Tidak semua cinta datang dua kali. Tapi kadang, Tuhan menghadirkan seseorang yang begitu mirip, untuk menyembuhkan yang pernah patah.
Qilla, seorang gadis ceria yang dulu memiliki kehidupan bahagia bersama suaminya, Brian—lelaki yang dicintainya sepenuh hati. Namun kebahagiaan itu sekejap hilang saat kecelakaan tragis menimpa mereka berdua. Brian meninggal dunia, sementara Qilla jatuh koma dalam waktu yang sangat lama.
Saat akhirnya Qilla terbangun, ia tidak lagi mengingat siapa pun. Bahkan, ia tak mengenali siapa dirinya. Delvan, sang abang sepupu yang selalu ada untuknya, mencoba berbagai cara untuk mengembalikan ingatannya. Termasuk menjodohkan Qilla dengan pria bernama Bryan—lelaki yang wajah dan sikapnya sangat mirip dengan mendiang Brian.
Tapi bisakah cinta tumbuh dari sosok yang hanya mirip? Dan mungkinkah Qilla membuka hatinya untuk cinta yang baru, meski bayangan masa lalunya belum benar-benar pergi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lesyah_Aldebaran, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dua Puluh Tujuh
Saat ini, Brian dan Qilla tengah bersiap untuk pergi ke kediaman keluarga Tuan Bartles. Besok Qilla sudah mulai masuk sekolah kembali, dan mereka ingin menghabiskan waktu bersama keluarga sebelum Qilla kembali ke rutinitas sekolahnya.
Brian duduk santai di ujung ranjang sambil memperhatikan istrinya yang sedang berdiri di depan cermin, merapikan penampilannya. Brian tidak bisa tidak tersenyum melihat Qilla yang sibuk dengan riasan dan pakaiannya, sementara Brian sendiri sudah siap dengan penampilan yang rapi dan tampan.
"Kamu terlihat cantik, Sayang," puji Brian dengan suara yang lembut, membuat Qilla menoleh dan tersenyum. "Terima kasih, Mas," balas Qilla dengan senyum manis, sebelum kembali fokus pada penampilannya.
Brian terus memperhatikan Qilla dengan mata yang penuh cinta, merasa sangat bahagia memiliki istri yang cantik dan cerdas seperti Qilla. Brian tidak sabar untuk menghabiskan waktu bersama Qilla dan keluarga, menikmati kebersamaan dan kehangatan keluarga.
Begitu Qilla berdiri di hadapannya, Brian mengulurkan tangannya, mengusap bibir Qilla yang baru saja memakai lip balm.
"Ehh, jangan dihapus dong! Nanti bibirku kering!" protes Qilla manja, sambil berusaha menghindari tangan Brian.
Brian tertawa pelan, "Wanginya manis banget," katanya sambil menarik Qilla ke dalam pelukannya.
"Aku hanya ingin merasakan keindahan bibirmu," bisik Brian dengan suara yang lembut, membuat Qilla tersipu malu.
Qilla merasa jantungnya berdebar kencang saat Brian memeluknya erat, merasakan kehangatan tubuhnya dan kekuatan cintanya.
"Kamu memang gila, Mas," kata Qilla dengan suara yang lirih, sambil membalas pelukan Brian dengan erat.
“Boleh mas cicip sedikit?”
"Boleh," balas Qilla sambil tersenyum dan melepaskan pelukannya dari Brian.
Qilla hendak mengambil lip balm-nya, tapi sebelum sempat berbalik, Brian menarik tangannya hingga membuat Qilla hilang keseimbangan dan jatuh tepat di pangkuannya.
“Bukan itu yang mas maksud, tapi ini,” bisik Brian sembari mengelus bibir bawah Qilla dengan lembut.
Qilla terkejut dan wajahnya langsung memerah. Dia buru-buru menyembunyikan wajahnya di leher Brian.
"Huuuh, mas bikin aku malu!" gerutunya pelan, sambil berusaha menyembunyikan rasa gugupnya.
Brian terkekeh geli, suaranya yang dalam dan hangat membuat Qilla merasa semakin malu.
"Kenapa malu, hmm?" tanya Brian dengan suara yang penuh rasa ingin tahu, sambil membelai rambut Qilla dengan lembut.
Qilla tidak menjawab, hanya menggigit bibirnya dan tetap menyembunyikan wajahnya di leher Brian. Brian terus membelai rambutnya, merasa sangat bahagia dengan reaksi Qilla yang manja dan malu-malu.
"Aku suka membuatmu malu, Sayang," bisik Brian dengan suara yang lembut, membuat Qilla merasa jantungnya berdebar kencang.
"Tatap mas dulu, sayang," kata Brian dengan suara yang lembut dan persuasif, sambil mengangkat dagu Qilla dengan jari-jarinya.
"Nggak mau, malu ih!" balas Qilla sambil menggeliat manja di pangkuan Brian, berusaha menyembunyikan wajahnya kembali di leher Brian.
Brian tersenyum dan membiarkan Qilla bersembunyi sejenak, sebelum dengan lembut memaksa Qilla untuk menatapnya.
"Aku ingin melihat matamu, Sayang," bisik Brian, membuat Qilla merasa jantungnya berdebar kencang.
Qilla perlahan menatap wajah tampan Brian, mata mereka saling terkunci satu sama lain, keduanya larut dalam pesona mereka masing-masing. Tangan Qilla tiba-tiba mengelus wajah Brian, sentuhan lembut yang membuat Brian merasa hangat di hatinya.
"Why are you so handsome?" gumam Qilla tanpa sadar, kata-kata yang keluar dari bibirnya dengan spontan dan jujur. Brian memegang tangan Qilla yang masih mengelus wajahnya, menggenggamnya erat, dan tersenyum.
"And you are so beautiful," kata Brian dengan suara yang lembut dan penuh kasih sayang. "I am so lucky to have a wife like you, darling," ujar Brian, membuat Qilla merasa salah tingkah dan wajahnya memerah.
Qilla merasa jantungnya berdebar kencang, merasa sangat bahagia dengan kata-kata manis dari Brian. Qilla tidak bisa tidak tersenyum, merasa sangat disayangi dan dihargai oleh suaminya.
"Mas..." gumam Qilla, suaranya yang lirih dan penuh kasih sayang membuat Brian merasa semakin dekat dengan Qilla.
Qilla pun berdiri, dan Brian langsung merangkul pinggangnya dari samping. Sebelum mereka keluar, Brian sempat mencium bibir Qilla sekilas.
Qilla refleks terdiam, kaget dengan ciuman mendadak itu. Ia memukul dada Brian pelan. "Mas!"
“Manis,” gumam Brian dengan senyum puas. Qilla hanya bisa tersipu malu.
Dengan senyum malu-malu yang masih menghiasi wajah Qilla, mereka akhirnya keluar dari kamar dan berjalan menuju mobil. Brian sigap membukakan pintu depan untuk Qilla, menunjukkan kesopanan dan perhatian yang tulus.
"Terima kasih, Mas," kata Qilla dengan senyum, sambil melangkah masuk ke dalam mobil. Brian tersenyum dan menutup pintu dengan lembut, sebelum menyusul duduk di kursi kemudi.
Setelah Brian duduk di belakang kemudi, Brian menatap Qilla dengan mata yang penuh kasih sayang.
"Siap, Sayang?" tanya Brian, sambil menyalakan mesin mobil. Qilla mengangguk dan tersenyum, merasa nyaman dan aman di samping suaminya.
...****************...
Sesampainya di rumah keluarga Tuan Bartles, kemewahan rumah itu menyambut mereka dengan hangat. Beberapa pelayan sudah bersiap di depan, dan segera membukakan pintu mobil begitu mereka tiba.
Brian turun lebih dulu, lalu menggandeng Qilla turun dengan tangan yang kuat dan lembut. Qilla merasa nyaman dengan sentuhan tangan Brian, dan dia tersenyum saat melihat pelayan yang membungkuk hormat kepada mereka.
"Selamat datang, Tuan dan Nyonya," kata pelayan dengan suara yang sopan. Brian membalas dengan anggukan kepala, sementara Qilla membalas dengan senyum manis. Mereka kemudian berjalan menuju pintu masuk rumah, di mana Tuan dan Nyonya Bartles sudah menunggu untuk menyambut mereka.
“Anak-anak bunda! Akhirnya kalian datang juga,” seru Nyonya Lesyah dengan suara penuh semangat. Nyonya Lesyah langsung memeluk Qilla erat, membuat Qilla merasa hangat dan disayangi.
"Bunda, how are you?" tanya Qilla pelan, membalas pelukan sang bunda mertua dengan hangat.
"Mom is fine, sayang. Lihat kamu sekarang. Makin cantik, makin pinter, and will be a future doctor in a few years," puji Bunda sambil mengelus lembut kepala Qilla.
Brian tersenyum melihat keakraban dua wanita yang paling dia cintai.
"Pray for the best for my wife, Mom," ucap Brian dengan suara yang lembut.
"That's for sure, son. Bunda juga sangat merindukan menantu bunda yang cantik ini," ucap Nyonya Lesyah, matanya berkaca-kaca saat memeluk Qilla lebih erat.
"Aku juga merindukan Bunda," balas Qilla, suaranya yang lirih membuat Nyonya Lesyah tersenyum dan memeluknya lebih erat lagi.
Brian hanya tersenyum dan memandang mereka dengan mata yang penuh kasih sayang, merasa bahagia melihat keharmonisan antara istrinya dan ibunya.
Suasana rumah itu pun langsung dipenuhi canda tawa dan obrolan hangat keluarga, menciptakan suasana yang nyaman dan penuh keakraban. Qilla dan Brian merasa sangat bahagia bisa berbagi momen bersama keluarga, terutama dengan Nyonya Lesyah yang selalu menyambut mereka dengan hangat dan penuh kasih sayang.
Mereka duduk di ruang tamu yang luas, dikelilingi oleh dekorasi elegan dan perabotan yang mewah. Nyonya Lesyah memerintahkan pelayan untuk menyajikan makanan dan minuman favorit Qilla dan Brian, membuat mereka merasa sangat spesial.
Selama obrolan, Qilla dan Brian berbagi cerita tentang kehidupan mereka sehari-hari, rencana masa depan, dan harapan-harapan mereka. Nyonya Lesyah mendengarkan dengan penuh perhatian, memberikan saran dan dukungan yang tulus.
Suasana yang hangat dan penuh cinta ini membuat Qilla dan Brian merasa sangat bersyukur memiliki keluarga yang mendukung dan menyayangi mereka. Mereka tahu bahwa mereka tidak sendirian dalam perjalanan hidup mereka, dan itu memberikan mereka kekuatan dan motivasi untuk terus maju.
Tak terasa hari sudah berganti dengan malam, Brian pun berpamitan karena esok Qilla harus kembali bersekolah.
"Maaf, bun, kami harus pergi sekarang. Qilla harus sekolah besok," kata Brian dengan sopan.
Nyonya Lesyah mengangguk paham, "Baiklah, anak-anak. Hati-hati di jalan, dan Qilla jangan lupa belajar dengan giat."
Qilla mengangguk dan memeluk Nyonya Lesyah erat. "Terima kasih, Bunda. Aku akan selalu ingat nasihat Bunda."
Brian dan Qilla kemudian berpamitan dan meninggalkan rumah keluarga Tuan Bartles, dengan hati yang penuh syukur dan bahagia setelah menghabiskan waktu bersama keluarga. Mereka kembali ke rumah dengan perasaan yang hangat dan nyaman.