NovelToon NovelToon
Return After 100.000 Years In The Abyss

Return After 100.000 Years In The Abyss

Status: sedang berlangsung
Genre:Perperangan / Kelahiran kembali menjadi kuat / Action / Spiritual / Balas dendam dan Kelahiran Kembali / Budidaya dan Peningkatan
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: SuciptaYasha

Lin Zhiyuan, adalah pemuda lemah yang tertindas. Ia menyelam ke kedalaman Abyss, jurang raksasa yang tercipta dari tabrakan dunia manusia dan Dewa, hanya untuk mendapatkan kekuatan yang melampaui takdir. Setelah berjuang selama 100.000 tahun lamanya di dalam Abyss, ia akhirnya keluar. Namun, ternyata hanya 10 tahun terlalui di dunia manusia. Dan saat ia kembali, ia menemukan keluarganya telah dihancurkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

14 Nyonya Keluarga Wang

Zhiyuan berjalan mendekat perlahan, setiap langkahnya terdengar seperti takdir yang menghitung mundur.

Tap. Tap. Tap.

Penatua Mo tidak berusaha kabur. Tidak lagi. Tidak ada tempat yang bisa dijangkau lari. Tidak ada dunia yang bisa menyelamatkannya.

“…Keluarga Wang… telah h-hancur…” Suara lirih keluar dari bibirnya, patah-patah seperti sumbu lilin yang hampir padam.

Zhiyuan berhenti tepat di depannya. Matanya—tenang, tanpa amarah, tanpa belas kasihan—lebih mengerikan daripada neraka manapun.

Sreesh.

Satu jari.

Hanya satu jari telunjuk menempel di dahi Penatua Mo. Tidak ada tebasan pedang. Tidak ada kilatan Qi.

Kepala Penatua Mo meletus sunyi, seperti buah kering yang diremas perlahan. Pecahan tulang dan darah tanpa suara yang berarti. Tubuhnya ambruk.

Hening.

Aula yang dulu megah kini penuh dengan mayat kering, abu, dan bau kematian yang tak tertandingi.

Zhiyuan berdiri bak entitas purba dalam lautan kematian.

Tatapannya menyapu ruangan dan menyadari jika Patriark Wang dan kedua anaknya sudah tidak ada disana.

Alis Zhiyuan turun sedikit. Ia menoleh ke arah pilar besar, tempat seseorang bersembunyi, gemetar.

“Jinzu," panggilnya.

Wanita muda itu tersentak keras, hampir jatuh saat keluar dari balik pilar. Borgol di tangannya berbunyi saat ia menunduk dalam ketakutan.

“Y-Ya, Tuan Muda!” suaranya pecah.

Zhiyuan menatapnya datar. “Kemana Patriark Wang pergi?”

Jinzu yang gugup mengangkat tangannya dan menunjuk ke salah satu lorong samping. "Kesana."

Zhiyuan mengangguk pelan. Kabut Abyss bergerak seperti makhluk hidup, merayap menuju Jinzu.

Jinzu pucat, tubuhnya kaku. Ia berpikir apakah sekarang dirinya akan dibunuh oleh tuan mudanya? Tapi rupanya tidak, kabut itu hanya melilit borgolnya.

Crakk!

Borgol spiritual yang tak bisa dihancurkan bahkan oleh para tetua itu pecah seperti kaca rapuh.

“Pergilah. Sembunyi di tempat yang aman. Aku akan kembali setelah menyelesaikan urusanku," ucap Zhiyuan.

Jinzu menatapnya, mata melebar tidak percaya. Ia mengangguk cepat, penuh hormat.

“Baik, Tuan…!” bisiknya sebelum berlari, hampir tersandung tubuh tanpa bentuk di lantai.

Zhiyuan memandang lorong sempit itu. Aura membunuhnya bangkit lagi, seperti badai gelap yang mengisi seluruh ruangan.

“Waktunya membayar perbuatanmu, Patriark Wang...”

Lantas ia melangkah ke lorong itu. Kabut Abyss mengikutinya bagai bayangan neraka yang haus darah.

Lorong itu seperti menelan cahaya. Setiap langkah Zhiyuan terdengar terukur, bergema seolah ia sedang mengetuk peti mati dunia lama yang sebentar lagi ia kubur.

Crack!

Ketika suara gelas pecah terdengar dari balik salah satu pintu, ia berhenti. Tanpa perubahan ekspresi, ia mendorong pintunya perlahan.

Ruangan itu gelap, hanya diterangi lampu minyak redup yang berkelap-kelip. Bau obat, jamu, dan kesengsaraan memenuhi udara.

Di atas ranjang, seorang wanita renta tergeletak. Rambutnya putih seperti salju tua yang membusuk, kulitnya kurus pucat menempel pada tulang, matanya kosong tapi berusaha fokus pada bayangan yang masuk.

“Qiang’er…? Kaukah itu...?” suaranya serak, seperti angin yang melintasi kuburan sepi.

Zhiyuan berhenti disisi ranjang, menatapnya tanpa emosi. “Wang Qiang sudah mati.”

Wanita itu menggigil. Bukan karena ketakutan, tetapi karena kenyataan yang memukul jiwanya yang sudah hampir padam.

“Aku yang membunuhnya," lanjut Zhiyuan tanpa ragu.

Tubuh rapuh itu tersentak. Bibirnya bergetar, seakan ingin menangis—tapi bahkan air matapun sudah lama mengering. Yang tersisa hanya kehampaan.

Zhiyuan mengalihkan pandangannya, menyapu ruangan. Lukisan keluarga tergantung di dinding. Patriark Wang dengan senyum yang jarang dia lihat, tiga anaknya berdiri gagah, dan wanita ini duduk anggun dengan mata lembut.

“Jadi kau… Nyonya keluarga Wang?” tanya Zhiyuan, tenang.

Wanita itu tak mampu berbicara. Hanya tarikan napas tersengal sebagai jawaban.

'Lebih dari sepuluh tahun lalu rumor bilang dia sudah mati karena penyakit. Tapi ternyata dia masih hidup sampai sekarang...' batin Zhiyuan, tak mengerti apa yang terjadi.

Tatapannya kemudian jatuh pada sebuah buku di meja kecil. Kulit kuning kecokelatan, cap emas yang khas, halaman yang usang namun dijaga dengan hati-hati.

Buku yang ia kenal lebih baik dari siapa pun. Buku kedokteran keluarga Lin.

Zhiyuan tertegun sepersekian detik. Lalu sudut matanya mendingin.

“Pantas saja kau masih bisa hidup sampai sekarang…” ia menunduk, jarinya menyentuh sampul usang itu.

"Dengan kondisimu ini, kau seharusnya sudah lama mati. Bahkan buku kedokteran keluarga Lin tidak akan bisa menyelamatkanmu, yang ada kau hanya akan lebih menderita."

Zhiyuan memandangi tubuh rapuh itu dengan tatapan datar. Ia telah melihat begitu banyak kematian hari ini, tapi wanita ini… berbeda.

Bukan musuh. Bukan sekutu. Hanya seorang jiwa yang terjebak diantara dosa orang lain dan penderitaannya sendiri.

Wanita itu berusaha berbicara. Suaranya serak, setiap kata seperti duri yang menggores tenggorokan kering.

"Dunia luar… bagaimana keadaannya…?”

Batuk kecil terdengar. Tubuhnya begitu lemah hingga getaran napas saja tampak menyakitkan.

Zhiyuan tak menjawab seketika. Angin dingin dari Abyss berputar pelan di sekitarnya, seperti menunggu respon tuannya.

Wanita itu bertanya lagi.

“Kenapa… kau membunuh… Qiang’er…?”

Bukan amarah. Bukan teriakan ibu yang kehilangan anak. Yang tersisa hanya rasa ingin tahu dan luka yang tak lagi bisa berdarah.

Zhiyuan perlahan menghela napas.

“Karena tujuh tahun lalu,” ucapnya datar, “keluarga Wang menghancurkan keluarga Lin.”

Wanita itu tercekat. Mata tua-nya terbuka sedikit lebih lebar.

“Mereka menyerang kami… membakar rumah kami, menjarah segalanya. Tidak seorang pun dibiarkan hidup.”

Ia memegang buku itu dengan dua jari, sedingin bilah es. “Termasuk buku ini. Harta keluarga Lin.”

Hening menelan ruangan. Lampu minyak bergetar, memantulkan bayangan keduanya di dinding—satu berdiri tegak, satu hampir lenyap.

“…Jadi,” hembus wanita itu, “alasanmu membunuh… Qiang’er… adalah balas dendam?”

Zhiyuan menggeleng pelan. “Tidak.”

Wanita itu terpaku. Bahkan napasnya terasa berhenti sesaat.

“Aku tidak hanya datang untuk membunuh Wang Qiang,” lanjut Zhiyuan. “Aku akan membunuh... dan menghabisi seluruh keluarga Wang.”

Bukan teriakan. Bukan ancaman. Solo kalimat yang mengalir seperti takdir yang sudah tertulis.

Tubuh wanita itu bergetar, lalu perlahan bergerak ke samping hingga ia benar-benar melihat wajah Zhiyuan.

Untuk pertama kalinya, ia benar-benar melihatnya. Bukan monster. Bukan algojo. Tapi seorang anak yang pernah kehilangan dunia.

Mata yang memendam badai—kesakitan yang dipaksa berubah menjadi kemarahan, kehilangan yang dipaksa berubah menjadi tekad.

“…Anak ini…” gumamnya lirih, entah pada diri sendiri atau pada takdir.

Tatapannya tidak seperti seseorang yang membenci pembunuh putranya. Justru sebaliknya. Itu adalah tatapan seorang ibu yang melihat anaknya tersesat di kegelapan, tercekik oleh dendamnya sendiri.

Suaranya kembali terdengar, pelan, hampir seperti bisikan doa terakhir. “Bolehkan aku… memohon satu hal darimu?”

Zhiyuan tidak bergerak. “Jika kau ingin aku mengampuni—”

“Bunuh aku.”

Kata itu memotong udara seperti belati dingin.

Zhiyuan terdiam. Alisnya turun sedikit, nyaris tak terlihat. Kejutan kecil yang tersembunyi dalam ketenangan.

Ia menatap mata wanita itu—mata yang samar-samar… terlalu mirip dengan seseorang yang pernah ia kenal.

Ibunya.

1
Winer Win
zhiyuan cool sekali..like deh ..😍😍😍😍
Winer Win
sabar..setelah ini giliran anda tuan muda Wang...
Winer Win
aku kalo baca novel genre ini..lama adaptasinya..Sam halnya nnton film2 cina..soalnya namnya hmpir mirip2..haha
mlh kalo baru awal2..kek semua tokoh tu mukanya smaaaaaaa..🤣🤣
Rizky Fathur
cepat bantai semua keturunan keluarga Wang buat juga mcnya bantai keluarga mo yang berani ikut campur dengan kejam
Rizky Fathur
cepat bantai Patriak Wang dengan kejam Thor bikin di melihat kehancuran keluarganya cepat hancurkan kultivasinya Patriak Wang bikin mcnya bikin sayembara untuk membunuh Semua keturunan Klan Wang dengan imbalan sumber daya besar bikin Patriak Wang ketakutan meminta ampunan kepada mcnya tapi mcnya tidak peduli malah tertawa kejam hahaha
y@y@
💥🌟⭐🌟💥
Raylanvas
Menarik
y@y@
👍🏿⭐🌟⭐👍🏿
Rizky Fathur
lanjut Thor cepat bantai Patriak Wang dengan kejam biarkan Dia melihat sendiri keluarga hancur dan di bantai bikin semua jiwa keluarga Patriak Wang di hancurkan Agar tidak bisa bereinkarnasi hahaha bantai Patriak Wang dengan kejam panjang tubuhnya sebagai peringatan
Rizky Fathur
cepat bantai mereka dengan kejam hancurkan jiwanya Agar tidak bisa bereinkarnasi Thor
Arafami
lanjut...
Arafami
seru lanjutkan...
Tara
sedih nya...seluruh keluarga binasa😱😭😓
y@y@
👍🏼🌟⭐🌟👍🏼
Arafami
lanjut...
Arafami
hmm interesting..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!