cerita ini aku ambil dari kisah aku sendiri
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agnura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Eps # hatiku dipatahkan lagi oleh sifat aslinya kak Angga
Hari-hari berjalan seperti biasa.
Pagi datang dengan rutinitas yang sama: alarm yang berbunyi terlalu cepat, udara dingin yang menyeruak dari jendela kamar, dan langkah kaki yang berat menuju sekolah. Sementara itu, Kak. Angga menjalani harinya di tempat kerja. Kami sama-sama sibuk, sama-sama terjebak dalam kesibukan yang lama-kelamaan membuat kami jarang bertemu.
Awalnya aku berpikir, mungkin beginilah cinta dewasa tidak harus selalu bersama, tidak harus selalu bicara. Tapi seiring waktu, keheningan itu mulai terasa aneh. Ada jarak yang pelan-pelan tumbuh di antara kami, seperti dinding tipis yang kian menebal tanpa aku sadari.
sepulangnya aku dari sekolah. ketika aku sedang mengerjakan tugas sekolah, ponselku berdering.
Nama “Kak Angga” muncul di layar.
Jantungku berdegup cepat entah karena rindu, atau karena sudah lama kami tak berbicara. Aku angkat telepon itu dengan senyum kecil di bibirku.
“Hallo, Kak…” ucapku pelan.
Di seberang, terdengar suara ramai. Seperti di tempat nongkrong. Ada tawa, musik pelan, dan… suara perempuan.
“Eh, lagi di mana, Kak?” tanyaku, mencoba terdengar santai.
“Lagi nongkrong aja, sebentar doang kok,” jawabnya datar.
Suaranya tidak sehangat biasanya. Ada nada jauh, dingin, dan malas. Aku mencoba menepis rasa curiga yang tiba-tiba muncul. Tapi sebelum aku sempat bertanya lagi, terdengar suara perempuan lain jelas, lembut tapi menusuk.
“Hei, barusan pacar kamu bawa aku jalan-jalan. Kamu nggak cemburu, ya? Aku tuh suka sama dia.” ucap si cewek tersebut.
Lalu di susul dengan perkataan temannya" heh Angga kamu bodoh banget sih.kamu dalam memutuskan Mey demi cewek kampung ini. Udah bener kamu punya pacar orang kota, mana dia mah cantik, langsing putih lagi kulitnya, udahlah kasih ke aku aja,"
Aku terdiam.
Suara tawa perempuan itu diikuti suara beberapa orang lain yang ikut menggoda. Dan di tengah semuanya, aku masih menunggu ,menunggu Kak Angga untuk menegur, membela, atau setidaknya menenangkan aku. Tapi tidak.
Dia hanya tertawa kecil dan berkata santai, “Udahlah, mereka mabuk, jangan dipikirin.”
Nada bicaranya ringan, seolah tak ada yang salah. Tapi di dadaku, sesuatu terasa patah.
Aku berusaha tenang dan tertawa , tawa yang terdengar sumbang dan getir. “Oh, gitu ya… ya udah deh. Hati-hati pulangnya.”
Aku matikan telepon itu dengan tangan gemetar.
Begitu layar ponsel padam, air mataku langsung jatuh tanpa bisa kutahan. Aku menatap pantulan wajahku di kaca meja belajar , wajah yang tampak asing, penuh luka, tapi masih pura-pura kuat, " ternyata kak Angga artinya seperti itu bagaimana kalau aku menjelaskan kepada ayah dan mama, apalagi mereka sekarang sudah merestui hubungan kita" ucapku sambil nangis
Malam itu, aku menangis tanpa suara.
Bukan karena takut didengar orang rumah, tapi karena rasa sakit itu terlalu dalam untuk diteriakkan. Aku tidak tahu mana yang lebih menyakitkan, ucapan perempuan itu dan teman-temannya, atau ketenangan Kak Angga yang seolah tak peduli.
di malam itu aku bertekad untuk tidak menghubungi Kak Angga lagi. dan aku memutuskan untuk menyendiri dulu sebelum luka di hati ini sembuh
---
Hari-hari berikutnya berjalan lambat.
Aku masih bersekolah seperti biasa, tersenyum di depan teman-temanku, bercanda seolah semua baik-baik saja. Tapi setiap kali membuka ponsel dan melihat nama “Kak Angga”, dadaku terasa sesak. Kami masih sesekali berkomunikasi, tapi semuanya terasa dingin, formal, seperti berbicara dengan orang asing yang dulu pernah aku cintai.
Aku tahu, ada yang berubah.
Dan perubahan itu bukan datang dari aku.
Suatu malam, kak angga menelpon aku dan seperti biasa aku tidak mengangkat sama sekali telepon dari kak Angga, dan dia mengirim pesan ,aku coba memberanikan diri untuk menjawab nya
“dek kaka kangen kamu kangen sama kaka gak?” dengan dinginnya dia bertanya
“Iya, kenapa?” jawabku Dengan lurus
“Kenapa rasanya sekarang kamu beda banget? Kamu kayak nggak peduli lagi sama kakak deh dari tadi telepon kakak nggak diangkat sama kamu. tapi pas kakak kirim pesan kamu bales.”
Butuh beberapa detik sebelum aku menjawab pesan dari dia
“Enggak kok, aku cuma capek aja.”
semoga jawaban itu seperti tamparan halus.buat kak angga Dingin, tapi cukup untuk membuat hatiku agak sedikit tenang, Aku ingin bicara, ingin berteriak, ingin menuntut penjelasan. Tapi apa gunanya memaksa seseorang untuk mencintai kalau hatinya sudah tidak di situ lagi?
Jadi aku diam.
Dan dalam diam itu, aku mulai kehilangan diriku sendiri