[Cerita ini hanyalah khayalan Author sahaja, maklum masih pemula.]
Mengisahkan tentang seorang pekerja keras yang rela mengorbankan segalanya demi menyelesaikan tugasnya. Namun, karena terlalu memaksakan diri, dia tewas di tengah-tengah pekerjaannya.
Namun takdir belum selesai di situ.
Dia direinkarnasi ke dunia sihir, dunia isekai yang asing dan penuh misteri. Sebelum terlahir kembali, sang Dewa memberinya kekuatan spesial... meskipun Rio sendiri tidak menyadarinya.
Tujuan Rio di dunia baru ini sederhana, ia hanya ingin melakukan perjalanan mengelilingi dunia, sesuatu yang tak pernah ia lakukan di kehidupan sebelumnya. Tapi tanpa disadarinya, perjalanan biasa itu akan membawanya ke takdir besar…
Di masa depan yang jauh, Rio akan berdiri sebagai sosok yang menentang Raja Iblis Abyron.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KHAI SENPAI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kita berdua adalah Rival
Skill Suci Aktif: Eyes of Light... Divine Restoration!
Cahaya suci meledak dari langit, bagaikan sinar harapan yang membelah gelapnya kehancuran. Di tengah puing-puing arena yang nyaris hancur oleh amukan kekuatan Abyron, sinar itu turun perlahan... menyelimuti dunia dengan kelembutan ilahi. Hangat. Damai. Murni.
Tubuh-tubuh para pahlawan yang sebelumnya terkapar, sekarat dan putus asa, perlahan bergerak. Luka-luka mereka menghilang dalam sekejap, energi pulih bagaikan badai yang reda, dan mata-mata yang nyaris padam kini kembali bersinar dengan semangat.
"Ini... apa yang terjadi?" bisik Yuuto, matanya terbuka lebar, tak percaya dengan keajaiban yang disaksikannya.
Arisa Yukino memandang kedua tangannya, yang barusan saja hangus terbakar. Ia menggigit bibirnya.
"Ini... sihir pemulihan tingkat... dewa? Tidak mungkin..."
Lebih dari itu. Tanah yang sebelumnya retak, arena yang penuh luka perang, dan udara yang digelayuti aura jahat... semuanya kembali seperti semula. Seakan waktu diatur ulang, demi menghapus jejak kelam yang ditinggalkan Abyron.
Dari langit, sosok berdiri di balik cahaya.
Siluet itu perlahan turun, rambutnya berkibar pelan di tengah pancaran cahaya suci. Matanya menyala dengan simbol bercahaya, simbol suci yang memancar dari Eyes of Light.
Itu Rio.
Tapi bukan Rio yang sama seperti sebelumnya.
Kini ia berdiri sebagai sesuatu yang lebih tinggi. Lebih agung. Lebih... tak tergapai.
Semua mata tertuju padanya...takjub, terdiam, terpesona.
Ketika kakinya menyentuh tanah, auranya meredup perlahan. Hanya hembusan angin lembut yang tersisa, berputar di sekelilingnya, seakan dunia memberi penghormatan.
Rio melangkah maju dengan langkah tenang. Di depannya, Raja Ragnar yang barusan terluka, kini sedang dibantu berdiri oleh para pengawal.
Rio menunduk ringan, tangan kanan diletakkan di dada dengan penuh hormat.
"Apa Paduka tak apa-apa?" tanyanya, suaranya lembut namun tegas, ada kekhawatiran nyata di dalamnya.
Raja Ragnar menatapnya, mata yang masih diselimuti keterkejutan...tapi kini ada kilau rasa kagum di dalamnya.
"Ya, aku tak apa-apa," ucapnya pelan, mengelus janggutnya sambil tersenyum kecil. Bangsawan dan penjaga di sekelilingnya menghela napas lega, menyaksikan sang Raja tetap tegak berdiri meski dunia hampir runtuh barusan.
Putri kerajaan, yang duduk di kursi kehormatan, menatap Rio dari kejauhan. Wajahnya merah padam, antara kagum, cemas, dan sesuatu yang bahkan dirinya pun tak bisa jelaskan.
Raja Ragnar melangkah mendekat. Langkahnya berat, namun mantap. Ia berdiri tepat di depan Rio yang masih kelelahan.
Kemudian...
"Rio... maukah kau menikahi putriku?"
Hening.
Sangat hening.
Seolah dunia berhenti berputar.
Rio menegang. Matanya membelalak. Putri kerajaan pun menutup mulutnya dengan tangan, wajahnya seperti akan meledak.
"Ehh...EEEHHH!?" seru Rio kaget, tubuhnya hampir jatuh mundur.
Penonton mulai berbisik. Sebagian bersorak pelan. Bahkan Nero, yang baru sadar dari pingsan, hanya bisa memicingkan mata tak percaya.
"Apa aku sedang mimpi?" gumamnya.
Putri Elvaria menggenggam dadanya erat, wajahnya terbakar malu. Namun... senyuman kecil juga muncul di bibirnya, tak bisa disembunyikan.
Raja Ragnar tertawa pelan.
"Hahaha... wajahmu itu sangat jujur, anak muda."
Rio mengangkat tangan, wajahnya memerah habis, tubuhnya sedikit gemetaran.
"T..Tunggu! Aku belum cukup umur untuk itu!!" serunya gugup.
Raja mengangkat alis.
"Oh ya? Umurmu berapa sekarang?"
Rio menarik napas. Ia berusaha tegap, meski seluruh ototnya kaku.
"L..Lima belas! Dan aku... aku akan masuk akademi di kerajaan sebelah!"
Beberapa bangsawan menahan tawa, yang lain hanya tersenyum maklum. Sang Permaisuri menatap Rio dengan sorot lembut, seperti melihat anak yang baru pertama kali dipaksa memilih jalan takdir.
Raja menyilangkan tangan. Pandangannya tajam namun santai.
"Masih muda, ya? Tapi sudah cukup berani untuk menolak langsung di hadapan Raja. Menarik..."
Ia mendekat.
Kemudian membungkuk pelan, berbisik di telinga Rio:
"Kalau begitu... apa tunangan dulu bisa?"
Rio membeku. Matanya membulat.
Jantungnya berdetak seperti genderang perang. Keringat dingin mengalir.
"E..Eh...?"
Mulutnya terbuka... dan tanpa sadar, suara keluar lebih cepat dari logika.
"Ya ampun... ya udah deh... tunangan dulu aja..." katanya lirih.
Raja tertawa besar, lalu mengangkat tangannya tinggi-tinggi.
"Mulai hari ini, aku umumkan bahwa anak ini... Akagami Rio, akan menjadi tunangan dari putriku!"
Arena meledak dalam sorak-sorai.
Tak lama kemudian, dari balik pilar istana, seorang gadis muncul melangkah perlahan.
Langkahnya anggun, gaunnya bergemerlap seperti embun pagi, rambutnya panjang berkilau keemasan, dan mata safirnya bersinar tenang.
Putri Elvaria Caelthina.
Ia berhenti di depan Rio, lalu membungkuk kecil sambil tersenyum manis.
"Namaku Elvaria Caelthina. Senang bertemu denganmu, Akagami Rio."
Rio hanya bisa menatapnya kosong. Dalam hati, ia belum tahu... apakah ini keberuntungan luar biasa, atau awal dari bencana.
Beberapa saat kemudian...
Rio melangkah maju, berdiri tegak di depan Raja.
"Anu... Paduka, bolehkah aku minta izin untuk pergi ke Kota Veltrana?" ucapnya.
Raja menyipitkan mata.
"Veltrana? Kau ingin melarikan diri setelah dilamar?"
"Eh!? Tidak! Aku cuma... mau bertemu guruku..." jawab Rio cepat, melambaikan tangan panik.
Raja terdiam, lalu tersenyum kecil.
"Begitu ya... Hm. Kapan kau ingin berangkat?"
Rio menggenggam erat jubahnya, wajahnya mantap.
"Sekarang juga."
"Sekarang?" Raja terkejut.
"Dan... aku akan masuk akademi di sana." tambah Rio.
Raja Ragnar tertawa pelan.
"Kebetulan sekali. Aku juga berencana menyekolahkan putriku di sana."
Sekali lagi, para bangsawan gaduh. Elvaria menatap Rio dengan tatapan... penuh arti.
Lalu...
"Rio." Sebuah suara muncul dari samping.
Nero...rambut acak-acakan, tapi sorot mata menyala terang.
"Aku juga akan pergi ke sana. Tapi sebelum itu, aku harus menjadi lebih kuat."
Ia mengepalkan tinjunya.
"Karena aku akan menjadi Assassin terkuat dalam sejarah!"
Rio tersenyum.
"Kalau begitu..."
Ia membalik badan, mulai berjalan perlahan.
"Kita akan bertarung lagi suatu hari nanti."
Ia menoleh setengah, menatap Nero.
"Karena kita berdua... rival!"
Nero tersenyum. Sebuah senyum yang menyimpan satu hal:
Petualangan mereka... baru saja dimulai.
lanjut