Ardi, seorang ayah biasa dengan gaji pas-pasan, ditinggalkan istrinya yang tak tahan hidup sederhana.
Yang tersisa hanyalah dirinya dan putri kecil yang sangat ia cintai, Naya.
Saat semua orang memandang rendah dirinya, sebuah suara asing tiba-tiba bergema di kepalanya:
[Ding! Sistem God Chef berhasil diaktifkan!]
[Paket Pemula terbuka Resep tingkat dewa: Bihun Daging Sapi Goreng!]
Sejak hari itu, hidup Ardi berubah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hamei7, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ini Sebuah Kesempatan
Suasana makan siang di TK Pelangi Ceria mendadak riuh. Semua anak berhenti mengunyah begitu aroma harum dari kotak makan milik Naya menyebar ke seluruh ruangan.
Yaya, teman sebangkunya, langsung melirik bekalnya sendiri. Ia menunjuk iga asam manis di dalam kotak makannya, lalu memandang Naya dengan mata berbinar.
“Naya, gimana kalau kita tukeran aja? Aku kasih iga enak ini buat kamu!”
Belum sempat Naya menjawab, anak-anak lain ikut-ikutan bersuara.
“Aku juga mau tukar sama Naya!” seru seorang anak sambil mengacungkan kaki ayam goreng besar.
“Aku punya susu kotak, kamu boleh minum sedikit ya!”
“Aku… aku bisa pinjamin boneka Barbie baruku kalau kamu kasih aku icip!”
Mata-mata mungil itu menatap kotak makan Naya penuh harap. Siapa yang bisa tahan? Harumnya bikin perut keroncongan.
Namun sebelum Naya sempat berkata apa pun, suara tegas terdengar dari depan.
“Anak-anak, ayo kembali duduk! Makan makanan kalian sendiri sekarang juga.”
Itu suara Guru Ayu Lestari, atau yang biasa dipanggil Bu Ayu. Beliau melangkah maju dengan wajah setengah serius. Namun di balik ketegasannya, kerongkongan Bu Ayu ikut menelan ludah. Aroma bihun goreng dari kotak makan Naya memang sungguh menggoda.
Anak-anak pun duduk kembali, meski mata mereka masih terpaku pada bekal Naya. Beberapa bahkan berbisik sambil tertawa kecil. Tumis daging sapi sungguh lebih wangi dan menggugah selera daripada lauk mereka sendiri.
Bahkan Bu Ayu, guru yang sudah terbiasa menahan diri, tak kuasa melirik diam-diam ke arah kotak makan itu. Ia tahu pasti, bekal itu buatan ayah Naya, Ardi.
Di tengah tatapan iri teman-temannya, Naya tiba-tiba menoleh ke arah gurunya. Dengan suara lembut, ia berkata polos:
“Guru Ayu… mau coba sedikit daging sapi goreng buatan Papa?”
Bu Ayu terkejut.
“Hah? Untuk Guru?”
Naya mengangguk mantap.
“Iya! Papa masaknya enak banget. Coba aja, Guru. Pasti suka!”
Bu Ayu menatap wajah mungil Naya, lalu menunduk menatap kotak makan yang mengepul harum. Dalam hati, ia benar-benar ingin mencicipi. Tapi… apa pantas seorang guru menerima makanan muridnya?
Naya tersenyum lebar dan mendorong kotak makannya pelan ke arah gurunya.
“Tidak apa-apa kok, Guru. Naya mau berbagi.”
Akhirnya, Bu Ayu pun mengambil sumpit. Tangannya sedikit gemetar, lebih gugup daripada saat pertama kali ia mengajar. Begitu bihun berkilau minyak tipis itu terangkat, aromanya semakin kuat.
Saat suapan pertama masuk ke mulut, rasa gurih manis langsung meledak di lidah.
Daging sapinya empuk, bihunnya kenyal tapi tidak lengket, dan ada aroma segar jeruk mandarin samar yang membuat rasanya unik.
“Hmm…” Bu Ayu menutup mulut dengan tangan. Pipi halusnya merona. Sungguh, ini luar biasa enak!
Sejenak, ia merasa sedang makan di restoran bintang lima. Padahal ini hanyalah bekal sederhana buatan Ardi.
“Nah, enak kan, Guru?” suara Naya membuyarkan lamunannya.
Bu Ayu memang dikenal sebagai guru yang paling perhatian pada Naya. Sering kali, ia sengaja membawakan puding buah kecil untuk gadis itu. Maka tak heran, Naya rela berbagi bekal berharga milik Papa dengan gurunya yang ia sayangi.
Bu Ayu tersenyum hangat, lalu mengangguk.
“Iya, Naya… sungguh enak sekali. Papa kamu hebat masaknya.”
“Yeay!” Naya bertepuk tangan kecil dengan wajah berbinar. Ia merasa sangat bangga, karena Papa bukan hanya tampan, tapi juga jago masak—sampai gurunya pun mengakuinya!
Dulu, Bu Ayu adalah mahasiswi cantik yang banyak digemari pria. Namun ia tidak pernah membuka hati, bahkan tak pernah bergandengan tangan dengan siapa pun. Baru setelah bekerja di TK ini, ia jatuh sayang pada Naya yang manis, dan… bertemu dengan ayah Naya, Ardi.
Meskipun usia mereka terpaut lima atau enam tahun, itu bukan masalah besar. Masalah sesungguhnya adalah—Ardi sudah menikah. Karena alasan itulah Bu Ayu hanya bisa menyimpan perasaan dalam hati, sambil tetap memperlakukan Naya seperti putrinya sendiri.
Namun baru-baru ini, ia mendengar gosip dari guru lain: Ardi sudah bercerai dari istrinya.
Apa mungkin… ini kesempatan untuknya?
“Guru Ayu, Naya bisa kasih lagi kalau mau,” ujar Naya sambil mengulurkan sumpit mungilnya, berniat membagi setengah porsi.
Bu Ayu buru-buru menggeleng, meski hatinya ingin sekali.
“Tidak usah, Naya. Itu untukmu, makanlah yang banyak. Papamu membuatkannya khusus untukmu.”
“Tapi Guru…”
“Sudah, Naya. Guru masih punya bekal sendiri kok.”
Bu Ayu tersenyum lembut, walau dalam hati ia bergumam:
Kalau masakan Ardi seenak ini… pasti orang yang menikah dengannya akan hidup bahagia.
Pipinya kembali hangat, entah karena malu atau karena rasa bihun yang masih menempel di lidahnya. Sambil berpura-pura sibuk membereskan meja, Bu Ayu menahan senyum kecil.
Namun tiba-tiba, pikirannya melayang pada kejadian kemarin. Saat menjemput Naya, Ardi datang bukan dengan mobil mewah, melainkan sepeda roda tiga listrik yang biasa dipakai untuk berdagang.
Anak-anak TK sempat heboh dan menganggapnya keren. Guru-guru lain pun penasaran, karena mereka tahu Ardi sebenarnya punya BMW di rumah. Mengapa sekarang ia justru mengendarai sepeda roda tiga?
Mereka sama sekali tidak menyangka bahwa Ardi kini benar-benar membuka kios makanan kecil. Padahal, di formulir pendaftaran TK, jelas tertulis bahwa ia lulusan universitas ternama dan pernah bekerja di perusahaan besar.
Dengan kemampuan Ardi, mencari pekerjaan di perusahaan mana pun seharusnya bukan hal sulit. Tapi justru ia memilih mendirikan warung sederhana di pinggir jalan.
Bagi Bu Ayu, itu bukanlah aib. Justru dalam hatinya muncul secercah harapan baru.
Mungkin… ini kesempatan yang diberikan takdir untukku.
Senyum bahagia perlahan terbit di bibir Bu Ayu.
tapi untuk menu yang lain sejauh ini selalu sama kecuali MIE GORENG DAGING SAPInya yang sering berubah nama.
Itu saja dari saya thor sebagai pembaca ✌
Apakah memang dirubah?
Penggunaan kata-katanya bagus tidak terlalu formal mudah dipahami pembaca keren thor,
SEMAGAT TERUS BERKARYA.