•Sinopsis
Bagaimana jika dua insan yang tak saling kenal di satukan dalam sebuah ikatan pernikahan?
Keduanya hanya beberapa kali bertemu di acara-acara tertentu. Dan pada akhirnya mereka harus terbiasa bersama tanpa adanya sebuah rasa.
Tak terbersit di benak mereka, bahwa keduanya akan terikat oleh sebuah janji suci yang di ucapkan sang pria di depan para saksi.
Akankah keduanya bertahan hingga akhir? Atau malah berhenti di tengah jalan karena rasa cinta yang tak kunjung hadir?
Penasaran sama endingnya? Yuk ikutin ceritanya!..
Happy reading :)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yp_22, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
"Gue mau pulang."
Michael yang awalnya menunduk langsung mengangkat kepalanya dan menatap Viona dengan kaget.
"Enggak-enggak, kamu gak boleh pulang. Ini semua salah saya, saya yang membuat kamu jadi sakit begini. Jadi sudah seharusnya saya bertanggung jawab dengan mengurusi kamu. Kalo kamu pulang bagaimana saya mengurusi kamu. Lagian juga kita sudah menikah, apapun yang terjadi.. kamu tetap tanggung jawab saya."
"GUE TAU GUE UDAH NIKAH DAN UDAH JADI TANGGUNG JAWAB LO!! TAPI GUE GAK MAU KALO HARUS DI GINI'IN!. Gak papa kalo emang lo gak ada waktu buat nanyain kabar gue gimana setiap hari nya, tapi gue mau.. pas gue minta tolong sama lo, lo ada buat nolongin gue. Kata papah lo itu orang yang perhatian, orang yang bertanggung jawab. Tapi yang gue liat, lo itu acuh sama keadaan sekitar, bahkan sama istri lo sendiri. Gue gak mau tinggal disini.. gue mau pulang.. gue mau ketemu mamah.. gue kangen di masakin sop bening pas gye lagi sakit kayak gini.."
Tanpa dapat di tahan, satu butir kristal bening meluncur sempurna melewati pipi mulusnya
Michael tertegun. Sebelum ini ia tak pernah melihat Viona menjatuhkan air mata di hadapannya. Tapi sekarang ia melihat dengan mata kepalanya sendiri. Dan gadis itu kini menangis karenanya..
Perlahan Michael duduk di sebelah Viona di atas ranjang dengan posisi menghadap ke arah Viona yang kini berusaha menghapus air matanya.
Tangannya terangkat dan membawa Viona ke dalam pelukannya.
Tak ada paksaan dalam pergerakannya. Ia hanya diam dengan tangan yang tak berhenti bergerak mengelus kepala Viona mencoba menenangkan.
Viona yang merasakan pelukan penuh ketulusan dari Michael hanya menyandar pasrah pada dada bidang suaminya.
Tangisnya masih berlanjut, namun tak ada isakan yang keluar. Hanya air mata yang taj berhenti mengalir dari kedua pipinya dan membasahi baju kaos yang di kenakan Michael.
Hingga beberapa menit kemudian, Michael merasakan deru nafas Viona yang mulai teratur tanda gadis itu tertidur karena kelelahan menangis dalam dekapannya.
Dengan perlahan ia membaringkan tubuh Viona tanpa membuat Viona terganggu dengan pergerakannya.
Tangannya bergerak menarik selimut dan menyelimuti Viona hingga sebatas leher.
Di pandanginya wajah Viona yang masih sedikit pucat. Tangannya terangkat dan menghapus sisa-sisa air mata di pipi gadisnya itu.
"Maaf udah bikin kamu nangis. Tapi mulai sekarang saya janji, saya akan memprioritaskan kamu.”
Ia menoleh ke arah nakas dan menemukan resep obat yang belum ia tebus. Ia tak mungkin meninggalkan Viona di saat kondisinya seperti ini. Akhirnya ia memutuskan untuk meminta asisten pribadinya untuk menebus obat.
Setelah selesai menghubungi asisten nya dan mengirimkan resep obat yang harus di tebus Michael berjalan keluar menuju lantai satu.
Sesampainya di lantai satu, ia langsung menuju sebuah ruangan yang ada di pojok—dapur.
Ia akan memasak sup bening untuk Viona sambil menunggu asisten pribadinya datang mengantarkan obat yang harus di minum oleh Viona.
Sekitar setengah jam kemudian, Michael sudah menyelesaikan acara masaknya dan bertepatan dengan itu, syara bel terdengar.
Ia segera berjalan menuju pintu dan mengambil kantong plastik berisi obat dari asisten nya.
Tanpa memperdulikan Leon yang tampak kebingungan, Michael langsung menutup pintunya dan berjalan menuju dapur.
Dengan cekatan ia mengambil sebuah nampan dan meletakan satu mangkuk sup bening, satu gelas air putih, satu gelas teh manis yang masih mengepulkan sedikit asap. Jangan lupakan piting kecil berisi beberapa obat yang sudah di buka.
Dengan langkah cepat namun hati-hati, ia berjalan menuju kamarnya di lantai dua dengan nampan di tangannya.
Ceklek.
Michael langsung masuk dan meletakan nampan yang di bawanya di atas nakas setelah menyingkirkan beberapa benda yang membuat nakas penuh.
Di lihatnya Viona yang masih tertidur pulas.
Sebenarnya ia tak tega untuk membangunkan Viona, tapi mau bagaimana lagi, gadis nya itu harus makan dan meminum obatnya agar cepat sembuh.
Dengan lembut ia mengusap pipi Viona. "Viona.. bangun dulu, makan terus minum obat. Abis itu kamu bisa tidur lagi" gumam Michael.
Viona yang pada dasarnya tak pernah benar-benar tertidur pulas saat sedang sakit menggeliat dan perlahan membuka matanya yang terasa berat efek menangis.
Michael tersenyum kecil saat melihat Viona yang berusaha bangkit dan bersandar ke kepala ranjang.
Dengan sigap, ia membantu menumpuk bantal di balik punggung Viona agar Viona bisa bersandar dengan nyaman.
Setelah memastikan Viona nyaman dengan posisinya, Michael meraih sup bening dan bersiap menyuapi Viona.
"Buka mulutnya, aa.." ucap Michael mengarahkan sesendok sup yang sudah lumayan dingin.
"Gue bisa sendiri" balas Viona sambil hendak mengambil mangkok dan sendok dari tangan Michael.
Michael segera menjauhkan sendok yang di sodorkan nya saat Viona hendak mengambil alih.
"Biar saya suapi."
Enggan kembali berdebat yang bisa saja menguras tenaga nya, Viona memilih mengalah dan membuka mulutnya menerima suapan.
Suapan demi suapan masuk ke dalam perut Viona, hingga saat sup bening tersisa setengah, Viona menggeleng.
"Kenyang."
Michael tak memaksanya untuk menghabiskan makanan nya. Ia segera menaruh mangkuk pada nampan dan mengambil gelas berisi air putih hangat lalu menyodorkannya pada Viona.
"Minum dulu, abis itu minum obat."
Tanpa membantah, Viona melakukannya dengan segera. Membuat Michael tersenyum tipis melihatnya.
"Ini untuk meredakan pahit pada mulut kamu. Minum selagi hangat" ujar Michael menyodorkan segelas teh manis hangat ke arah Viona.
"Saya ke bawah dulu nyimpen ini" pamit Michael sambil mengambil nampan yang berisi sisa sup dan gelas kosong.
Viona hanya mengangguk sebagai jawaban.
Tak berselang lama, Michael kembali ke kamarnya dan menghampiri Viona di atas ranjangnya.
"Saya mau bicara, boleh?" Ujar Michael sambil menatap Viona yang masih setia menggenggam gelas berisi teh hangat dengan posisi yang tidak berubah.
Viona melirik ke arah Michael dan mengangguk pelan.
Michael tersenyum. "Viona.. saya minta maaf untuk hal yang terjadi semalam, saya terbawa emosi hingga tak menggubris panggilanmu yang meminta tolong."
"Hmm" Viona hanya bergumam menanggapi permintaan maaf Michael.
"Saya juga mau.. memperbaiki hubungan kita. Saya sadar, saya terlalu acuh pada pernikahan kita."
"Syukurlah jika Om sadar."
"Om tau? Dari awal aku gak pernah mikir buat mempermainkan sebuah ikatan pernikahan. Karena aku tahu, pernikahan bukanlah hal yang bisa di permainkan. Sejak akad di laksanakan , sejak itu pula aku mencoba untuk membuka hati aku buat Om, aku selalu merhatiin kebiasaan-kebiasaan Om. Aku hapalin apa yang Om suka dan Om gak suka."
"Tapi saat dua hari lalu Om bentak aku, aku mulai goyah. Aku selalu nanya ke diri aku sendiri, apakah cuman aku yang berniat mempertahankan pernikahan ini?, apa cuman aku yang berniat membuka hati untuk orang yang sudah melaksanakan ijab Qabul di depan para saksi?."
"Enggak Viona.. dari awal saya juga berniat untuk mempertahankan pernikahan ini, tapi saya bingung harus bersikap bagaimana. Saya takut untuk membuka hati saya kembali. Saya takut, jika suatu hari nanti, di saat saya sudah memiliki perasaan kepadamu, saya malah menemukan fakta bahwa kamu tidak pernah serius dengan hubungan kita. Saya takut jika harus kembali terluka."
"Tapi saat mendengar pengakuan kamu barusan, niat saya untuk membuka hati saya untuk kamu sudah bulat. Jadi mulai sekarang, mari saling membuka hati dan mempertahankan pernikahan ini."
Viona tersenyum dan mengangguk dengan pasti.
Melihat anggukan Viona yang tanpa ragu, Michael meraih gelas di tangan Viona dan meletakan nya di atas nakas.
Viona memperhatikan nya dengan raut bingung, namun seketika ia tersentak saat tangannya di tarik ke arah Michael dan tubuhnya di dekap dengan erat oleh lengan kekar milik suaminya.
Butuh beberapa detik untuk ia menghilangkan keterkejutannya, hingga ia memutuskan untuk membalas pelukan Michael.
.
.
.
Meja makan telah terisi oleh beberapa menu buatan Michael.
Michael menatap hasil kerja keras nya dengan puas, dengan segera ia memanggil Viona ke kamarnya.
Kondisi gadis itu sudah jauh lebih baik malam ini, dan tadi ia berkata untuk memanggilnya saat waktu makan malam tiba.
Tok. Tok. Tok.
"Viona.. makan malamnya sudah siap."
"Iya.."
Ceklek.
Michael tersenyum kecil dan mengajak Viona untuk turun bersama.
"Wih.. kayaknya enak nih" gumam Viona saat melihat beberapa menu yang tampak menggugah selera.
Michael hanya tersenyum dan segera mengambilkan sepiring nasi yang di lengkapi lauk pauk yang di masak nya.
Viona menerimanya dengan semangat dan segera melahapnya.
Nafsu makannya memang belum sepenuhnya kembali, namun saat melihat menu yang di masak oleh Michael merupakan menu kesukaannya, tiba-tiba nafsu makannya naik begitu pesat.
"Setelah makan jangan kemana-mana dulu. Saya mau bicara" beritahu Michael.
Viona hanya mengangguk dan melanjutkan acar makannya.
Tak ada yang mengeluarkan suara saat acara makan malam tengah berlangsung.
Setelah selesai, Michael segera membereskan meja makan seorang diri. Awalnya Viona hendak membantu, namun di larang keras oleh suaminya itu. Dan berakhir, Viona kini duduk di tempatnya dengan mata yang terus memperhatikan pergerakan Michael.
Dari mulai menyimpan sisa makanan hingga memasukkan piring kotor ke wastafel dan mencucinya. Semua itu tak lepas dari pandangan Viona.
Michael membasuh tangannya saat ia selesai mencuci piring. Ia berjalan menghampiri Viona di meja makan dan duduk di sebrang sang gadis.
"Viona.." panggilnya.
Viona hany menaikan alisnya seolah bertanya 'ada apa?'.
Michael tampak ragu-ragu untuk melanjutkan ucapannya. Namun bagaimanapun hal ini harus segera ia sampaikan pada gadis yang duduk di hadapannya.
"Dua hari lagi saya ada perjalanan bisnis ke Australia selama satu minggu."
"Baru juga baikan udah mau pergi aja" gumam Viona pelan.
Michael yang mendengar gumaman Viona semakin merasa bersalah.
"Tadinya juga saya mau undur perjalanannya, tapi ternyata gak bisa."
"Selama saya perjalanan bisnis, kamu boleh menginap di rumah orang tua kamu"
Mata Viona berbinar sata mendengar Michael mengatakan bahwa ia di perbolehkan untuk menginap ke rumah orang tuanya. Sudah sedari lama ia menginginkannya, tapi ia tak berani meminta ijin pada suaminya itu.. takut gak di bolehin.
"Seminggu?" Tanya Viona antusias.
Melihat antusiasme Viona saat mendengar kata menginap, Michael tak bisa menahan senyumnya lalu mengangguk sebagai respon atas pertanyaan Viona.
"Kalo gitu sih.. gak papa di tinggal sebulan penuh juga" gumam Viona.
Michael hanya menggelengkan kepalanya mendengar gumaman Viona yang terdengar dengan jelas di telinga nya.
"Om."
"Iya, ada apa?"
"Jangan lupa oleh-olehnya ya.. harus yang bagus pokoknya."
"Enggak. Saya ke sana mau kerja, bukan buat jalan-jalan dan nyari oleh-oleh buat di bawa pulang."
Mendengar penolakan tegas atas permintaannya, Viona merubah ekspresi wajah menjadi manyun.
"Yaudah.."
Selepas mengatakan kalimat berisi kepasrahan nya, Viona bangkit dan beranjak meninggalkan meja makan dengan Michael yang menatapnya sambil menggelengkan kepala yang di iringi dengan sebuah senyuman.
\=°°°•°°°\=
"Viona, biar saya saja yang lanjutkan. Kamu juga harus menyiapkan barang-barang yang akan di bawa menginap kan?"
"Gak papa Om, lagian barang yang mau aku bawa cuman sedikit. Kan baju aku masih banyak yang ada di rumah papah. Mending sekarang Om ke kamar mandi, cuci muka sama gosok gigi, abis itu langsung tidur biar besok gak kesiangan ke bandaranya."
Viona membalas ucapan Michael dengan tangan yang masih sibuk memasukan baju-baju Michael yang akan di bawa ke dalam koper ukuran sedang.
Michael yang berdiri di samping Viona memilih duduk di atas ranjang tepat di sebelah koper yang tengah di bereskan oleh Viona.
Matanya memperhatikan pergerakan tangan Viona yang terlihat cekatan melipat dan memasukan pakainya ke dalam koper hingga terlihat rapi.
Tepat saat Viona selesai menutup resleting koper, tangan Michael segera menarik tangan Vio a ke arahnya sebelum sang gadis beranjak dari tempatnya berdiri.
Viona tersentak, tubuhnya menegang saat ia mendarat di dalam dekapan hangat Michael setelah suaminya itu menarik dengan sedikit kuat tangannya.
Tubuh Viona membeku sata merasakan tangan besar dan hangat Michael melingkari pinggangnya dengan dagu yang di letakan di atas pucuk kepalanya.
"Malam ini kamu tidur di sini ya.."