Diusianya yang tak lagi muda, Sabrina terpaksa mengakhiri biduk rumah tangganya yang sudah terajut 20 tahun lebih lamanya.
Rangga tega bermain api, semenjak 1 tahun pernikahnya dengan Sabrina. Dari perselingkuhan itu, Rangga telah memiliki seorang putri cantik. Bahkan, kelahirannya hanya selisih 1 hari saja, dari kelahiran sang putra-Haikal.
"Tega sekali kamu Mas!" Sabrina meremat kuat kertas USG yang dia temukan dalam laci meja kerja suaminya.
Merasa lelah, Sabrina akhirnya memilih mundur.
Hingga takdir membawa Sabrina bertemu sosok Rayhan Pambudi, pria matang berusia 48 tahun.
"Aku hanya ingin melihat Papah bahagia, Haikal! Maafkan aku." Irene Pambudi.
..........................
"Tidak ada gairah lagi bagi Mamah, untuk menjalin sebuah hubungan!" Sabrina mengusap tangan putranya.
Apa yang akan terjadi dalam kehidupan Sabrina selanjutnya? Akankah dia mengalah, atau takdir memilihkan jalannya sendiri?
follow ig @Septi.Sari21
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 27
Sabrina kini sudah menunggu didepan perusahaan. Waktu sudah menunjukan pulul 7 malam. Rencananya, Haikal akan menjemput Ibunya, agar memastikan Ibunya juga selamat sampai rumah.
Namun, kejadian tak terduga menimpa motor Haikal. Baru beberapa kilo melaju, ban motornya bocor, hingga terpaksa ia menelfon Ibunya, mengabari jika nanti agak telat datangnya.
Baru saja Sabrina akan berjalan menuju pangkalan ojek, namun sebuah mobil mewah yang baru saja keluar dari gedung, tiba-tiba berhenti disebelahnya.
Rayhan Pambudi turun, begitu dengan sang Asisten.
"Ehem!" deheman Rayhan mampu menghentikan langkah Sabrina. "Em-a, kenapa masih belum pulang?" Wajah tampan itu terlihat sekali salah tingkahnya.
"Tadi sudah mau dijemput putra saya, tapi bannya bocor. Ini, saya mau ngojek saja." Sabrina menunjuk arah tukang ojek dengan sikap sopannya. Ia sejujurnya terkejut, karena Rayhan sampai menegurnya seperti saat ini.
"Masuklah, saya akan mengantarkan kamu pulang!" Rayhan mengulas senyum tipis, memberanikan diri memulai pendekatan
Sabrina terhenyak. Tatapanya menelisik seakan ingin tahu apa maksud tawaran Bosnya itu.
"Oh, maksud saya ... Kamu karyawan saya, jadi saya harus bertanggung jawab. Apalagi malam-malam seperti ini," sanggah Rayhan. Ia semakin dibuat salah tingkah kembali. Apalagi, ditatap Sabrina dari dekat seperti ini.
Sabrina sejujurnya tidak enak, tapi mengingat malam semakin larut, jadi ia terpaksa mengiyakan permintaan Bosnya. Mungkin nanti ia akan mengabari putranya juga. Agar Haikal tidak cemas.
"Silahkan, Sabrina!" Rayhan membuka pintu, agar Sabrina masuk terlebih dulu.
Sabrina agak bergeser kesamping, hinga tubuhnya mentok sampai batas pintu. Ia duduk dengan tenang, sesekali memalingkan wajah kesamping.
Ehem!! Lagi-lagi deheman Rayhan memecah keheningan yang tercipta. Edward fokus dengan kemudinya, sementara dua orang dibelakang larut dalam lamunannya masing-masing.
"Oh ya, dimana rumah kamu Sabrina?" Akhirnya Rayhan memberanikan diri untuk bersuara.
Sabrina menoleh sekilas, "Komplek belakang Swalayan Mega Sentra, Pak Rayhan."
Rayhan manggut-manggut. Ia lalu menoleh kembali. Jantungnya sejak tadi tampak berdetak kuat, hingga Ac dalam mobil itu semakin terasa menusuk tulangnya. "Oh ya, kemarin sepertinya kamu izin? Kenapa tidak kamu kasihkan pada saya?!"
Sabrina spontan merasa tegang. Ia berpikir sejenak sambil berkata, "Apa peraturannya sudah berubah, Pak?"
"Iya, lain kali kalau kamu mau izin, kirimkan saja pada saya!" pekik Rayhan. Ia akan lebih tenang, jika tahu apa yang terjadi dalam kehidupan Sabrina.
"Apa berlaku untuk seluruh karyawan?" Sabrina memastikan dengan memicing. Karena ia tidak ingin bekerja terlalu dekat dengan Bosnya. Ia takut, hal itu akan membuat para rekannya menjadi salah paham.
Rayhan spontan gelagapan. Ia merasa sedang terintimidasi dengan tatapan Sabrina saat ini. "Em, i-iya! Iya, memang seperti itu. Berlaku untuk seluruh karyawan!"
Edward spontan melayangkan tatapan protes melalui kaca didepannya. Namun belum sampai ia berkata, Rayhan sudah menajamkan matanya terlebih dulu.
"Oh, baik Pak! Lain kali kalau saya mau ijin, saya bilang saja sama Anda langsung." Sabrina kembali menatap depan. Pikirnya, mungkin peraturan baru saja terubah.
"Mana nomor whatsaap mu? Agar saya tau, jika itu momor kamu. Karena banyak sekali nomor-nomor karyawan lain. Jadi biar saya tidak bingung membedakan." Dalih Rayhan. Kini dalam hatinya tampak bersorak ramai, ketika Sabrina sudah akan mengambil ponsel dalam tas itu.
Sementara didepan, Edward sejak tadi senyum-senyum sendiri, merasa aneh dengan sikap Bosnya.
'Ternyata Mbak Sabrina yang Tuan suka?! Ya elah Tuan, rupanya ada juga wanita yang mampu mencairkan sikap dingin Anda!' Edward semakin cekikikan sendiri merasa gemas.
"Edward, fokus menyetir! Jangan senyam senyum sendiri!" hardik Rayhan. Ia tahu, jika sedang diledek oleh Asistennya itu.
Mobil melaju cepat, hingga kini sudah berhenti tepat di depan pagar rumah kontrakan Sabrina.
"Sebentar, biar Edward yang membukakan!" Reflek tangan Rayhan menahan lengan Sabrina.
Sabrina seketika menoleh, dan tangan Rayhan langsung terlepas dari tanganya. Sabrina tersenyum lembut sambil berkata, "Tidak perlu! Saya juga sama seperti karyawan lainnya. Saya bisa membuka sendiri!".
Rayhan juga ikut turun. "Terimakasih, Pak Rayhan! Saya masuk dulu," Sabrina menunduk segan, lalu segera masuk kedalam.
Rayhan masih menatap lamat, hingga pintu rumah Sabrina benar-benar tertutup sempurna. "Ini nggak ada basa basi mampir, atau kek gimana gitu?!" gumam Rayhan sendiri.
Edward spontan menepuk jidatnya. "Tuan, mungkin salah satu alasan Mbak Sabrina ... Ia segan dengan statusnya yang belum jelas," sahut Edward.
Rayhan menghela nafas dalam, lalu segera masuk kedalam. Mobil mewah itu perlahan melaju, hingga meninggalkan kediaman komplek Sabrina.
*
*
Pada saat belokan, Haikal tampak memicing, kala bersimpangan dengan mobil yang tak asing lagi baginya. Ia menghentikan motornya, hingga badanya menoleh kebelakang.
Dari warna, plat nomor, itu menunjukan mobil mewah milik Pak Pambudi, Ayah Irene.
"Itu bukanya mobil Om Pambudi? Ngapain dia dari komplek sini? Apa Irene memiliki kerabat dekat sini?" Tidak mendapat jawaban yang semestinya, Haikal langsung kembali melanjukan motornya untuk pulang.
Sabrina membolakan mata kagum, kala melihat berbagai olahan makanan sudah ada di atas meja tertata rapi. Ia sempat berfikir, apa mungkin putranya yang memasak? Jawabanya pasti tidak! Tapi, darimana hidangan sebanyak itu?
Begitu mendengar suata motor Haikal sudah tiba, Sabrina lantas begegas keluar.
"Masakan sebanyak itu?" Sabrina menatap penuh tanya.
"Coba saja dulu Mah! Haikal yakin, Mamah pasti bahagia jika tau siapa yang masak," Haikal berjalan mendekat, lalu mengajak Ibunya masuk kembali.
Begitu mereka tiba didepan meja makan, Sabrina langsung mencicipi telur balado itu. Mata Sabrina berbinar, seolah sudah tahu itu masakan siapa.
"Kamu habis dari rumah?" Sabrina meletakan sendok makannya.
Haikal mengangguk, lalu menggeser kursi untuk ia duduki. "Aku disuruh Mbak Nur makan, tapi Haikal nggak mau. Di rumah ada ular, jadi aku suruh Mbak Nur buat bungkus saja."
Sabrina juga ikut duduk disana. Dahinya berkerut, tampak tertarik dengan salah satu kalimat sang putra. "Wanita ular? Siapa, Sayang?"
"Selingkuhan Papah sekarang tinggal di rumah, Mah! Sudah aku maki habis-habisan dia. Jika saja dia pria, pasti sudah aku ajak baku hantam!" Jelas sekali dari sorot mata Haikal, jika ia memang benar-benar merasa geram.
"Sudah, Sayang ... Biarkan saja! Itu rumahmu, jadi kamu bebas mau ngapain saja! Papahmu juga pasti tidak akan berani memarahimu." Sabrina mengusap lengan putranya, memberi semangat pada Haikal, agar lebih kuat menjalani kehidupan.
...lanjut thor 💪🏼
di tunggu boncapnya thor lanjut.
lanjut thor💪🏼