NovelToon NovelToon
Transmigrasi Sistem Si Pewaris Terkaya

Transmigrasi Sistem Si Pewaris Terkaya

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Time Travel / Sistem / Transmigrasi ke Dalam Novel / Fantasi Wanita
Popularitas:21.2k
Nilai: 5
Nama Author: Madya_

Lyra hanyalah gadis biasa yang hidup pas-pasan. Namun takdir berkata lain ketika ia tiba-tiba terbangun di dunia baru dengan sebuah sistem ajaib!

Sistem itu memberinya misi harian, hadiah luar biasa, hingga kesempatan untuk mengubah hidupnya 180 derajat. Dari seorang pegawai rendahan yang sering dibully, Lyra kini perlahan membangun kerajaan bisnisnya sendiri dan menjadi salah satu wanita paling berpengaruh di dunia!

Namun perjalanan Lyra tak semudah yang ia bayangkan. Ia harus menghadapi musuh-musuh lama yang meremehkannya, rival bisnis yang licik, dan pria kaya yang ingin mengendalikan hidupnya.

Mampukah Lyra menunjukkan bahwa status dan kekuatan bukanlah hadiah, tapi hasil kerja keras dan keberanian?

Update setiap 2 hari satu episode.

Ikuti perjalanan Lyra—dari gadis biasa, menjadi pewaris terkaya dan wanita yang ditakuti di dunia bisnis!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Madya_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

26. Siapa itu?

Pagi itu, sinar matahari menembus tirai tipis suite mewah, membentuk pola keemasan di lantai marmer. Udara di kamar masih berbau samar parfum malam sebelumnya, bercampur dengan aroma kopi yang baru saja diseduh oleh pelayan hotel sebelum pergi. Lyra membuka mata dengan napas berat. Lelah semalam bukan hanya di tubuh, tapi juga berdiam di pikirannya seperti bayangan yang menolak pergi.

Ia duduk di tepi ranjang, menatap cermin besar di seberang tempat tidur. Pantulan wajahnya terlihat tenang, tapi ia tahu itu hanya topeng. Rambutnya sedikit kusut, namun tidak ada waktu untuk membiarkan dunia melihatnya rapuh. Ia menyibakkan rambut ke belakang, lalu berjalan menuju meja rias.

Riasan tipis, lipstik nude, sedikit eyeliner cukup untuk menjaga citra tanpa terlihat berlebihan. Saat ia tersenyum ke bayangannya sendiri, senyum itu terasa lebih seperti perisai yang dipoles sempurna daripada ekspresi gembira.

Begitu melangkah ke ruang kerja kecil di suite-nya, layar kaca transparan di meja menyala otomatis. Hologram biru samar dan suara netral itu langsung mengisi pikirannya.

(Ding, Selamat pagi Lyra)

“Pagi, Zen. Masuk,” ucap Lyra datar namun lembut.

(Ding, Berhasil masuk. Selamat, Lyra. Anda mendapatkan cetak biru ‘Alat Pemisah Sampah Otomatis’. Mampu memisahkan dan mengurai tanpa sentuhan manual. Potensi dampak sosial: tinggi.

Kedua uang tunai satu miliar rupiah telah ditransfer ke akun cadangan.)

Sebuah hologram cetak biru berputar di udara. Bentuknya silinder ramping, dengan garis desain modern dan panel sensor nano di sekelilingnya. Lyra menatapnya lama, seolah membayangkan bagaimana alat ini akan mengubah kebiasaan masyarakat kota yang selama ini acuh pada pengelolaan sampah.

“Teknologi yang bahkan bisa membuat orang biasa jadi agen perubahan,” gumam Lyra. “Bagus.”

Namun, sebelum ia bisa merancang strategi implementasi, suara Zen berubah lebih rendah nyaris seperti bisikan rahasia.

(Ding, analisis serangan semalam selesai. Sumber penyusupan terdeteksi: cabang bisnis yang terafiliasi dengan salah satu sekutu lama Kandiswara)

Alis Lyra terangkat tipis. Jemarinya mengetuk meja sekali kebiasaan yang selalu muncul saat pikirannya bekerja cepat.

“Sekutu lama Kandiswara?” tanyanya pelan

“Jadi… perang ini bukan lagi hanya antara aku dan dia.”

Pintu ruang kerja terbuka. Serena masuk, membawa tablet dengan wajah serius. Mata robotiknya memantulkan cahaya layar.

“Nona maafkan aku, aku sudah membuat rencana keamanan baru,” ucap Serena tanpa basa-basi. “Tapi… aku hampir kecolongan semalam. Itu kesalahanku.”

Lyra berdiri, mendekat, lalu menatap Serena lurus-lurus. Nada suaranya tetap lembut, namun sarat ketegasan.

“Serena, aku mempercayaimu. Kepercayaan itu tidak akan berubah hanya karena satu insiden. Yang terpenting adalah kita bergerak cepat, bukan mencari kambing hitam.”

Cahaya merah di mata Serena berkedip sekali, tanda emosinya meski sebagian besar berbasis sistem terpengaruh. Tatapan dinginnya sedikit melembut.

“Baik, Nona Lyra. Aku akan pastikan itu tidak terulang. Sistem pengawasan sekarang di level maksimal.”

...----------------...

Lyra berdiri di dekat jendela besar suite-nya, memandang ke arah horizon kota yang masih diselimuti kabut pagi. Panggilan terenkripsi menyala di layar kaca di meja kerjanya, logo keamanan berputar sebelum akhirnya menampilkan wajah Roy.

Mata optiknya memindai Lyra dalam sepersekian detik, lalu pupil buatan itu menyesuaikan warna menjadi cokelat gelap preferensi Lyra agar ia tampak lebih “manusia”.

“Roy, pastikan semua server kita di Jakarta dalam status pengamanan penuh. Aku tidak mau ada celah sedikit pun.”

Suara Lyra terdengar tenang, tapi jemarinya mengetuk pelan sisi meja kebiasaan yang muncul setiap kali pikirannya bekerja lebih cepat dari kata-katanya.

Roy mengangguk satu kali, gerakan yang mulus namun terukur. Suara mekanis halusnya terdengar di antara bunyi klik ringan dari modul servonya.

“Mengerti. Mengaktifkan firewall lapis tiga, enkripsi kuantum. Semua akses pihak ketiga akan diblokir. Pengamanan fisik juga akan ditingkatkan. Ada instruksi tambahan?”

Lyra memutar kursi perlahan, matanya sempat menatap hologram cetak biru alat pemisah sampah di udara sebelum kembali ke layar.

“Kirimkan laporan keuangan cabang Surabaya. Aku ingin detail aliran dana tiga bulan terakhir. Setiap transfer di atas lima puluh juta harus ada penjelasan.”

Lampu indikator di pelipis Roy berkedip sebentar.

Roy: “Permintaan diproses… Analisis awal: terdapat 14 transaksi mencurigakan. 9 di antaranya menuju rekening yang terhubung ke badan usaha bernama ‘Aurora Link’.”

Zen langsung ikut masuk ke percakapan, suaranya terdengar langsung di kepala Lyra.

(Ding, Konfirmasi: ‘Aurora Link’ adalah perusahaan cangkang milik pihak yang terkait dengan Kandiswara.)

Roy menambahkan dengan nada yang sedikit lebih rendah, seolah mengatur tingkat ancaman.

“Catatan: ‘Aurora Link’ seharusnya sudah dibubarkan dua tahun lalu. Namun data lintas server menunjukkan aktivitas ilegal masih berlangsung.”

“Mati di permukaan. Hidup di bawah tanah.”

Nada suaranya dingin, seperti sedang mengiris udara. “Roy, siapkan tim hukum. Kita mungkin akan berurusan dengan nama besar… dan mereka tidak akan main bersih.”

Lampu di dadanya menyala merah sebentar mode kesiagaan.

“Tim hukum virtual dan fisik dalam proses aktif. Estimasi kesiapan penuh: 27 menit. Protokol keamanan tingkat 5 diaktifkan.”

Zen kembali berbisik di pikirannya.

(Ding, Peringatan: Peluang 62% bahwa pihak lawan mencoba menguji reaksi Anda hari ini. Saran: Tetap pada jadwal, jangan tunjukkan perubahan sikap.)

Lyra hanya menjawabnya dalam hati. Paham. Kita akan buat mereka berpikir aku tidak terusik sama sekali.

...----------------...

Restoran rooftop itu seakan menggantung di langit. Angin malam yang lembut membawa aroma wine dan rempah yang keluar dari dapur terbuka di sudut ruangan. Lampu-lampu kota di bawah mereka berkedip seperti lautan bintang yang terbalik, sementara di langit, bulan sabit tipis menggantung dengan tenang.

Lyra melangkah masuk, gaun hitam berpotongan rapi membentuk siluet yang tegas namun anggun. Tumit sepatunya beradu pelan dengan lantai kayu, suaranya tenggelam di antara denting gelas kristal dan alunan musik jazz lembut.

Lady Marguerite Leclerc sudah duduk di meja dekat pagar kaca, gaun satin putihnya memantulkan cahaya lampu, membuatnya terlihat hampir tak tersentuh. Senyumnya tipis, tapi sorot matanya mengunci Lyra seperti sedang menilai dari ujung rambut hingga ujung kaki.

“Mademoiselle Lyra…” Marguerite membuka percakapan dengan suara lembut yang mengandung aksen Prancis yang kental.

 “Kudengar… ada pihak yang ingin menjatuhkan reputasimu sebelum forum ini berakhir.” Ia memutar gelas wine di tangannya, membiarkan cahaya menembus merahnya cairan itu.

 “Hati-hati… mereka tidak bermain di permukaan.”

Lyra menarik kursi dan duduk perlahan, mencondongkan tubuh sedikit. “Dan kau di sini… untuk memperingatkanku? Atau untuk mengujiku?” Nada suaranya datar, tapi matanya berkilat, penuh kewaspadaan.

Marguerite tersenyum tipis, hampir seperti ekspresi seseorang yang menikmati permainan catur. “Katakan saja… aku benci melihat potensi besar dipatahkan sebelum waktunya.”

Lyra menatapnya dalam diam, memerhatikan tiap detail bahasa tubuh: napas Marguerite teratur, pupilnya stabil, jemarinya rileks di atas meja semua tanda bahwa wanita itu tidak sedang berbohong.

“Kalau begitu…” Lyra menegakkan punggungnya. “Untuk saat ini, aku akan menganggapmu sekutu.”

Marguerite mengangkat gelasnya sedikit, sebuah brindis tanpa kata. “Itu sudah cukup… untuk malam ini.”

Percakapan mereka mengalir ke topik-topik ringan proyek energi terbarukan, strategi ekspansi bisnis tapi di balik setiap kata, ada perasaan bahwa keduanya sedang menilai siapa yang akan lebih dulu membuka kartu.

...----------------...

Sore itu, aula forum internasional bagaikan lautan energi yang tegang. Lampu kristal di langit-langit memantulkan cahaya emas yang hangat, tapi hawa di dalam ruangan seperti diselimuti kabut dingin dari bisik-bisik para peserta.

“Dengar-dengar presentasi Lyra diblokir sebagian aksesnya…”

“Bukan sebagian. Rumornya, datanya dimanipulasi.”

“Siapa pelakunya?”

“Pihak yang punya uang dan nama besar. Tapi tidak ada yang mau bicara.”

Gosip itu mengalir seperti racun, menyelinap dari satu meja ke meja lain.

Lyra melangkah masuk, sepatu haknya mengetuk karpet merah dengan ritme yang mantap. Setiap langkah adalah pernyataan: Aku tidak akan goyah. Sorot matanya lurus ke depan, menembus kerumunan. Seperti ombak yang menolak pecah di karang, ia membiarkan semua bisik-bisik lewat tanpa menoleh.

Di barisan depan, Alessandro sudah duduk tegak. Jas hitamnya rapi sempurna, dasi sutra kelam kontras dengan kulit pucatnya. Tatapan tajamnya terangkat, menaut dengan mata Lyra hanya sekejap cukup untuk membuat sesuatu di udara terasa bergetar. Sebuah pengakuan diam-diam, tanpa kata.

Alessandro mencondongkan tubuh sedikit, berbisik kepada seseorang di sebelahnya, tapi pandangannya tidak lepas dari Lyra.

“Aku yakin dia akan membalikkan keadaan.”

Aula forum terasa padat oleh tatapan dan spekulasi. Beberapa peserta sibuk menggeser-geser tablet, pura-pura tak peduli. Yang lain menatap Lyra seperti menunggu pertunjukan gagal.

Ketika namanya dipanggil, Lyra berdiri di podium, tatapannya menyapu ruangan. Alessandro duduk di barisan depan, jas hitamnya kontras dengan kulitnya yang pucat. Tatapan mereka bertemu sepersekian detik, cukup untuk memberi sinyal diam-diam: lakukan yang terbaik.

Langkah pertama: ia membuka dengan fakta yang memukul logika.

“Dalam dua belas bulan terakhir, platform kami meningkatkan omzet UMKM lokal sebesar 236% tanpa subsidi asing, tanpa modal ventura besar.”

Grafik tiga dimensi muncul di layar belakang, angka bergerak real-time.

Tiba-tiba, seorang pria paruh baya di barisan kiri mengangkat tangan. Badge-nya menunjukkan nama: Richard Voss, pemilik perusahaan distribusi internasional.

Richard: “Statistik itu… terlalu indah untuk jadi kenyataan. Apakah ini verified oleh lembaga independen atau hanya klaim sepihak?”

Nada suaranya licin, seperti ingin memancing tawa.

Lyra menatapnya tenang.

Lyra: “Pertanyaan yang bagus. Semua data terverifikasi oleh tiga lembaga internasional termasuk firma audit yang Anda gunakan, Mr. Voss.”

Ia memberi isyarat, layar menampilkan logo-logo lembaga audit dan link ke laporan publik. Beberapa penonton menoleh ke arah Richard yang kini terdiam, pipinya menegang.

Langkah kedua: ia menyerang keraguan dengan pertanyaan retoris.

“Jika ini bisa terjadi di negara saya, mengapa tidak di negara Anda?”

Bisik-bisik mulai mereda, beberapa peserta duduk tegak.

Namun belum selesai, seorang wanita muda bersetelan putih, Claire Dubois, CEO startup Eropa, bersuara dari barisan kanan.

Claire: “Tapi negara Anda masih dianggap developing country. Apakah model bisnis Anda relevan di pasar kelas atas seperti kami?”

Lyra tidak tersenyum, tapi matanya menyala.

Lyra: “Relevansi tidak ditentukan oleh geografi, tetapi oleh hasil. Pasar kelas atas yang Anda banggakan itu… juga diisi oleh konsumen yang mencari nilai terbaik. Kami memberikannya, dan mereka datang dengan sendirinya.”

Langkah ketiga: ia menambah unsur emosional, menyentuh harga diri mereka.

“Anda semua membicarakan inovasi… tapi berapa banyak yang benar-benar turun ke pasar, menyentuh tanah, berbicara dengan para pekerja, bukan hanya investor?”

Hening. Semua mata kini padanya.

Lyra melangkah satu langkah ke depan, jarak antara podium dan penonton seakan mengecil.

“Hari ini, saya tidak meminta kepercayaan Anda. Saya mengundang Anda untuk melihat hasil nyata dan memutuskan sendiri.”

Video singkat mulai diputar: pengrajin anyaman di desa, anak-anak tertawa saat menerima tablet pertama mereka, grafik penjualan yang meroket.

Tepuk tangan pelan mulai terdengar, lalu menguat. Alessandro memperhatikan dari depan, bibirnya membentuk senyum samar. Richard menunduk memeriksa tabletnya, Claire menggigit bibirnya, tapi mata mereka tak bisa lepas dari layar.

...----------------...

Malam itu, Lyra kembali ke hotel dengan langkah perlahan. Gaun yang tadi ia kenakan di forum kini tergantung di bahunya, dan tubuhnya hanya dibalut mantel panjang berwarna gelap. Pintu suite terbuka otomatis, disambut cahaya lembut dari lampu lantai.

Ia berjalan ke balkon. Udara malam langsung menerpa wajahnya dingin, menusuk, tapi segar. Dari ketinggian, lampu kota berkelip seperti ribuan bintang yang jatuh ke bumi. Suara samar kendaraan di kejauhan bercampur dengan desir angin.

Lyra menyandarkan kedua tangan di pagar balkon, menatap jauh. Meski forum tadi berjalan sesuai rencana bahkan lebih baik dari yang ia harapkan dadanya masih menyimpan getaran yang belum reda. Setiap tatapan kagum di ruang itu, setiap komentar yang berubah dari meremehkan menjadi memuji, semuanya seperti bahan bakar… namun ia tahu, ini baru permulaan.

Tanpa suara, seseorang muncul di sisinya. Wangi samar cologne maskulin yang khas mendahului kehadirannya. Lyra menoleh dan Alessandro sudah berdiri di sana, jasnya terbuka, dasi sedikit longgar, sorot matanya memantulkan cahaya lampu kota.

“Kau terlihat seperti seseorang yang baru saja menyeberangi lautan badai,” ucapnya pelan, suaranya nyaris tenggelam dalam suara angin malam.

Lyra menahan senyum tipis, menatap kembali ke arah kota. “Dan masih berdiri di sini, bukan?” jawabnya dengan nada tenang.

Alessandro menggeser posisinya sedikit lebih dekat, matanya menatap Lyra dengan sorot yang sulit dibaca antara kagum dan waspada. “Hati-hati, Lyra. Di permainan politik tingkat ini… musuh tidak selalu datang dari arah yang kau kira.”

Ucapan itu bukan sekadar peringatan kosong. Nada suaranya mengandung bobot pengalaman seolah ia sendiri pernah kehilangan sesuatu karena kelengahan.

Lyra menoleh, tatapan mereka bertemu di bawah cahaya lampu balkon. Untuk sesaat, waktu seakan melambat. Ia ingin bertanya lebih banyak, tapi Alessandro hanya memberi senyum samar senyum yang menyembunyikan lebih banyak daripada yang ia ungkapkan lalu melangkah pergi tanpa suara.

Pintu suite menutup di belakangnya.

Hening kembali merajai balkon… hingga suara familiar menggema di kepalanya.

(Ding, Pihak yang menyerang sistemmu… ada di lantai yang sama denganmu sekarang.)

Jantung Lyra berdetak sedikit lebih cepat. Matanya menyipit, napasnya melambat teratur seperti seorang penembak jitu yang sedang mengunci target. Jemarinya mengepal perlahan, sendi-sendi jarinya menegang.

"Siapa itu"ucap Lyra pelan.

Lyra mengembuskan nafasnya pelan. Ia sungguh lelah menghadapi musuh yang tidak ada habisnya. Tapi apa yang harus ia lakukan bagaimana pun juga ia harus berdiri teguh untuk melawan musuh musuhnya.

Angin malam yang dingin kini terasa seperti membawa aroma bahaya. Bayangan lampu kota di kaca balkon memantul bersama siluetnya sosok yang siap menghadapi badai berikutnya.

Lyra tidak tahu siapa yang Zen maksud. Tapi satu hal pasti: perang berikutnya… sudah mulai bahkan sebelum forum berakhir.

Jangan lupa like, subscribe dan komen agar author semangat update. Terima kasih🤗

1
Evi Yana
kpan up lg thor ?
Anita Dewi13
/Determined//Smile//Angry//Proud/
Ressah Van Germ
sebaiknya jgn terlalu banyak menampilkan drama para pengawal, yg nbnya adalah robot, agar tidak merusak alur/ mengurangi kesukaan pembaca.
Ressah Van Germ
gimana mau komen kalo dibuat tegang terus kyk gini? 🤭💪
Ressah Van Germ
masih binun, zen ini nama sistem, tp apa berwujud manusia spt para pengawal jg?
Ressah Van Germ
sorry gak s4 komen...
lagi asyik ngikuti alurnya..🤭💪
Ressah Van Germ
sayangnya ga ada ktrampilan beladiri/ kekuatan fisik, apa belum ya?
Ressah Van Germ
coba mampir, sapatau sesuai harapan
...
Ken Dita Yuliati
tegaaanggg bacanya dan deg-degkan tau taunya nunggu bab selanjutnya.....,
Lala Kusumah
tegaaaanng degdegan banget 😵‍💫🫣🫣😵‍💫
Grey Casanova
udah tamat kah?
Lala Kusumah
cepat hempaskan mereka Lyra 💪😍😍
💜 ≛⃝⃕|ℙ$°INTAN@RM¥°🇮🇩
pembantu/asisten rumah tangga
💜 ≛⃝⃕|ℙ$°INTAN@RM¥°🇮🇩
hai kak mampir
Lala Kusumah
tegaaaanng 😵‍💫😵‍💫🫣🫣
Lala Kusumah
kereeeeeennn Lyra 👍👍👍
Lala Kusumah
siaaap, lanjutkan 👍👍👍
Lala Kusumah
kereeeeeennn n hebaaaaaatt Lyra 👍😍💪😍
Mimi Johan
Bagus sekali ceritanya
Lala Kusumah
siap lanjutkan Thor 🙏🙏🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!