Agam menyusup ke dalam organisasi rahasia bernama Oscuro. Sebuah organisasi yang banyak menyimpan rahasia negara-negara dan juga memiliki bisnis perdagangan senjata.
Pria itu harus berpacu dengan waktu untuk menemukan senjata pemusnah masal yang membahayakan dunia. Apalagi salah satu target penyerangan adalah negaranya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cruel Lavi
“Apa yang kamu lakukan?!” teriak Lavi ketika melihat Aisyah hendak menyuntik Shalom.
Pria itu mendekati Aisyah kemudian menariknya tangannya dengan kasar lalu Aisyah sampai wanita itu jatuh tersungkur. Jalal yang hendak menghentikan pendarahan Shalom, langsung meninggalkan tempatnya dan membantu Aisyah berdiri. Ryan pun tak tinggal diam. Dia berusaha menenangkan Lavi yang kalap.
“Lavi, tenanglah. Dia hanya ingin membantu Shalom,” ujar Ryan.
“Aku tidak mau dia mendekati Shalom. Aku tidak percaya padanya!!”
“Teman mu dalam bahaya!! Jangan halangi kami!!”
Jalal berdiri di depan Lavi. Pria itu tidak bisa menahan emosinya lagi. Terlebih lagi Lavi sudah dua kali berbuat kasar pada Aisyah.
“Bantu Shalom dulu. Jalal, abaikan dia. Shalom lebih penting!!” teriak Aisyah mengingatkan.
Ryan dan Jalal seakan teringatkan. Mereka kembali fokus mengurus Shalom. Ryan mengambil suntikan dari tangan Aisyah kemudian menyuntikkan pada Shalom. Setelahnya dia hendak melakukan intubasi. Aisyah kembali mendekati Shalom, berniat membantu Ryan, namun lagi-lagi Lavi menghalangi.
“Jangan sentuh teman ku, brengsek!!”
Bukan hanya mendorong, tapi kali ini Lavi melayangkan bogem mentah pada Aisyah. Tubuh wanita itu terjatuh. Darah keluar dari hidung dan mulutnya akibat tonjokan Lavi. Jalal segera membantu Aisyah. Dia mendudukkan wanita itu di kursi yang ada di sana, kemudian melihat pada Lavi dengan wajah geram. Tangannya sudah mengepal erat, siap melayangkan tinjunya pada Lavi.
“Jalal, bantu dokter Ryan mengintubasi Shalom,” nada suara Aisyah terdengar lemah.
Walau enggan, akhirnya Jalal bergerak juga. Bersama dengan Ryan, dia melakukan intubasi pada Shalom yang keadaannya semakin lemah saja. Selesai melakukan intubasi, Jalal bersiap untuk menangani pendarahan pria itu. Aisyah bangun, hendak membantu Jalal. Namun dengan sigap Lavi menghalangi.
“Jangan sentuh teman ku!”
“Keadaan teman mu kritis. Pendarahannya harus segera dihentikan.”
Sebisa mungkin Aisyah meyakinkan Lavi. Walau dalam hatinya kesal dan marah atas perlakuan kasar pria itu, namun yang ada dalam pikiran Aisyah sekarang adalah keselamatan Shalom.
“Kamu itu hanya perawat! Bukan tugas mu menghentikan pendarahan!!”
Kembali Lavi mendorong tubuh Aisyah sampai dua kali. Hal ini tentu saja mengganggu konsentrasi Jalal yang hendak membedah perut Shalom. Di tengah ketegangan seperti itu, Agam muncul bersama dengan Ortega.
“Ada apa ini?” tanya Agam yang mendengar suara kencang Lavi.
“Tolong bawa dia keluar. Dia hanya mengganggu konsentrasi ku,” jawab Jalal.
Buru-buru Aisyah menundukkan kepalanya. Dia tidak mau Agama atau Ortega melihat luka lebam di wajahnya. Wanita itu segera mendekati Jalal. Memberi peralatan yang dibutuhkan dokter residen itu.
“Hei!! Jauhi Shalom!!” teriak Lavi.
“Lavi, keluarlah!!” seru Ortega.
“Tapi dia..”
“KELUAR!!”
Mendengar teriakan Ortega, akhirnya Lavi meninggalkan ruang tindakan. Jalal mulai membedah perut Shalom yang terkena tembakan.
“Rectraktor.”
Aisyah memberikan apa yang diminta Jalal. Setelah membuka sayatan menjadi lebih lebar, Aisyah memasukkan cairan saline kemudian mengeringkannya dengan kasa. Jalal segera mencari organ yang terluka.
“Limpanya terluka, tapi aku tidak melihat pelurunya. Sepertinya pelurunya bermigrasi. Aku akan menghentikan pendarahan lebih dulu. Staples.”
Ortega menahan nafas melihat banyaknya darah Shalom yang keluar. Dengan tenang Jalal menstaples limpa Shalom yang terbuka. Darah pun mulai berhenti keluar. Dengan cepat dia menutup bekas sayatan dengan kasa dan perban. Kemudian dia membawa Shalom untuk melakukan pindai CT.
“Untuk sementara keadaan Shalom stabil. Biar kulihat luka mu,” ujar Ryan.
Dokter spesialis penyakit dalam itu menarik tangan Aisyah kemudian mendudukkannya di kursi di berjongkok di depan Aisyah. Memeriksa dengan seksama luka di wajah perawat itu. Agam dan Ortega yang baru melihat wajah Aisyah nampak terkejut.
“Ais, apa yang terjadi dengan mu?” tanya Agam sambil mendekat.
“Si brengsek itu menghajar Ais,” jawab Ryan sambil memeriksa Aisyah.
“Ini sudah kedua kalinya, Ortega. Kalau kamu tidak bertindak, aku sendiri yang akan menghajarnya,” geram Agam.
“Biar aku yang mengurusnya.”
Ortega segera meninggalkan ruang tindakan. Dia mencari keberadaan Lavi. Sebelumnya dia sudah mendengar perihal Lavi yang mencekik Aisyah ketika wanita itu baru datang. Dan sekarang pria itu kembali berulah.
“Ais, gerakkan mata mu. Ikuti arah senter di tangan ku.”
Aisyah mengikuti arahan dokter Ryan. Pria itu kemudian mengambil kompresan lalu memberikannya pada Aisyah.
“Kompres mata mu.Bagaimana dengan hidung mu?”
“Terasa agak sakit.”
“Kamu harus di rontgen.”
“Aku rasa tidak perlu.”
“Harus, Ais. Ayolah, jangan membantah.”
Tanpa menunggu persetujuan Aisyah, Ryan segera menarik wanita itu menuju ruangan rontgen. Dia harus memastikan kalau tidak ada yang buruk menimpa wanita Palestina itu.
Ayumi berlari cepat menuju ruang tindakan. Tadi dia mendengar Ortega menegur Lavi. Pria itu sempat mendengar nama Aisyah disebut. Mengingat perilaku Lavi sebelumnya, wanita itu cemas kalau Lavi akan melukainya lagi.
“Mario, di mana Ais?” tanya Ayumi.
“Dia sedang dirontgen.”
“Apa? Memangnya kenapa?”
“Si brengsek Lavi sudah menghajarnya.”
“Dasar bajingan. Beraninya dia menghajar Ais,” geram Ayumi.
Di saat bersamaan, Aisyah kembali setelah dilakukan rontgen. Beruntung tidak ada masalah serius dengan tulang hidungnya. Ayumi langsung mendekati Aisyah.
“Ais, kamu tidak apa-apa? Ya ampun kenapa wajah mu jadi seperti ini?”
“Aku baik-baik saja. Sebelumnya aku menolong pasien di tengah berondongan peluru dan dentuman bom. Ini tidak seberapa.”
Aisyah mencoba menghibur diri walau kejadian barusan cukup meninggalkan trauma untuknya.
Agam merogoh saku celananya, mengeluarkan sebuah benda bulat. Dia mendekati Aisyah lalu memberikan benda itu padanya.
“Ini peganglah untuk berjaga-jaga. Alat itu terhubung pada jam tangan ku. Kalau Lavi menyakiti mu lagi, tekan tombol yang di tengah, aku akan langsung datang membantu mu.”
“Terima kasih.”
Aisyah menerima pemberian Agam kemudian memasukkan ke dalam saku bajunya. Perasaan Ayumi sedikit dilanda cemburu melihat perhatian Agam pada Aisyah. Dia mulai mengira kalau Agam memiliki perasaan pada Aisyah.
Jalal datang sambil mendorong brankar Shalom. Pria itu baru saja melakukan pindai CT pada anggota Oscuro tersebut.
“Bagaimana?” tanya Rian.
“Buruk. Peluru bermigrasi dan hampir mendekati jantung. Kita harus segera mengeluarkan peluru dari tubuhnya.”
“Aku akan menghubungi dokter Liam.”
Bergegas Ryan berlari menuju ruang operasi. Pria itu mengambil dulu masker lalu masuk ke dalam ruang operasi. Di sana, Liam baru saja selesai mengoperasi Fellipe.”
“Dokter Liam, apa kalian sudah selesai? Shalom harus segera dioperasi.”
“Bagaimana keadaannya?”
“Jalal sudah menghentikan pendarahan, tapi pelurunya bermigrasi dan hampir mendekati jantung.”
“Kalian dengar itu? Sanchez, kamu harus bergerak cepat!”
“Baik, dok.”
“Bawa Shalom ke sini.”
Sanchez mempercepat gerakannya menutup bekas luka operasi dengan jahitan. Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Fellipe segera dipindahkan ke ruang ICU. Petugas kebersihan dengan cepat membersihkan kekacauan di ruang operasi.
Sepuluh menit kemudian, ruang operasi sudah kembali bersih dan steril. Jalal mendorong brankar ke dalam ruang operasi. Di belakangnya Aisyah mengikuti. Sanchez yang sudah memindahkan Fellipe ke ruang ICU bergegas kembali bersama dengan Bella.
“Jalal yang akan mendampingi ku. Kamu terus pantau keadaan Fellipe.”
Dengan langkah lunglai Sanchez keluar dari ruang operasi. Pasti Liam cukup kecewa dengan kesalahan yang dilakukannya tadi.
Pandangan Liam kemudian beralih pada Aisyah. Sedari tadi perawat wanita itu terus menundukkan kepalanya. Seakan menghindari tatapan Liam.
“Ais, kamu baik-baik saja?”
“Iya, dok.”
“Lihat aku, Ais!”
Pelan-pelan Aisyah mengangkat kepalanya. Mata Liam memicing ketika melihat ada lebam di mata perawatnya itu. Dia mendekat kemudian menurunkan masker yang dikenakan Aisyah. Pria itu nampak terkejut melihat luka lebam dan lecet di wajah Aisyah. Bukan hanya Liam, tapi Bella, Jun Ho dan Julian juga ikut terkejut.
“Siapa yang melakukan ini?”
“Lavi,” jawab Jalal cepat.
“Brengsek! Ais, kamu keluar lah. Kamu harus istirahat.”
“Aku baik-baik saja, dok.”
“Ikuti perintah ku, Ais!”
Tak mau membantah ucapan Liam, akhirnya Aisyah keluar dari ruang operasi. Liam dan Jalal mencuci tangan mereka dulu. Bella membantu keduanya memakai jas bedah dan sarung tangan. Keduanya kemudian bersiap di depan meja operasi.
“Jalal, tindakan apa yang sudah kamu lakukan tadi?”
“Aku menghentikan pendarahannya. Luka tembaknya mengenai limpa. Aku menstaples untuk menghentikan pendarahan sementara. Tapi peluru sudah bermigrasi dan hampir mendekati jantung.”
“Baiklah, kita mulai dulu dengan memperbaiki limpanya, baru mengeluarkan pelurunya.”
***
Si Liam udah gemas kayanya mau bedah si Lavi😂
Ini penampakan Aisyah versi ku
Kaya’y c dela ga bakaln mau nerusin deh tapi dia bingung jg apa alasan’y ya 🤔