Kesedihan Rara mencapai puncak hanya dalam waktu satu hari.
Setelah orang tuanya batal menghadiri acara wisudanya, Rara malah mendapati kekasihnya berselingkuh dengan sepupunya sendiri.
Rara mendapati kenyataan yang lebih buruk saat ia pulang ke tanah air.
Sanggupkah Rara menghadapi semua cobaan ini?
Ig : Poel_Story27
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Poel Story27, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jangan Anakku
"Mampuslah kau gadis sialan! Siapa suruh kau berani menantang Sean Richard!" gumam Sean diiringi senyum licik yang menyungging dari bibirnya.
Sean melipat tangan di atas meja kerjanya, ia tersenyum disertai tatapan penuh optimisme. Kini Sean tinggal menunggu kabar dari Sandy tentang kehancuran Paradise Fashion milik Rara.
Tak lama kemudian asisten pribadinya itu datang dengan tergopoh-gopoh. Sandy tampak pucat dengan keringat dingin yang membasahi wajahnya.
Sean langsung berdiri menyambut kedatangan Sandy. "Kau sudah berhasil melaksanakan perintahku? Cepat sekali!"
"Tuan, kau ingin membunuhku, ya!" seru Sandy dengan napas tersengal.
"Apa maksudmu? Aku memintamu untuk menghancurkan Paradise Fashion! Apa sulitnya melakukan itu? Kau tinggal menutup semua stand mereka di mall kita, ancam pemilik mall lain yang mau menampung stand mereka. Tarik semua investor yang menanam saham di perusahaan itu, pindahkan ke fashion glorie dengan imbalan keuntungan 2-kali lipat, dari yang mereka berikan. Tidak ada yang investor yang tidak tertarik menanam saham di fashion glorie. Perkerjaan semudah itu saja kau tidak bisa melakukannya? dasar tidak berguna!" geram Sean.
Sandy mengatur napasnya yang tersengal, juga menahan emosi karena penghinaan Sean.
"Kau gila, Tuan! Kau benar-benar gila! Apa kau ingin uncle Brian menggantungku hidup-hidup? Aku belum mau mati! Paradise Fashion bekerja sama dengan Fashion Glorie. Sekarang perusahaan itu sepenuhnya di bawah perlindungan Fashion Glorie, perusahaan itu tidak tersentuh. Silahkan jika kau ingin melanjutkan kegilaanmu, aku masih sayang dengan nyawaku," geram Sandy, ia kemudian meninggalkan ruangan bossnya itu tanpa permisi.
Sean melotot kesal karena Sandy pergi begitu saja.
"Aarrgghh ... Apa yang sudah dilakukan wanita laknat itu pada orang tuaku! Mengapa dia tiba-tiba bekerja sama dengan perusahaan keluargaku!" Sean menggeram, ia menjatuhkan semua yang ada di meja kerjanya.
"Ciihh ... dilindungi fashion glorie. Tapi ini hanya sebentar, aku akan meminta ayah untuk membatalkan kerja sama itu. Mungkin karena ayah berpikir dia adalah calon menantunya, makanya ayah ingin membantu paradise fashion agar semakin besar," gumam Sean.
Sean menghela napas berat. "Aku tidak punya pilihan, aku menceritakan semuanya kepada ayah. Aku harus jujur, aku akan mengatakan hubunganku dengan wanita laknat itu hanya sandiwara, agar ayah mengurungkan niatnya untuk meminang wanita laknat itu sebagai menantu."
***
Paradise Fashion.
Rara terlihat tidak tenang, ia lebih banyak melamun. Rara terus kepikiran dengan ancaman Sean, ia tahu pria gila itu tidak akan main-main dengan ancamannya. Pernah sekali Sean menyentil perusahaan Rara, dan itu langsung membuat perusahaannya kelimpungan.
Tapi bukan itu yang Rara khawatirkan, Rara tidak peduli walau perusahaannya harus gulung tikar sekali pun.
Rio, yang Rara khawatirkan adalah anaknya itu. Rio masih terlalu kecil, Rara takut Sean membawa Rio ke dalam masalah ini. Sungguh Rara tidak ingin anaknya itu mendapat masalah, sudah cukup dirinya mendapat cobaan bertubi-tubi. Cukup, jangan ada penderitaan untuk Rio. Rara tidak akan kuat melihat melihatnya.
Luna dapat melihat kerisauan di wajah Rara, ia menghentikan pekerjaannya, lalu menghampiri Rara di meja kerjanya. Luna duduk di kursi depan meja Rara.
"Jangan kamu pikirin, Ra! Apapun yang akan dilakukan Sean Richard itu, kita hadapi sama-sama. Memang mereka adalah keluarga berkuasa, tapi kita juga cukup kuat. Stand kita sekarang bukan cuma di mall milik keluarga mereka. Tapi jika memang mereka menggunakan seluruh kekuasaan mereka untuk membuat kamu hancur, kita bisa pindah dari sini untuk menjauh dari pria iblis itu," ucap Luna penuh haru.
"Bagaimana dengan Rio, Lun! Dia masih terlalu kecil untuk menyaksikan kehancuran mamanya," isak Rara.
Wina masuk ke ruangan Rara, dengan membawa beberapa berkas untuk di tanda tangani. "Nona, berkas ini harus segera ditanda tangani, ia adalah anggaran untuk pembelajaan bahan baku bulan depan."
Rara mengambil berkas tersebut dari Wina dan langsung mendandatanganinya. Rara tidak membacanya dengan teliti seperti biasanya, mungkin karena pikirannya terlalu kacau.
Setelah selesai membubuhkan tanda tangan, Rara mengembalikan berkas tersebut kepada Wina.
"Terima kasih, Nona! Saya permisi!" ujar Wina yang dijawab anggukan Rara.
Wina beranjak meninggalkan ruang kerja Rara, ia sempat menoleh ke arah Rara sebelum keluar.
'Maafkan aku, Nona! Tapi semoga saja yang aku lakukan ini benar,' gumam Wina merasa bersalah.
Luna mengenggam erat tangan Rara. "Jangan terlalu mengkhawatirkan Rio, keponakanku itu adalah anak yang hebat. Dia anak yang tegar seperti mamanya, tidak akan terjadi satu hal buruk pun padanya. Dan suatu saat nanti ia akan menjadi pembela yang hebat untuk mamanya." Luna sampai meneteskan air mata saat mengatakan ini.
"Iya, Lun! Sekarang semua kemungkinan terburuk bisa menghampiri kita, jadi bersiaplah," ucap Rara.
"Kita hadapi, Ra!" sahut Luna singkat. Namun, ada keteguhan sekeras karang di mata sahabatnya itu.
Rara berdiri dari tempat duduknya. "Aku mau ke sekolah Rio."
"Kamu hati-hati, Ra! Jangan melamun di jalan." Luna mengingatkan.
Rata tersenyum tipis. "Iya ..."
***
Rara langsung ke sekolah Rio. Semua ketakutan dan kekhawatirannya, menghilang begitu saja saat melihat wajah ceria Rio. Rara berjongkok menyambut putranya itu dengan pelukan.
Rio melepas pelukan mamanya, anak kecil itu dapat melihat sirat kesedihan di mata mamanya.
"Mama kenapa sedih? Rio buat salah lagi ya, Rio bikin mama sedih lagi," ujar Rio dengan polosnya.
Rara meneteskan airmata kerena terharu mendengar ucapan anaknya. "Nggak, Sayang! Rio nggak buat mama sedih kok, mama baik-baik aja. Mama nangis bahagia karena anak mama sudah besar dan menjadi anak yang pintar sekarang."
Rio tersenyum senang. "Mama jangan nangis lagi, kalau sudah besar nanti Rio akan jagain Mama dari orang-orang jahatin Mama," ucapnya
Rara tertawa kecil. "Iya Sayang! Cepatlah besar dan menjadi anak hebat, anak kebanggaan Mama." Rara mengecup kening putranya itu.
"Dian ke mana?" tanya Rara.
"Dian nggak masuk sekolah, Dian pergi ke rumah neneknya," jawab Rio.
Rara mengernyitkan dahi saat sorot matanya menangkap jam tangan, yang ada di pergelangan Rio. Rara tahu jam tersebut bukanlah pemberiannya.
Rara meraih lengan kecil putranya. "Kamu dapat ini dari mana Sayang? Rio mencuri? Itu nggak baik sayang! Mama bisa belikan jam seperti ini kalau Rio mau, sekarang ayo kita kembalikan jam ini."
"Rio nggak mencuri Mama! Tadi ada oma yang ngasih jam ini. Oma itu baik, sama opa juga," ujar Rio.
"Oma dan Opa siapa sayang?" tanya Rara heran.
Rio mengingat-ingat nama perempuan yang memberinya jam tangan itu, Neneknya pernah menyebut nama perempuan itu saat di apartemen. "Oma Lidya dan opa ...."
Rio mengelengkan kepalanya. "Tapi Rio nggak tahu nama opa itu!"
"Lidya ...," gumam Rara.
'Bukankah itu nama ibunya Sean, ini orang yang sama atau hanya kesamaan nama, tapi jika dipikir-pikir bisa saja ibunya Sean, jika mengingat masalah tadi. Tapi apa yang membuat ibunya menginginkanku sebagai menantunya? Bahkan sampai menemui anakku,' batin Rara.
Rara meghela napas, ia menatap ke dalam mata putranya. Tidak ada sirat kebohongan di sana. Rara percaya dengan ucapan anaknya, tapi ia tidak tahu apa sebabnya.
Bersambung.
Jangan lupa tinggalkan like vote dan komen ya!