Keinginan untuk dipeluk erat oleh seseorang yang dicintai dengan sepenuh jiwa, merasakan hangatnya pelukan yang membungkus seluruh keberadaan, menghilangkan rasa takut dan kesepian, serta memberikan rasa aman dan nyaman yang tak tergantikan, seperti pelukan yang dapat menyembuhkan luka hati dan menenangkan pikiran yang kacau, memberikan kesempatan untuk melepaskan semua beban dan menemukan kembali kebahagiaan dalam pelukan kasih sayang yang tulus.
Hal tersebut adalah sesuatu yang diinginkan setiap pasangan. Namun apalah daya, ketika maut menjemput sesuatu yang harusnya di peluk dengan erat. Memisahkan dalam jurang keputusasaan dan penyesalan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Anonimity, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 27 : Kecemasan Yang Menghantui
Pagi yang cerah membungkus kota dengan senyum hangatnya. Di sebuah rumah sakit, Freya membuka mata, tatapan pertamanya jatuh pada langit-langit putih yang familiar. Bau obat-obatan yang khas memenuhi ruangan, mengingatkannya pada bulan-bulan yang telah ia lewati di tempat itu. Sementara itu, di negara matahari terbit yang jauh, Fonix membuka mata di kamar hotelnya. Langit-langit yang elegan dan modern menyambutnya, kontras dengan kesederhanaan rumah sakit yang menjadi tempat Freya bangun. Meskipun terpisah oleh jarak dan lingkungan, keduanya memiliki satu benang merah yang tak terlihat, menghubungkan hati dan pikiran mereka pada saat yang sama. Pagi itu tidak ada yang spesial bagi mereka berdua.
Fonix mengambil handphone yang dia taruh di atas nakas. Mencoba melihat apakah ada pesan balasan yang dia kirimkan semalam. Ketika melihat ruang pesannya kosong, dan hanya berisi pesan yang dia kirim, Fonix menghela nafas. Ia mencoba menghubungi Shanju sekali lagi, berharap kali ini Shanju dapat mengangkat panggilannya.
Fonix menekan tombol panggilan, menunggu dengan sabar hingga Shanju menjawab. Namun, nada panggilan terus berdering tanpa respons. Ia menghela napas lagi, rasa khawatir mulai menghantuinya. Apakah Freya baik-baik saja?
Fonix memutuskan untuk mengirimkan pesan singkat kepada Shanju, berharap dapat segera mendapatkan jawaban.
'Kak, tolong balas pesan ini. Aku sangat khawatir tentang Freya,' tulisnya dengan nada yang terkesan mendesak.
Setelah mengirimkan pesan, Fonix memutuskan untuk mandi, mengalihkan pikirannya yang mulai dipenuhi rasa khawatir. Ia menyambar handuk yang tergantung, lalu berjalan ke kamar mandi.
Fonix memasuki kamar mandi, menutup pintu di belakangnya. Ia menyalakan shower, membiarkan air hangat mengalir di tubuhnya. Suara air yang jatuh ke lantai membantu mengalihkan pikirannya sejenak dari rasa khawatir tentang Freya. Namun, meskipun tubuhnya merasa rileks, pikirannya tetap terganggu oleh pertanyaan yang sama, apa kabar Freya? Apakah dia baik-baik saja?Fonix berharap Shanju segera membalas pesannya, sehingga ia bisa mendapatkan jawaban atas pertanyaannya.
Setelah selesai mandi, Fonix keluar dari kamar mandi, membungkus dirinya dengan handuk. Ia mengambil handphone yang tergeletak di atas nakas, berharap ada pesan balasan dari Shanju.
Shanju : "Fonix, maaf aku baru membalas pesanmu sekarang. Terjadi kecelakaan beruntun yang mengakibatkan banyak orang yang di larikan ke rumah sakit. Semua dokter termasuk aku sangat sibuk. Tapi jangan khawatir, Freya baik-baik saja. Jika kau sudah selesai dengan urusanmu di sana, cepatlah kembali".
Fonix bernafas lega, syukurlah Freya baik-baik saja. Dia memaklumi jikalau Shanju tidak membalas pesannya karena sibuk dengan korban kecelakaan.
Tidak lama, terdengar sebuah ketukan di pintu kamarnya. Fonix menaruh kembali handphone-nya dia atas ranjang, kemudian beranjak membuka pintu. Shani berdiri di sana dengan senyum simpul yang indah di pagi hari.
"Kamu habis mandi, ya?" Tanya Shani.
Fonix menangguk pelan, "masuklah.."
Shani menggeleng pelan, "Aku hanya mau berpamitan, aku mau pulang ke kediaman Natio. Terimakasih atas bantuan kamu selama ini." Ujar Shani.
Fonix mengernyit, "Bibi yakin mau pulang lagi ke sana?" Tanya Fonix memastikan.
Shani mengangguk yakin, "Berkat insiden yang terjadi, ibu dan ayah akhirnya sadar kalau selama ini mereka salah. Mereka telah menyesali perbuatannya. Dan aku percaya perlahan-lahan mereka bisa berubah." Balas Shani.
"Aku tidak akan melarang jika bibi ingin pulang ke sana.." ujar Fonix.
"Kamu—tidak mau ikut ke sana?" Tanya Shani.
Fonix menggeleng, "Meski mereka telah berubah, aku tetap tidak akan menginjakan kaki lagi ke sana, sampai kapanpun. Tapi jangan khawatir, aku tidak membenci mereka sampai sedalam itu. Dan aku yakin, ibu juga tidak mengharapkan aku membenci mereka." Jawab Fonix.
"Kamu selalu bijak seperti Kak Feni.." ucap Shani. "Kalau begitu aku pamit, jaga diri kamu. Dan, jika kamu butuh bantuan, kamu bisa datang kapan saja. Kediaman Natio selalu terbuka untuk kamu."
"Tidak terimakasih, aku baik-baik saja." Jawab Fonix.
"Begitu, baiklah sampai jumpa.." katanya sebelum berbalik dan berjalan pergi. Fonix menutup pintu, merasa sedikit lega bahwa Shani dan keluarganya bisa berubah dan memperbaiki diri. Ia kembali ke dalam kamar, mengambil handphone yang tergeletak di atas ranjang. Fonix memikirkan apa yang harus dilakukan selanjutnya, sekarang setelah mengetahui Freya baik-baik saja. Dengan langkah mantap, Fonix mulai mengumpulkan barang-barangnya. Fonix meninggalkan kamar hotel, merasa lebih tenang dan lega karena telah mengetahui kabar baik tentang Freya. Namun, bukan berarti dia bisa bersantai.
...***...
Fonix sedikit tergesa-gesa dalam melajukan mobilnya. Tempat yang akan dia datangi, adalah rumah teman lamanya, seorang dokter spesialis penyakit dalam. Fonix mengemudi dengan fokus, berusaha menekan rasa khawatir yang masih menghantuinya.
Setelah beberapa jam berkendara, Fonix akhirnya tiba di sebuah klinik milik teman lamanya. Ia memarkir mobilnya dan langsung menuju ke klinik dokter tersebut. Ketika pintu dibuka, Fonix disambut oleh wajah familiar yang tersenyum hangat. "Fonix! Sudah lama tidak bertemu," ucap dokter tersebut. Fonix tersenyum, merasa lega bisa bertemu dengan teman lamanya, sekaligus seseorang yang sudah dia jadikan sebagai senior.
"Ya, sudah lama sekali. Aku kebetulan lewat di dekat sini, jadi aku memutuskan untuk mampir," jelas Fonix.
Dokter tersebut mengangguk, "Masuklah.."
Fonix mengikuti dokter tersebut ke dalam klinik, merasa nyaman dengan suasana yang familiar. "Kenapa di sini sangat sepi?" Tanya Fonix.
"Klinik ini sedang libur. Aku akan melakukan renovasi." Ujar Jinan, Teman sekaligus senior Fonix dahulu. Fonix mengangguk.
"Tunggu sebentar, akan kubuatkan teh hangat.." Jinan beranjak sebentar, meninggalkan Fonix di ruangannya.
Fonix memerhatikan ruangan kerja Jinan, yang memancarkan aura elegan dan profesional. Dindingnya yang berwarna krem lembut dihiasi dengan beberapa sertifikat dan penghargaan yang berkelap-kelip dalam bingkai emas, menandakan dedikasi dan keahlian yang tinggi dalam bidangnya. Meja kerja kayu jati yang besar dan kokoh menjadi pusat perhatian, dengan beberapa tumpukan buku medis dan jurnal ilmiah yang tersusun rapi di atasnya. Di sudut ruangan, terdapat sebuah lemari kaca yang berisi berbagai macam obat-obatan dan peralatan medis yang tersusun dengan rapi, memberikan kesan yang sangat profesional dan siap membantu pasien kapan saja. Lampu meja yang lembut memberikan pencahayaan yang cukup, menciptakan suasana yang nyaman dan hangat. Di dinding belakang meja kerja, terdapat sebuah jendela besar yang memberikan pemandangan luar yang indah, dengan tirai yang elegan dan berwarna senada dengan dinding.
Udara di ruangan ini dipenuhi dengan aroma kayu dan sedikit aroma obat-obatan, menciptakan suasana yang khas dan profesional. Fonix mengambil satu buku medis, membuka sembarang halaman.
Penyakit dalam mencakup berbagai penyakit yang berkaitan dengan organ dalam tubuh, seperti jantung, paru-paru, ginjal, dan sistem kekebalan tubuh. Beberapa contohnya adalah penyakit infeksi, gangguan pencernaan, penyakit ginjal, penyakit jantung, diabetes, dan penyakit metabolik. Penyakit dalam dapat dibagi menjadi beberapa cabang spesialisasi, seperti:
Alergi Imunologi: Mempelajari alergi dan gangguan sistem kekebalan tubuh.
Gastroenterohepatologi: Mempelajari gangguan pencernaan dan hati.
Geriatri: Mempelajari gangguan medis pada pasien lanjut usia.
Ginjal Hipertensi: Mempelajari gangguan ginjal dan tekanan darah tinggi.
Hematologi Onkologi Medik: Mempelajari penyakit darah dan kanker.
Kardiologi: Mempelajari penyakit jantung.
Metabolik Endokrin: Mempelajari gangguan metabolik dan hormon.
Psikosomatik: Mempelajari pengaruh pikiran dan emosi terhadap penyakit fisik.
Pulmonologi: Mempelajari penyakit paru-paru.
Reumatologi: Mempelajari penyakit sendi dan otot.
Tropik Infeksi: Mempelajari penyakit infeksi menular di daerah tropis.
Beberapa contoh penyakit yang ditangani oleh dokter penyakit dalam meliputi:
Infeksi: Rubella, rabies, demam berdarah, malaria, demam tifoid, antraks, gastroenteritis, COVID-19.
Pencernaan: Kista hati, hepatitis, sirosis, tukak lambung, hernia lambung, gastritis, perlemakan hati, refluks empedu.
Ginjal: Gagal ginjal kronis, gagal ginjal akut, batu saluran kemih.
Jantung: Gagal jantung, penyakit jantung koroner, penyakit katup jantung, aritmia, penyakit jantung rematik.
Metabolik: Diabetes, penyakit tiroid, ketoasidosis diabetikum.
Paru: Asma, bronkitis, emfisema, penyakit paru interstisial.
Darah: Anemia, hemofilia, leukemia, limfoma.
Fonix membuka halaman lainnya, dia cukup tertarik dengan semua penjelasan tentang berbagai penyakit yang di jelaskan dalam buku tersebut. Namun, ketika membuka halaman lainnya, Fonix tercekat. Ia membaca secara jeli tentang Suatu penyakit yang kini sedang di derita oleh kekasihnya.
"Penyakit Jantung Bawaan adalah kelainan pada struktur dan fungsi jantung yang sudah ada sejak lahir. Kondisi ini dapat mengganggu aliran darah ke jantung sehingga dapat mengancam jiwa." Lirih Fonix.
"Penyakit itu sangat langka dan sangat mematikan." Fonix menoleh, Jinan sudah kembali dengan dua cangkir teh hangat di tangannya.
Jinan meletakan satu cangkir teh hangat di dekat Fonix, kemudian dokter muda tersebut duduk di kursinya, sementara Fonix, berdiri menyandar pada meja kerja Jinan.