Adhya Kadhita Megantari,
sedang menikmati masa jomblonya,tenang tanpa ada gangguan dari para pria.
Nyatanya ketenangan hidupnya harus diganggu oleh playboy macam Hasabi Laka Abdullah.
Tiba-tiba tanpa ada aba-aba.
Gimana gk tiba-tiba, kalau pada pertemuan pertama Papa Desta memaksa menikahkan Adhya dengan Laka.
mau gk yaa?
Yuk, baca cerita pertama saya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sayidah Syifaul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lampu hijaunya dah nyala.
Laka masih mengingat percakapan dengan Adhya kemarin.
Kenapa kamu baik benget sama mama, padahal mama sangat tidak menyukaimu?
Mama bukannya tidak menyukaiku, tapi mama belum menyukaiku. Seperti kamu yang belum mencintaiku padahal kamu tau perasaanku. Seperti itu, juga Adhya, bukannya mama tak merestui, ia hanya belum merestui.
Yakin banget, kamu. Padahal kamu belum tau.
Yakin! Coba kamu lihat kesana... (Laka menunjuk arah barat, terlihat ada musholla rumah sakit disana.) ada apa coba?
Musholla?
Ke barat, lagi,
Mimbar?
Jauh ke barat lagi,
Apa?
Ada kiblat. Kita yakin kalau kita menghadap kiblat. Baitullah yang kita jadikan arah untuk menghambambakan diri pada-Nya. Kita bahkan belum tau wujudnya kalau ka'bah ada di sana, namun kita selalu menghadap sana. Dan kalau sudah saatnya, kita akan kesana sama sama. Gimana Adhya?
Ada senyum di bibir Adhya.
Seperti itu pula keyakinanku pada restu mama. Ada! Hanya saja aku belum berhasil mendapatkannya. Karena ada kekuatan darimu yang membuatku yakin pada adanya restu itu.
Sekarang ia tengah menuju ke rumah sakit, setelah Mama Vina dibawa ke rumah sakit kemarin dan akan dioperasi hari ini. Dan Laka sudah berjanji akan menemani Adhya di sampingnya.
Sebelum pukul satu siang ia harus sudah sampai.
Laka langsung mencari ruang operasi, karena sesampainya ia di ruang inap Mama Vina, ruangan itu sudah kosong.
"Adhya," panggil Laka setelah sampai di depan ruang operasi.
"Maaf telat,"
"Nggak, kok. Mama baru aja masuk,"
Lalu mereka berdua duduk. Menunggu hingga operasinya selesai. Papa Desta dan renata juga ada di sana.
Sementara Bunda Maya dan Ayah Hafiz belum datang. Laka melarangnya, nanti saja kalau Mama Vina sudah siuman dan bisa menemui orang. Sepertinya malam nanti mereka akan datang.
Satu jam.
Dua jam.
Lalu Mama Vina kembali dipindahkan ke ruang rawat inap.
"Jangan dulu dikasih makan ya, mbak. Nanti malam baru boleh makan. Sementara ini, minum air putih dulu." ucap perawat yang memindahkan Mama Vina ke ruang rawat inap.
"Baik, sus," Adhya mengangguk.
Mama Vina bahagia, di saat seperti ini, kasih sayang keluarganya membuatnya begitu bahagia. Kehangatan itu, hanya ia dapatkan di sisi mereka, Adhya, Renata, dan Papa Desta.
Sementara ketiganya di dalam, Laka menunggu di luar. Tetap menjaga perasaan Mama Vina.
Cklek!
Pintu terbuka. Renata keluar dari sana.
"Kak, kata Kak Adhya, Kak Laka pulang dulu aja nggak papa. Kak Adhya belum bisa ninggalin mama keluar katanya. Dari pada Kak Laka kelelahan, kan. Kalau mau jenguk nanti malem aja". Renata menyampaikan pesan dari Adhya pada Laka.
"Kakak disini aja nggak papa," kata Laka.
"Emang kakak nggak kerja?" Renata bertanya.
"Kerja, nih." jawab Laka dengan menunjukkan layar ponselnya. Ia tengah bekerja rupanya.
"Yaudah, deh. Renata masuk dulu." Renata berbalik akan meninggalkan Laka masuk.
"Eh, kamu ,kakak ,sama papa udah makan siang?" tanya Laka. Ia belum sempat menanyakannya tadi. Ia juga ikut deg deg an, soalnya.
"Belum,"
"Mau makan apa?"
"Terserah, deh kak, yang penting bisa dimakan."
"Ok"
Laka beranjak untuk membelikan mereka makan siang.
...****************...
Matahari mulai bersembunyi, terganti dengan bintang dan bulan yang menghiasi gelanya langit.
Setelah pulang sore tadi, kini Laka membawa kedua orang tuanya untuk membesuk mertuanya di rumah sakit.
Dan ternyata, bertepatan dengan itu, Laka berpapasan dengan Fares dan Kania di lobi. Laka dan Fares, saling melirik, namun tak saling menyapa. Ada rasa cemburu yang menyeruak di hati Laka. Tapi ia diam saja. Tampak tak terhormat kalau ia tiba tiba menyuruh Fares untuk pergi.
"Laka," Kania yang menyapa, ia baru sadar kalau yang berada di sampingnya adalah Laka.
"Iya ," Laka balik menyapa ramah,
"Mau jenguk mamanya Adhya?"
"Iya,"
Kania menyalimi Bunda Maya dan ayah Hafiz ,
"Kania ,Om ,tante," Ia memperkenalkan diri.
"Temennya Adhya ?"
"Iya,"
Fares juga ikut memperkenalkan diri dan menyalimi mereka. Menunjukkan sikap sopannya.
Mereka, pun masuk bersamaan. Tak termasuk Laka ,karena ia hanya berani menunggu di luar. Cemburu ,iri ,karena Fares saja bisa masuk menjenguk Mama Vina .sedangkan ia ,padahal ia adalah menantunya tapi ia hanya bisa mendoakan tanpa bisa menyapa.
Hatinya gundah ,mungkin kalau saat ini Mama Vina bisa memilih, ia akan sangat mungkin memilih Fares sebagai menantunya daripada Laka. Membayangkannya saja Laka sudah tak sanggup.
Cklek!
Pintu terbuka menampakkan wajah istrinya yang sedikit nongol keluar.
"Masuk, Lak," Adhya melambaikan tangannya. Mengajak Laka untuk masuk.
Laka menunjuk dirinya sendiri.
"Iya, dicari mama, tuh," ucap Adhya yang kemudian masuk lagi ke dalam.
Yes! Dia tak akan lagi iri pada Fares kalau udah diperbolehkan masuk oleh mertuanya.
Laka masuk perlahan. Menghampiri mertuanya yang terbaring lemas di atas brankar. Dan kali ini Mama Vina tak lagi memalingkan pandangan dari Laka. Ia menatapnya, belum ada rasa suka dari raut wajah yang ia pancarkan, namun jelas, kalau rasa bencinya kali ini sudah menghilang.
Laka tersenyum canggung. " mama gimana, sekarang,?"
"Alhamdulillah, Laka. Terima kasih, kamu sudah menyelamatkan mama,"
Laka tersenyum." Allah yang menyelamatkan mama, Laka hanya perantaranya,". Perantara yang kesekian kalinya, dari tangan dokter, dari guru yang mengajarkan pada dokter, dari orang tua yang sudah melahirkan dokter itu, dan seterusnya.
"Kamu jangan lukai anak mama," Mama Vina meneteskan air mata sambil mengucapkannya.
Selama ini, Mama Vina hanya takut kalau Laka menyakiti anaknya. Seorang playboy, pasti gampang tertarik pada gadis lain, yang mungkin akan lebih cantik, lebih pintar, dan sederajat dengannya. Keadaan ekonomi keluarganya yang berada jauh di bawah keluarga Laka, selalu membuatnya terbelenggu dalam rasa takut. Takut yang lemah akan ditindas.
Namun sepertinya, ia kurang mempercayai ketebalan mental putrinya, kurang mempercayai cinta menantunya, kurang percaya pada tuhan yang akan selalu melindungi putrinya.
Tapi hari ini, ia akan tepis semua rasa itu, mencoba mempercayainya. Karena putrinya!
"Saya akan berusaha sekuat mungkin," jawab Laka tegas. Karena ia tak bisa menjamin Adhya tak akan terluka, namun jika Adhya terluka, Laka juga akan jadi obatnya.
Kullu syai'in biyadillah . Segala sesuatu itu atas kuasa Allah.
Laka menggenggam tangan Adhya. Kepercayaan Mama Vina hari ini sangat membuatnya bahagia. Ia tak akan lagi ragu melangkah. Kiblat itu sudah mulai terlihat. Waktu kita melihatnya..... Tak akan lama lagi.