NovelToon NovelToon
Rahasia Di Balik Cinta Terlarang

Rahasia Di Balik Cinta Terlarang

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Duniahiburan / Rumahhantu / Mafia / Cintapertama / Berondong
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: Ulina Simanullang

Di Universitas Harapan Bangsa, cinta tumbuh di antara dua insan dari dunia yang berbeda. Stefanus, pemuda cerdas yang hidup serba kekurangan, menempuh pendidikan berkat beasiswa.Di sisi lain, ada Stefany, gadis cantik dan pintar, putri tunggal Pak Arman, seorang pengusaha kaya yang ternyata menyimpan rahasia kelam Ia adalah bos mafia kejam.Pertemuan sederhana di kampus membawa Stefanus dan Stefany pada perasaan yang tak bisa mereka tolak. Namun, cinta mereka terhalang restu keluarga. Pak Arman menentang hubungan itu, bukan hanya karena perbedaan status sosial,hingga suatu malam, takdir membawa malapetaka. Stefanus tanpa sengaja menyaksikan sendiri aksi brutal Pak Arman dan komplotannya membunuh seorang pengkhianat mafia. Rahasia berdarah itu membuat Stefanus menjadi target pembunuhan.Akhirnya Stefanus meninggal ditangan pak Arman.stelah meninggalnya Stefanus,Stefany bertemu dengan Ceo yang mirip dengan Stefanus namanya Julian.Apakah Julian itu adalah Stefanus?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ulina Simanullang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 27: Pertemuan Surya dan anak buahnya

Surya melangkah keluar dari ruang rapat di villa pribadi Pak Arman dengan wajah merah padam. Langkahnya cepat, tapi sorot matanya menyiratkan sesuatu yang lebih dari sekadar kemarahan ada rasa takut yang perlahan merayap.

Udara malam begitu dingin, tapi Surya merasa tubuhnya panas. Ia menendang batu kecil di pelataran villa. “Sialan… Arman sudah gila!” geramnya pelan.

Ia tahu betul bagaimana karakter Pak Arman. Sekali seorang dianggap musuh, maka jalan hidupnya bisa berakhir malam itu juga. Apalagi ia tadi berani mengancam soal jalur pelabuhan di hadapan semua anak buah Arman.

Dalam hatinya, Surya sadar ia baru saja membuat kesalahan fatal.

Udara malam di sekitar villa Pak Arman terasa dingin menusuk tulang. Di kejauhan, pepohonan bergoyang pelan, diterpa angin malam yang seolah membawa bisikan maut. Surya melangkah cepat meninggalkan ruang rapat yang baru saja menjadi saksi pertengkarannya dengan Pak Arman. Wajahnya merah padam, campuran antara amarah, ketakutan, dan ego yang terluka.

Di luar gerbang villa, dua anak buah setianya sudah menunggunya. Mereka adalah pria-pria yang selama ini selalu mengikuti Surya dalam bisnis gelapnya, orang-orang yang paling tahu bagaimana kerasnya dunia mafia di bawah pimpinan Pak Arman.

Salah satu dari mereka, seorang pria berperawakan tinggi besar bernama Raka, langsung maju menyambut bosnya.

“Bos, gimana hasil rapatnya?” tanyanya dengan suara hati-hati.

Surya menghentikan langkahnya sebentar. Ia menatap kedua anak buahnya Raka dan satu lagi bernama Iman dengan sorot mata yang sulit diartikan. Ada kemarahan di sana, tapi juga ada kegelisahan yang tak biasa.

“Hasil rapat?” Surya mengulang pertanyaan itu sambil menghembuskan napas panjang. “Itu bukan rapat, Rak… itu panggung penghinaan. Arman sudah gila. Dia pikir dia siapa, berani mempermalukan gue di depan semua orang?”

Iman melirik Raka dengan cemas. “Bos… kalau boleh tahu, tadi Bos ngomong apa di dalam? Kok kelihatannya Pak Arman marah banget.”

Surya tertawa hambar, suara tawanya lebih mirip geraman. “Gue cuma minta dia adil. Jalur pelabuhan itu hasil kerja keras kita semua. Gue yang ngurus orang-orang bea cukai, gue yang atur orang lapangan, sekarang dia mau ambil semua keuntungan sendiri? Apa gue harus diem aja?!”

“Bos…” Raka maju selangkah, suaranya menurun, “kita semua tahu Pak Arman orangnya nggak suka diatur. Apalagi kalau soal duit. Gue takutnya… omongan Bos tadi bikin dia dendam.”

Surya berhenti melangkah. Ia memejamkan mata sebentar, lalu menghela napas berat. Dalam hati, ia tahu anak buahnya benar. Ia terlalu keras bicara di hadapan semua orang. Lebih parahnya lagi, ia sempat mengancam sesuatu yang tidak pernah dimaafkan dalam dunia mafia.

“Rak, Man…,” Surya akhirnya bicara pelan, “lu berdua ikut gue dari dulu, kan? Lu tahu gimana gue naikin nama Arman di pelabuhan. Gue yang bikin dia segede sekarang. Tanpa gue, dia bukan siapa-siapa. Tapi sekarang? Gue diperlakukan kayak sampah!”

Iman mencoba menenangkan. “Bos, kita ngerti… tapi hati-hati. Kalau sampai dia nganggap Bos pengkhianat, bahaya.”

Surya menatap Iman lama-lama, lalu tersenyum miring. “Pengkhianat? Gue? Hah… kalau ada yang pantas disebut pengkhianat, itu dia! Dia yang mau ambil semua jalur sendiri. Gue cuma minta bagian gue adil.”

Namun jauh di lubuk hatinya, Surya mulai merasakan sesuatu yang selama ini jarang ia rasakan: takut.

Mereka bertiga berjalan ke arah mobil hitam yang sudah menunggu di tepi jalan. Di dalam mobil, suasana hening sejenak. Hanya suara mesin dan hembusan angin malam yang menemani.

Raka yang duduk di kursi depan akhirnya memecah keheningan. “Bos, menurut lu… kita masih aman nggak malam ini?”

Pertanyaan itu membuat Surya menoleh cepat. Ia menatap Raka lewat kaca spion dengan sorot mata tajam, tapi sorot itu hanya bertahan sebentar sebelum berubah jadi tatapan kosong.

“Aman?” Surya mengulang pelan, seperti bertanya pada dirinya sendiri. “Nggak ada yang aman kalau Arman sudah marah. Apalagi gue.”

Iman menelan ludah. “Bos, apa perlu kita siapkan orang-orang? Buat jaga-jaga?”

Surya menggeleng cepat. “Jaga-jaga? Lawan Arman? Lu pikir kita bisa menang lawan dia? Denger gue baik-baik… kalau dia mau habisin kita malam ini, dia bisa. Dia punya orang di mana-mana. Polisi, pelabuhan, bahkan di pemerintahan. Kita nggak ada apa-apanya.”

Raka dan Iman saling pandang. Mereka berdua sudah lama ikut Surya, tapi baru kali ini melihat bos mereka setegang ini. Biasanya Surya dikenal dingin, penuh perhitungan. Malam ini berbeda ia seperti binatang buruan yang sadar hidupnya terancam.

“Jadi, kita harus gimana, Bos?” tanya Iman pelan.

Surya terdiam beberapa saat, lalu berkata lirih, “Kita harus pergi dari kota ini. Malam ini juga. Sebelum Boris dan anak-anaknya datang.”

Mendengar nama Boris, Raka langsung mengepalkan tangan. Semua orang di dunia bawah tanah tahu reputasi pria itu—dingin, mematikan, dan selalu menyelesaikan perintah Pak Arman tanpa meninggalkan jejak.

“Bos… kalau Boris yang turun tangan, artinya…” Raka tak melanjutkan kalimatnya.

“Artinya umur kita tinggal hitungan jam,” potong Surya cepat.

Mobil melaju kencang menuju sebuah gudang tua di pinggir kota markas kecil Surya yang jarang dipakai. Di dalam benak Surya, rencana pelarian sudah tersusun cepat: paspor, uang tunai, jalur pelabuhan rahasia untuk kabur ke luar negeri.

Namun yang tidak ia sadari adalah satu hal: Boris dan anak buahnya sudah mulai bergerak malam itu juga.

Mobil berhenti di depan sebuah gudang tua yang terletak jauh dari pusat kota. Lampu-lampu jalan di sekitar sini sebagian besar sudah mati, menyisakan kegelapan yang membuat tempat ini terasa asing sekaligus aman. Surya turun dari mobil, langkahnya cepat, wajahnya tegang.

“Buka pintunya,” perintah Surya dengan nada pendek.

Raka berlari kecil menuju pintu besi berkarat itu. Ia mengetuk tiga kali dengan pola tertentu. Dari dalam, suara rantai besi terdengar sebelum akhirnya pintu berderit terbuka. Seorang pria kurus bernama Tomo anak buah lama Surya—muncul dengan wajah terkejut melihat kedatangan bosnya malam-malam begini.

“Bos… ada apa? Kok mendadak banget?”

“Jangan banyak tanya, Tom,” potong Surya dingin. “Cepat matiin semua lampu luar. Jangan sampai ada yang tahu kita di sini.”

Tomo mengangguk cepat, lalu berlari mematikan saklar-saklar lampu. Begitu semua masuk ke dalam, pintu gudang ditutup rapat dan digembok dari dalam.

Di dalam gudang, beberapa peti kayu dan drum minyak berjejer tak beraturan. Bau debu dan karat memenuhi udara. Surya duduk di kursi besi reyot di tengah ruangan, sementara Raka, Iman, dan Tomo berdiri menunggu instruksi.

“Dengar baik-baik,” Surya memulai dengan suara rendah tapi tegas, “malam ini kita harus siap-siap pergi. Arman sudah nggak bisa dipercaya lagi. Dia bakal kirim Boris buat habisin kita.”

Tomo terlihat panik. “Boris? Maksud Bos… dia bakal turun tangan sendiri?”

“Ya,” jawab Surya pendek. “Dan kalau dia turun tangan, artinya umur kita tinggal sebentar lagi.”

Raka maju mendekat. “Bos, gue sudah siapin uang tunai di brankas belakang. Paspor-paspor palsu juga ada. Tinggal tentuin kita mau keluar lewat mana.”

Surya mengangguk, meski wajahnya tetap tegang. “Pelabuhan timur. Gue masih punya orang di sana. Kita bisa nyogok mereka supaya kasih kapal kecil buat nyebrang.”

Iman yang dari tadi diam akhirnya bicara, “Tapi bos… pelabuhan timur itu kan wilayah Arman juga. Kalau dia sudah kasih perintah, orang-orang di sana pasti bakal tutup mata kalau Boris datang.”

Ucapan itu membuat Surya terdiam. Ia sadar benar risiko itu ada.

“Kalau gitu kita harus jalan sebelum mereka sampai di sana,” jawab Surya akhirnya. “Malam ini juga.”

1
Ertina Boru Manullang
ini penulisnya lote murahan, di bayar 200 bisa di entot semalaman sampe puas, coba aj KLO ada yg lagi pengen, pasti langsung mau
Ida Bolon Ida Borsimbolon
mantap,Tetap semangat berkarya💪☺️
Risno Simanullang
mkasi kk
Aiko
Gila keren!
Lourdes zabala
Ngangenin ceritanya!
Risno Simanullang: mkasi kk
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!