Suamiku Bukan Milikku

"Tidak, Marimar! Kita harus bicara sebentar." Lagi dan lagi Anthonio menggelengkan kepalanya, menatap Marimar dengan sendu.

'Aku sangat mencintaimu, Anthonio. Tapi aku tahu betul bagaimana perasaanmu padaku, tentu aku tidak bisa bertahan dengan seseorang yang hati dan cintanya untuk wanita lain. Aku ikhlas melepaskanmu, dan semoga keputusanku ini yang terbaik untuk kita semua.'

Cukup lama dia memandangi wajah Anthonio, kemudian dia beralih menatap sang adik yang berdiri tidak jauh dari tempatnya. Marimar tersenyum manis menatap Maria yang terlihat bingung dengan apa yang Marimar katakan barusan.

Sementara Maria yang ditatapnya saat ini, terlihat jelas kegugupan di raut wajah cantiknya. Jemari tangannya saling meremas penuh dengan rasa takut yang menyelimuti dirinya. Keringat dingin pun mengucur membasahi keningnya, padahal suhu ruangan disana terasa dingin. Tapi, tidak untuk Maria yang sedari tadi terlihat gugup. Maria masih ingat betul dengan wejangan yang diberikan oleh Mommy nya itu bahwa dia harus bersikap seperti tahun lalu.

Ya, setiap kata yang terlontar dari bibir Ozawa terus berputar di kepalanya. Hal itulah yang membuat Maria ketakutan seperti ini, takut bila sang Mommy akan murka bila terjadi hal buruk yang tidak diinginkan.

Marimar melangkahkan kakinya mendekati sang adik, dipandanginya wajah cantik yang kini ada di hadapannya. Wajah yang selalu menyiratkan keceriaan dan penuh humoris. Setiap kata yang terlontar dari bibir mungil itu selalu terdengar candaan, sedikitpun tidak ada keseriusan di dalamnya. Hal itulah yang membuat Nyonya Ozawa tidak begitu suka dengan sikap Maria yang selalu menganggap semua hal dengan begitu enteng.

Puas memandangi wajah sang adik, perlahan tangannya pun terulur memegang jemari tangan Maria.

"Kak, apa yang kau lakukan?" Maria terhenyak, lalu mendongakkan kepalanya menatap wajah cantik sang kakak.

"Ayo ikut aku, Maria." Marimar pun berusaha menampilkan senyum manisnya di hadapan sang adik. Dia tidak ingin air mata jatuh membasahi pipinya dan merusak apa yang telah dia rencanakan selama ini.

"Tidak kak. Aku mohon jangan lakukan ini." Terdengar suara pilu dari bibir mungil itu dengan tatapan yang begitu sendu menyayat hati.

Jujur Marimar tidak tega melihat sang adik yang memohon seperti itu, tapi kali ini dia harus menepikan rasa itu. Dia harus berhasil menyatukan kedua insan yang saling mencintai itu bersatu dalam cinta yang abadi, bukan keterpaksaan belaka yang mendasari hal tersebut.

"Cukup, Marimar! Akhiri semua ini dan kembali berdiri di sisi Anthonio. Ingat, kau adalah istri Anthonio sekaligus Nyonya Vanders." Tak lama terdengar suara yang begitu nyaring memekikkan gendang telinga. Terlihat jelas sorot mata elangnya memancarkan sebuah amarah yang begitu membuncah di dalam sana. Dadanya bergemuruh hebat serta naik turun pertanda bila wanita paruh baya itu begitu murka.

"Tidak, Mom. Sampai kapan pun aku tidak akan pernah kembali ke sisi Anthonio." Marimar memutar tubuhnya kemudian menatap dengan jelas bola mata yang memerah itu. Marimar tahu betul bila Mommy nya pasti akan murka saat dia melakukan hal konyol seperti ini. Tapi, tetap saja nyali Marimar begitu tinggi. Tidak ada rasa takut pada wanita cantik itu, yang ada hanya keberanian dalam diri Marimar.

Tekadnya sudah bulat dan itu artinya tidak ada satu orang pun yang dapat mencegahnya. Hanya dengan cara inilah dia dapat menebus semua kesalahan yang dia lakukan tanpa sadar telah menyakiti hati adiknya. Marimar tidak ingin hidup berbahagia seorang diri di atas penderitaan orang yang sangat dicintainya.

Meskipun berat, namun sebisa mungkin dia mencoba ikhlas dengan fakta yang ada. Tidak mungkin dia akan terus berpura-pura tidak tahu dan memperdalam skenario yang dijalankan oleh Mommy nya membuat orang lain terluka. Tidak! Dia tidak akan sejahat dan sekejam itu. Percuma bahagia seorang diri sedangkan orang yang kita cinta menderita atas apa yang kita terima. Lebih baik kita lah yang menelan pahit manisnya kehidupan, dan tersenyum untuk orang yang kita cintai bersama seseorang yang dia idamkan.

"Apa maksudmu Marimar?" Nyonya Ozawa mengerutkan keningnya menatap heran sikap putri sulungnya itu. Jauh di dalam lubuk hatinya, wanita paruh baya itu sedikit yakin bila putrinya itu telah mengetahui satu hal yang berbuat nekat seperti saat ini. Tidak mungkin Marimar berbuat sekonyol itu kalau tidak mengetahui sesuatu yang telah membuatnya sakit.

"Aku sudah menggugat cerai Anthonio, Mom. Aku ingin bebas dari pernikahan ini, tolong jangan memberatkan langkahku, Mom." Ucapnya dengan tegas dan terdengar sendu di akhir kalimat.

DEG!

Seketika dada wanita paruh baya itu terasa sesak dan sempit bagai terhimpit batu besar yang menimpanya. Keterkejutan pun masih menyelimuti Nyonya Ozawa tatkala mendengar setiap kata yang terlontar dari bibir putrinya sulungnya.

Sungguh wanita paruh baya itu tidak menyangka bila perayaan pesta ulang tahun Anthonio akan ada kejutan yang menegangkan seperti ini. Terlebih, Marimar yang merupakan putri kesayangannya itu terlihat berani dengannya. Tidak ada nada lembut yang mengiringi ucapannya itu, hanya nada sinis lah yang dia dengar kali ini.

"Tidak Marimar! Kau tidak boleh bercerai dengan Anthonio. Apa kau tidak takut menyandang gelar yang akan membebani hidupmu nanti? Harusnya kau berpikir matang sebelum bertindak bodoh seperti ini." Nyonya Ozawa menolak keras keinginan putri sulungnya.

Wanita paruh baya itu tidak ingin nama baik keluarga Ozawa ternoda oleh sebuah gelar yang akan disandang Marimar nantinya. Susah payah dia melakukan semuanya demi putri kesayangannya, namun tiba-tiba berakhir dalam sekejap. Tidak! Hal itu tidak akan terjadi dalam hidup Nyonya Ozawa, dia tidak akan membiarkan Marimar hidup dalam kesedihan.

"Bukankah kau mencintai Anthonio dan menginginkannya untuk menjadi suamimu, hem? Apa kau ingat itu Marimar?" Nyonya Ozawa berusaha mengingatkan putrinya perihal perasaannya yang begitu dalam, sampai-sampai tak dapat tertahankan lagi.

Seketika beberapa kilasan masa lalu pun muncul memenuhi kepala Marimar. Dimana waktu itu Marimar yang sempat menyelamatkan Anthonio dari sebuah truck yang hendak menabraknya, dan berakhir dirinya lah yang tertabrak. Marimar mengalami patah tulang dan Anthonio lah yang setiap hari datang menjenguk dirinya dan memberikan perhatian penuh pada Marimar. Sejak saat itulah, Marimar yakin bila Anthonio memiliki perasaan yang sama dengannya. Namun faktanya tidak lah seperti itu, Anthonio melakukan hal itu demi membalas kebaikan Marimar padanya.

"Ya, benar apa yang Mommy katakan bahwa aku sangat mencintai Anthonio. Bahkan lebih dari aku mencintai diriku sendiri, tapi apalah arti dari semua itu jika Anthonio sama sekali tak pernah melihat ke arahku? Apakah aku akan tetap berpura-pura bodoh tidak mengetahui kebenarannya dan tetap berbahagia seorang diri di atas penderitaan orang lain? Tidak! Kali ini hal itu tidak akan pernah terjadi lagi Mom, sekalipun aku akan menentang Mommy nantinya."

"Tolong hargai keputusanku ini, Mom. Aku hanya ingin mengembalikan sesuatu yang telah Mommy rebut selama ini dari pemiliknya. Cukup selama tujuh tahun ini aku menjadi orang jahat, menjalankan skenario yang Mommy buat."

Setelah puas mengatakan segala unek-uneknya, kemudian dia berjalan sambil memegangi tangan Maria, kini langkahnya menuju ke arah Anthonio.

Marimar tersenyum menatap Anthonio dengan rasa sesak di dadanya. Meskipun mencoba sekuat mungkin tapi faktanya tidak sama dengan ekspetasinya.

"Anthonio, berbahagialah dengan Maria. Kalian memang pasangan yang sangat serasi, bagaimana mungkin aku tidak bisa melihat hal itu? Maaf, jika selama ini aku telah memisahkan kalian berdua. Maaf, jika aku hanya mementingkan perasaanku saja tanpa memedulikan perasaanmu. Dan maaf jika selama ini kau terganggu oleh keberadaanku disisimu."

"Marimar! Mommy yakin setelah kau mengetahui fakta sebenarnya, kau pasti akan berubah pikiran." Nyonya Ozawa tersenyum miring menatap putrinya itu, dia yakin bahwa sebentar lagi Marimar akan sadar dan membenci Maria.

"Dia hanyalah bencana di keluarga kita, Marimar." Dengan mata tajam Nyonya Ozawa pun menunjuk ke arah Maria.

"Fakta? Apa maksud Mommy?"

.

.

.

🥕Bersambung🥕