihat rapi dan berwibawa. Tanpa banyak bicara, ia berjalan ke halaman belakang villa, di mana pemandangan laut malam mulai terlihat menakjubkan. Angin pantai berhembus lembut, membawa aroma asin yang segar.

Ia membuka penutup panggangan besar di pojok halaman dan mulai menyalakan arang. Gerakannya tenang, teliti, dan efisien seperti sudah terbiasa. Di sebelahnya, sudah ada beberapa bahan yang disiapkan staf villa. Daging sapi, udang, cumi, sayuran segar, juga jagung manis.

Gavin menyalakan bara dengan hati-hati, sesekali menyesuaikan arah kipas angin agar api menyala sempurna. Dari jarak beberapa langkah, cahaya oranye dari bara api menerangi wajahnya, membuatnya terlihat sedikit lebih hangat daripada biasanya.

“Masih seperti dulu,” gumamnya lirih, seolah berbicara pada dirinya sendiri. Ia ingat pernah ikut barbeque semacam ini di New York, tapi waktu itu hanya bisa memperhatikan Rada dari jauh. Sekarang, mereka akan duduk bersama di meja yang sama meskipun bukan karena cinta, tapi karena keadaan.

Tak lama kemudian, suara langkah kaki terdengar dari arah koridor. Itu Bunda Istina dan Mama Lauren, keduanya tampak ceria, membawa beberapa piring dan saus marinasi yang baru mereka siapkan di dapur.

“Wah, kamu sudah nyiapin panggangannya?” tanya Lauren sambil tersenyum bangga. “Untung kamu cepat beres mandinya.”

Gavin hanya mengangguk ringan, menatap panggangan yang mulai menyala sempurna. “Biar nanti pas mereka datang tinggal panggang saja, Ma.”

“Bagus, nanti Daniel juga akan datang, katanya sebentar lagi sampai,” ujar Istina dengan nada antusias. “Dia baru pulang dari Papua, makanya belum sempat ketemu kamu, Gavin.”

Gavin menoleh singkat, lalu mengangguk sopan. “Saya dengar beliau terlibat banyak kegiatan sosial di sana. Hebat.”

Kedua Ibu itu tertawa kecil, saling bertukar pandang puas melihat mereka yang sebentar lagi akan resmi menjadi suami istri. Sementara Gavin tetap sibuk di dekat panggangan, memastikan semuanya sempurna, meskipun pikirannya diam-diam bertanya-tanya apakah malam ini akan tenang, atau akan muncul kejutan lain yang tak terduga.

Tak lama kemudian, terdengar suara langkah lembut dari arah koridor. Rada akhirnya keluar, mengenakan gaun santai berwarna biru laut dengan rambut setengah basah. Ia tampak segar dan cantik meski tanpa riasan. Begitu melihat Gavin sedang memanggang, ia berhenti sejenak, lalu menarik napas dalam-dalam sebelum melangkah ke halaman belakang.

Rada duduk di salah satu kursi menikmati angin pantai membawa aroma asin bercampur wangi bara yang mulai Gavin nyalakan di halaman belakang. Lampu-lampu taman menyala kekuningan, membuat suasana terasa hangat dan menenangkan. Dari dapur, suara panci dan piring terdengar samar, Istina dan Lauren sedang menyiapkan bahan tambahan untuk barbeque malam itu.

Gavin baru saja selesai menata meja ketika suara tawa berat yang familiar terdengar dari arah teras depan.

“Daniel!” seru Rada berdiri. Ia berlari kecil dan langsung memeluk kakaknya. Daniel, dengan kulit agak gelap dan postur tinggi kekar, membalas pelukan adiknya sambil menepuk bahunya.

“Sudah lama ya, Ra . Kamu kelihatan kurusan,” katanya lembut.

“Efek stres mungkin,” Rada tertawa kecil, meski matanya sedikit berkaca. “Aku senang banget kamu bisa datang malam ini.”

Daniel menatap wajah adiknya lama, seolah mencari sisa-sisa kebahagiaan yang dulu sering ia lihat. “Aku juga, Ra. Sudah saatnya aku nggak cuma denger kabar lewat telepon.”

Lalu matanya beralih pada sosok Gavin yang berdiri di sisi halaman sambil memanggang daging. “Dan ini pasti Gavin.”

Gavin mengangguk, meletakkan penjepit barbeque dan maju menyambut. “Senang akhirnya bisa ketemu lagi, Mas Daniel. Saya dengar banyak tentang kegiatan sosialnya di Papua. Salut banget.”

Berbeda dengan Rada yang hanya memanggil nama saja, Gavin menambahkan panggilan mas di depan nama Daniel agar lebih sopan meskipun jarak usia mereka tidak terlalu jauh.

“Saya juga senang akhirnya kita ketemu lagi.” Daniel menjabat tangannya kuat. Rada yang mendengar itu sedikit heran, kedengarannya Daniel dan Gavin sudah pernah bertemu sebelumnya.

Istina dan Lauren keluar membawa sepiring besar kentang, dan salad. Api di panggangan mulai berwarna oranye terang, memantulkan cahaya ke wajah mereka semua.

“Wah, lengkap sudah,” kata Istina sambil tersenyum puas. “Malam ini kita makan sampai kenyang, besok kalian sudah harus pulang.”

Daniel duduk di kursi dekat Gavin, membantu membalik daging sambil bercerita tentang perjalanannya ke pedalaman,tentang anak-anak yang ia temui, tentang sungai jernih di tengah hutan, dan tentang betapa tenangnya hidup tanpa sinyal.

Rada mendengarkan dengan mata berbinar, wajahnya tampak sedikit lebih tenang daripada sore tadi. Sesekali Gavin meliriknya, bersyukur karena malam itu setidaknya tak ada El, tak ada pertengkaran, hanya tawa ringan yang hangat.

Bara di panggangan berdesis pelan saat lelehan lemak jatuh ke arang. Di atas langit, bintang pertama mulai muncul.

Namun, jauh di dalam hati Rada, ada perasaan ganjil yang tak bisa ia jelaskan. Entah karena malam itu terasa terlalu tenang, atau karena ia tahu setelah malam ini, waktu mereka di villa akan segera berakhir… dan sesuatu di Jakarta sudah menunggu untuk mengusik kedamaian itu.

...✯✯✯...

1
Lunaire astrum
💯
Lunaire astrum
Bagus juga. Nanti baca lagi, mau ke warung dulu
Ega
Suka sama karakter Gavin🥰🥰🥰
Ega
cowok kyak El nih nyebelin banget deh😏
Adit monmon
cinta dlm diam ya vin🤭
Nda
luar biasa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!