NovelToon NovelToon
Hadiah Penantian

Hadiah Penantian

Status: tamat
Genre:Romantis / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Dokter / Tamat
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Chocoday

Riyani Seraphina, gadis yang baru saja menginjak 24 tahun. Tinggal di kampung menjadikan usia sebagai patokan seorang gadis untuk menikah.

Sama halnya dengan Riyani, gadis itu berulang kali mendapat pertanyaan hingga menjadi sebuah beban di dalam pikirannya.

Di tengah penantiannya, semesta menghadirkan sosok laki-laki yang merubah pandangannya tentang cinta setelah mendapat perlakuan yang tidak adil dari cinta di masa lalunya.

"Mana ada laki-laki yang menyukai gadis gendut dan jelek kayak kamu!" pungkas seseorang di hadapan banyak orang.

Akankah kisah romansanya berjalan dengan baik?
Akankah penantiannya selama ini berbuah hasil?

Simak kisahnya di cerita ini yaa!!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Chocoday, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tidur Di Luar Semalaman

Hanif sempat terkekeh mendengarnya, "bukan neng. Maksudnya, gimana kalau kamu tinggal di rumah aa terus Aa pindah ke rumah teteh bareng radit."

Aku menggelengkan kepala mendengarnya, "gak usah a. Kalau kayak gitu nanti malah ngerepotin banyak orang, lagian aku juga nanti malah makin jauh dari sekolah kalau pindah ke komplek rumah aa."

"Kan bisa berangkat bareng," jawabnya.

Aku tersenyum mendengarnya, "gak usah a. Aku mau cari kost-an aja di deket sekolah. Mau bantuin kan?" Hanif mengangguk pasrah dengan keputusanku.

Tidak lama setelahnya, pesanan kita berdua datang. Aku mencoba satu suapan makanannya.

Hanif tersenyum, "gimana? enak?"

Aku mengangguk, "untuk harga segitu ini enak banget a. Cocok juga buat anak-anak sekolah yang mau nongkrong sambil makan kenyang."

Laki-laki itu terkekeh mendengarnya, "pantesan adik kemarin pengen ke sini."

"Adiknya aa tinggal di sini juga? Orang tua?" tanyaku.

Hanif menggelengkan kepalanya, "adik tinggal sama orang tua aa di Cianjur. Cuman kemarin dia lagi ke sini karena libur terus emang niatnya mau minta traktir," jawabnya membuatku terkekeh pelan.

"Emmm.... Tentang aa yang mau ajak neng undangan itu, masih mau ajak?" tanyaku.

Laki-laki itu menaruh sendok yang sedang dipegangnya sejak tadi—ditatapnya mataku dengan lekat hingga aku sedikit gugup menatapnya.

"Tawaran itu akan tetap berlaku neng. Jadi gimana?" tanyanya.

Aku mengangguk, "aku mau, tapi Aa datang dulu ke rumah ya. Kata bapak, minta izin langsung sama dia."

Hanif tersenyum dengan anggukannya, "siap. Besok kita ke rumah kamu buat minta izin sekaligus kenalan ya!"

Aku tersedak mendengarnya, "suka banget buat orang kaget. Masa besok?"

"Kan Aa besok liburnya neng. Lagian kan lebih cepat lebih baik, jadi sekarang cari kost-an buat kamu terus besoknya kita ketemu sama orang tua kamu," ucapnya dengan senyuman senang.

Dia kok kayaknya seneng banget mau ketemu sama bapak juga mamah.

Bapak sama mamah seneng juga gak ya?

Ya Allah, kalau Aa emang jodoh yang aku tunggu!! Lancarkan semua jalan menuju niat baik kita berdua ya Allah!!

Singkat cerita, mangkuk sudah kosong—makanan itu sudah dilahap hingga perutku sedikit begah. Padahal jus buah naga yang kupesan juga tidak dihabiskan, bahkan kue lemon saja dihabiskan berdua dengan Hanif.

Hanif beranjak dari kursinya—bersiap untuk membayar tapi aku menahan tangannya, "kan aku yang ngajak makan siang. Berarti aku yang harus bayar."

"Ketentuan darimana itu?" tanya Hanif, "dimana-mana cowok yang bayar neng."

"Enggak aa. Kan neng yang janji buat traktir makan siang," ucapku, "pokoknya neng yang bayar." Aku pergi ke kasir untuk membayar semuanya.

Walaupun belum gajian, tapi untuk makanan kali ini—aku bisa membayarnya.

Setelahnya, Hanif memasangkan aku helm—ia tersenyum lalu mencubit pipiku, "gemes banget jadi ke tekan begini pipinya."

Aku mendelik padanya, "jadi maksudnya gendut?"

Hanif terkekeh, "bukan. Kan Aa bilangnya gemes karena pipi kamu ke pencet helm."

"Ya tapi sama aja," timpalku.

"Tapi kan yang gemes bukan karena gendut juga, mau kurus atau gendut kalau pipi kamu tembem ya tembem aja," ucapnya.

Dia meraih tanganku, memintaku untuk segera naik ke motornya lalu pergi untuk mencari kost-an di sekitar sekolah—tempatku mengajar.

Tidak butuh waktu lama untuk melajukannya, laki-laki itu memarkirkan motornya di salah satu rumah yang cukup besar dengan kost-an khusus wanita di depannya.

"Ini tempatnya?" tanyaku sembari turun dari motor.

Hanif mengangguk, "ini kan paling deket dari sekolah terus juga lingkungannya aman. Aa juga kenal sama pemilik kost-nya."

"Sebentar ya!" ucapnya lalu mengucapkan salam.

Seorang wanita paruh baya dengan hijabnya itu keluar dengan senyumannya. Hanif bersalaman dengan senyumannya, "bu apa kabar?"

"Baik kok, alhamdulilah," jawabnya.

Ibu itu menoleh padaku yang kini mengumbar senyuman padanya, "ini yang mau ngekost?"

Hanif mengangguk lalu memintaku untuk berdiri di sampingnya, "iya bu. Hanif mau sekalian titip juga, soalnya dia belum pernah ngekost sebelumnya."

Ibu itu terkekeh pelan, "sebentar lagi Bu Leya bakal punya mantu nih ceritanya?"

Hanif tersenyum malu, "minta do'anya aja bu."

"Neng ngajar di PAUD ya?" tanyanya padaku.

Aku mengangguk, "iya bu."

"Oh iya kenalin nama ibu, Sita. Panggil aja Ibu sita, ibu ini masih sepupu-an sama ibunya hanif," jelasnya membuatku mengangguk dengan senyuman.

"Saya Riyani, bu. Ibu bebas mau panggil apa aja,' ucapku membuatnya terkekeh pelan.

"Ya udah yuk ibu antarkan ke kamarnya dulu, biar bisa sambil liat-liat," ucapnya membuatku mengangguk.

Kost-an itu terlihat begitu bersih, lingkungan yang benar-benar adem dengan segala sarana yang disediakan juga.

"Sebulannya berapa bu?" tanyaku.

Ibu itu menoleh pada Hanif yang berdiri pada ambang pintu kamar lalu kembali menoleh padaku, "800rb aja neng. Soalnya kan kamar mandi di dalem. Gimana?" tanyanya.

Aku mengangguk paham, aku juga memang merasa nyaman di sini. Rasanya menyukai tempat ini dibanding lingkungan tempat abang.

"Ya udah bu, saya mau kost di sini," ucapku setuju. Ibu itu mengangguk dengan senyumannya.

Setelah persetujuan selesai, aku juga memberikan uang DP untuk sekedar pegangan agar tidak diberikan pada orang lain. Ibu itu memberikan kunci kamarnya padaku.

Aku dan Hanif juga memutuskan untuk kembali.

Sesampainya di rumah abang, motor abang sudah terlihat ada di garasi. Hanif menoleh dengan senyumannya padaku, "kalau ada apa-apa, butuh bantuan cepet. Telepon aa ya!" pintanya membuatku mengangguk mengiyakan.

Aku menyuruh Hanif untuk pergi lebih dulu lalu masuk dan menutup pagarnya kembali.

ceklek ...

Loh kok gak bisa dibuka pintunya?

Dikunci dari dalam?

Tok... Tok... Tok...

"Abang?"

"Abang ini neng, bisa bukain pintunya?"

Tidak ada jawaban sama sekali. Padahal ini juga sudah hampir waktunya untuk sholat Maghrib tapi pintu rumah itu masih dikunci dari dalam.

Aku duduk pada kursi teras, mulai merasa kedinginan karena tidak memakai jaket. Kakiku mulai menggigil, apalagi ketika hari sudah gelap sekali.

Mataku mulai merasa mengantuk, aku mulai terlelap pada kursi yang sama sekali tidak bisa menampung tubuhku. Kepalaku saja ku sandarkan pada jendela di belakang.

Astaghfirullah neng!!

Neng bangun, neng!!

Aku terbangun setelah merasa silau karena sorot cahaya matahari. Kulihat abang sedang terlelap pada sofa di ruangan serba putih sekarang.

"Abang!" lirihku membangunkannya.

Laki-laki itu datang menghampiri dengan wajah khawatirnya, "kamu udah gak demam kan?"

Aku menggelengkan kepala, "neng kenapa bisa ada di sini?" tanyaku.

"Kamu semalem kenapa tidur di luar?" tanyanya, "kalau abang pulang pagi tadi, kamu bisa mati kedinginan."

"Neng gak apa-apa kok bang," jawabku.

Abang menggenggam tanganku, "neng jelasin sama abang apa yang terjadi?"

Aku melepaskan genggamannya, "bukannya kemarin abang yang gak mau lagi ikut campur urusan aku?"

"Neng ngucapin makasih banyak karena abang udah bawa neng ke rumah sakit tapi neng gak mau ceritain semuanya sama abang karena pasti abang bilang kalau ini sepele juga," ucapku.

"Gak gitu neng. Apa yang terjadi sampe kamu tidur semalaman di luar kemarin?"

"Apa kamu bilang? Neng tidur di luar semalaman?" tanya bapak yang baru saja masuk ke ruangan.

1
Chocoday
Ceritanya dijamin santai tapi baper
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!