Adriella menjalani hidup penuh luka dalam balutan kemewahan yang semu. Di rumah milik mendiang ibunya, ia hanya dianggap pembantu oleh ayah tiri dan ibu tirinya. Sementara itu, adik kandungnya yang sakit menjadi satu-satunya alasan ia bertahan.
Demi menyelamatkan adiknya, Adriella butuh satu hal, warisan yang hanya bisa dicairkan jika ia menikah.
Putus asa, ia menikahi pria asing yang baru saja ia temui: Zehan, seorang pekerja konstruksi yang ternyata menyimpan rahasia besar.
"Ini pasti pernikahan paling sepi di dunia,” gumam Zehan.
Adriella menoleh pelan. “Dan paling sunyi.”
Pernikahan mereka hanyalah sandiwara. Namun waktu, luka, dan kebersamaan menumbuhkan benih cinta yang tak pernah mereka rencanakan.
Saat kebenaran terungkap dan cinta diuji, masihkah hati memilih untuk bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Volis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25. Tentangan
Suasana kantor dipenuhi semangat baru. Setelah hari-hari menegangkan yang dilalui Adriella, akhirnya ia menerima kabar baik dari Velveta. Masalah kualitas bahan telah dianggap selesai dan tim Velveta telah mencoba membuat produk jadi pertama dari batch baru yang dikirim.
Yang lebih menggembirakan lagi, Velveta memutuskan untuk mengadakan peragaan busana eksklusif bulan depan sebagai peluncuran resmi kerja sama mereka. Dan sebagai bentuk apresiasi, mereka juga memberikan undangan kepada Adriella untuk menghadiri acara itu.
Adriella hampir tak percaya ketika membaca email itu. Ia duduk terpaku di depan layar komputer selama beberapa detik, lalu menutup mulutnya sendiri sambil menahan tawa bahagia.
“Ini nyata?” gumamnya pelan.
Dia tidak pernah menyangka Velveta akan mengundangnya ke acara seperti itu setelah kejadian ini.
Sepanjang hari itu, senyum tak lepas dari wajahnya. Ia bekerja dengan semangat luar biasa, membalas email, mencatat progres, dan memeriksa jadwal presentasi selanjutnya. Setiap orang yang melihatnya tahu, hari ini adalah hari spesial untuk Adriella.
Menjelang jam pulang, Adriella merapikan mejanya dengan cepat. Ia sudah berjanji akan bertemu Zehan malam ini untuk makan malam romantis di restoran bintang lima. Tangannya tak berhenti menyisir berkas dan alat tulis, lalu ia mengambil tas dan berjalan keluar kantor.
Langit mulai berubah jingga ketika Adriella berdiri di depan gedung perusahaan. Ia berdiri di sisi trotoar, menatap ke kiri dan kanan, berharap melihat sosok Zehan di kejauhan.
Lima menit berlalu.
Sepuluh menit.
Matahari makin turun.
Adriella membuka ponselnya dan mengirim pesan singkat:
"Aku udah di depan kantor. Kamu di mana?"
Tak ada respons.
Ia mencoba menelepon.
Nada sambung terdengar, tapi tidak diangkat.
Sekali lagi. Masih tak diangkat.
Wajah cerah Adriella perlahan memudar. Raut bingung mulai muncul. Ia menggigit bibir bawahnya, lalu memandang ke langit yang mulai gelap.
“Zehan... kamu kenapa?”
Hatinya mulai tak tenang. Ada firasat aneh. Bukan sekadar keterlambatan. Tapi sesuatu yang lebih.
Dan itu membuat hatinya mulai dingin meski malam belum sepenuhnya turun.
🍁🍁🍁
Langit telah gelap sempurna ketika Adriella akhirnya memutuskan untuk pulang. Setelah lebih dari satu jam menunggu di depan kantor tanpa kabar dari Zehan, hatinya mulai benar-benar diliputi kekhawatiran.
Ia naik taksi menuju rumah, memandangi layar ponselnya sepanjang perjalanan. Tidak ada pesan baru, tidak ada panggilan masuk. Semua pesan yang ia kirim masih belum dibaca.
Sesampainya di rumah, suasana terasa lebih sunyi dari biasanya. Ruang tamu kosong, lampu menyala redup. Adriella segera menaiki tangga ke lantai dua dan membuka pintu kamar mereka.
Kosong.
Zehan belum kembali.
Ia meletakkan tas di atas meja dan menarik napas panjang. Pikirannya mulai berkecamuk, mencoba mencari penjelasan logis. Mungkin Zehan lupa mengisi baterai ponsel. Mungkin dia terjebak dalam urusan proyek. Tapi bagian dari hatinya berkata ini bukan sekadar keterlambatan.
Adriella turun ke dapur. Di sana, ia melihat Alessia sedang duduk sambil membaca majalah fesyen. Gadis itu menoleh.
“Kakak belum pulang bareng Kak Zehan?” tanyanya heran.
Adriella menggeleng. “Kami janjian makan malam, tapi dia belum datang dan nggak bisa dihubungi.”
Alessia ikut mengernyit. “Biasanya Kak Zehan nggak kayak gitu.”
Adriella duduk perlahan di meja makan, menatap kosong ke arah jendela. “Aku juga ngerasa ada yang nggak beres.”
Malam itu, Adriella duduk lama di kamar, menatap layar ponselnya yang tetap hening. Setiap bunyi notifikasi membuat jantungnya melonjak, tapi selalu saja bukan dari Zehan.
Dan ketika akhirnya ia tertidur di atas selimut, ponsel masih dalam genggamannya.
Dalam mimpinya, Zehan berdiri di kejauhan, memanggil namanya. Tapi suara itu semakin lama semakin jauh.
Dan saat ia membuka mata, malam masih panjang. Tapi ketenangan belum juga datang.
🍁🍁🍁
Udara malam terasa dingin saat mobil hitam melaju melewati gerbang besar dengan lambang keluarga Batara. Setelah perjalanan panjang dari kota Kaluku, Zehan akhirnya tiba di kota Jampu, tempat di mana segala kemewahan dan beban keluarga besarnya berada.
Begitu mobil berhenti di depan mansion besar bergaya modern-klasik, dua pengawal membuka pintu dan mempersilakan Zehan keluar. Ia melangkah dengan enggan, langkahnya berat namun tetap tegak. Tak ada borgol, tapi tatapan awas para pengawal cukup membuatnya tahu bahwa ia diawasi.
Pintu depan terbuka, dan aroma khas rumah masa kecilnya menyambutnya. Di ruang tamu luas dengan dinding marmer dan lampu gantung kristal, dua sosok sudah menunggunya.
Yusran Malik Batara, papanya, duduk dengan wajah dingin dan penuh tekanan. Di sampingnya, Najwa Ramadhani, mamanya, menatap dengan wajah rumit, campuran antara khawatir dan kecewa.
“Zehan,” sapa Najwa lebih dulu, suaranya pelan. “Akhirnya kamu pulang.”
Zehan tidak menjawab. Ia berdiri di tengah ruangan, memandangi keduanya dengan tatapan lelah namun teguh.
“Kami terpaksa menjemputmu seperti ini karena kamu tak memberi kami pilihan,” ucap Yusran datar. “Kami dengar kamu menikah dengan perempuan yang bahkan tidak kami kenal. Tanpa restu. Tanpa kabar.”
“Karena kalian memaksa aku menikahi Kaila,” jawab Zehan pelan tapi jelas. “Perempuan yang kalian agung-agungkan, padahal aku tahu wajah aslinya.”
Zehan tidak bisa mengerti, kenapa orang tuanya sangat menyukai perempuan munafik seperti itu. Kenapa mereka tidak bisa melihat wajah asli Kaila.
“Kamu tidak bisa menolak warisan tanggung jawab keluarga hanya karena cinta sesaat,” ujar Najwa.
“Ini bukan sesaat, Ma. Ini hidupku. Aku sudah muak dikendalikan. Aku ingin memilih pasangan hidupku sendiri," bantah Zehan.
Yusran menghela napas. “Kamu akan tetap tinggal di sini. Sampai kamu mau mempertimbangkan kembali apa yang sudah kamu lakukan.”
“Kalau aku menolak?”
“Kalau perlu, kami akan paksa kamu menikah secara hukum dengan Kaila. Kamu satu-satunya pewaris keluarga ini, Zehan. Kamu tahu konsekuensinya.”
Zehan mendongak, tatapannya tajam dan penuh perlawanan. “Aku sudah menikah dengan Adriella. Secara hukum dan agama. Itu sah, dan aku tidak akan menikahi Kaila. Aku menikah dengan Adriella bukan untuk main-main, Pa, Ma. Dan aku bukalah pria brengsek yang akan berselingkuh.”
Yusran menyipitkan mata. “Siapa yang menintamu selingkuh? Pernikahan bisa dibatalkan. Papa bisa urus pengacaranya. Dalam seminggu kamu akan bercerai. Dan setelah itu, kamu akan menikah dengan Kaila, sesuai kesepakatan yang sudah kami buat sejak dulu.”
“Tapi aku tidak ingin bercerai,” tegas Zehan. “Kalian ingin aku menikah dan segera memberi cucu, bukan? Aku sudah menikah sekarang, dan siapa tahu cucu yang kalian impikan mungkin sudah terbentuk sekarang.”
Najwa menegakkan tubuhnya, wajahnya pucat. “Kamu tidak serius, Zehan.”
“Aku sangat serius,” balas Zehan dingin. “Adriella adalah pilihanku. Dia bukan hanya istri di atas kertas. Dia wanita yang aku cintai dan hargai.”
“Kamu tidak tahu konsekuensi dari keputusanmu,” potong Yusran, suaranya mulai meninggi. “Kamu mengorbankan stabilitas hubungan keluarga besar, nama baik, dan jaringan bisnis demi perasaan pribadi!”
“Nama baik macam apa yang memaksa anaknya menikah dengan orang yang tidak dia cintai?” balas Zehan cepat. “Dan kalian bilang soal stabilitas? Kalian pikir Kaila cocok menjadi nyonya keluarga ini? Kalian tidak tahu siapa dia sebenarnya.”
Najwa menatap Zehan penuh luka. “Kami hanya ingin yang terbaik untukmu.”
“Yang terbaik menurut kalian bekum tentu terbaik menurutku.”
Ruangan hening sesaat. Tegangan menggantung di udara seperti benang yang siap putus kapan saja.
Zehan menatap keduanya dalam diam. Ia tahu tidak ada ruang negosiasi saat ini. Tapi satu hal pasti, ia tidak akan tinggal diam. Dan ia tidak akan menyerah.
menyelidiki tentang menantunya
yg blm mendapat restu...
pasti bakal kaget...
lanjut thor ceritanya
sama" gak tahu malu...
padahal mereka cuma numpang hidup...
yg punya kendali & peran penting adalah pemilik sah nya...
lanjut thor ceritanya
semoga Pak Bastian
menendang kamu...
setelah melihat bukti...
murka terhadap Bara
setelah menerima buktinya...
lanjut thor ceritanya di tunggu up nya
aku sudah mampir...
dan baca sampai part ini...