Ellena dijual ibu tirinya kepada seseorang sebagai pengantin yang diperkenalkan di muka umum, agar istri sah tetap aman.
Namun, di hari pengantin ia diculik sesuai dugaan pria itu, dan disanalah awal penderitaannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kinamira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 26
"Haven sebentar lagi malam, kamu pulanglah!" pinta Ellena menatap Haven berharap pria itu mematuhinya.
"Apa? Kenapa? Aku masih mau di sini," jawab Haven.
"Ya itu benar Ellena, biarkan adikmu menginap. Ada banyak kabar kosong yang bisa adikmu pilih," timpal Felix dengan tatapan tajamnya melirik Haven.
"Anak ini masih remaja, masih sangat muda, tapi dia sangat pandai membaca situasi. Dia tau kakaknya tidak nyaman, hingga tidak terpengaruh apapun," batin Felix yang sejak tadi menawarkan beberapa hal yang biasanya menggembirakan dan disukai anak laki-laki seperti Haven.
Namun, tawarannya tak ada satupun yang membuat Haven melepaskan pandang dari adiknya.
"Dia sangat cocok jadi anggotaku, tapi apa dia mau?" lanjut Felix dalam benaknya.
Merasa diperhatikan, Haven membalas tatapan itu dengan tajam. Meski tau siapa Felix, Haven seolah tak takut sedikitpun pada pria itu.
"Mata tajamnya sangat menakjubkan," batin Felix memuji.
Pria itu mengulum senyum membalas tatapan tajam Haven. Ia melirik sekilas pada Ellena yang sedang meremas roknya, dengan ekspresi cemas, lalu kembali menatap Haven. "Dia sangat pemberani, tapi, kenapa kakaknya justru sangat penakut," batinnya sembari mengulum senyum menahan tawanya.
"Tidak Haven, kamu pulang saja. Ayah mungkin mencarimu. Kamu juga harus sekolah besok!" ucap Ellena dengan tegas.
Haven berdecih. "Ayah itu gila setelah Ibu meninggal dan dia menikah lagi, dia lebih mementingkan anak tirinya, ditambah kakak pergi, dia semakin tidak peduli, dan bulan ini uang sekolahku belum dibayar ayah."
"Apa?" Ellena terkejut, tangannya mengepal emosinya mendadak naik mendengar itu. Dalam benaknya berucap, "Ayah kamu benar-benar jahat! Beraninya membuang adikku!"
"Oh ya? Berapa biaya sekolahmu, biar aku yang bayar," sahut Felix dengan santai membuat Ellena sontak menatapnya.
"Itu tidak perlu. Aku tidak perlu bersekolah. Aku hanya ingin menjaga kakakku!" sahut Haven.
Ellena beralih menatap Haven. Hatinya kini bimbang, harus melakukan apa.
Meminta bantuan Felix untuk adiknya, tentu tak akan mudah. Ia pasti harus membayar harga dengan nyawanya. Namun, jika tidak dibantu, adiknya akan putus sekolah.
Ellena menghela nafas kasar. "Sudahlah aku juga sudah dikejar bahaya, adikku harus sekolah, dan keluar dari sini," batinnya kemudian menatap Felix yang memberikannya senyuman manis yang menyeramkan bagi Ellena.
"Berikan adikku satu miliar," sahutnya.
"Baiklah," jawab Felix tanpa ragu.
"Itu tidak perlu kakak. Aku tau kamu tidak nyaman di sini, aku harus menjagamu!" tolak Haven dengan cepat.
Ellena mengabaikan ucapan Haven, dan terus menatap Felix.
Felix menyerahkan sebuah kartu berwarna kuning. "Di sini ada tiga miliar, gunakanlah sepuasnya," sahut Felix melemparkan kartu tersebut ke atas meja.
"Kau pikir aku akan menerimanya? Aku tidak gila uang!" sahut Haven dengan ketus.
Sedangkan Ellena segera mengambil kartu itu. Tanpa berucap apapun, ia menarik Haven keluar.
"Ikuti!" perintah Felix yang enggan bangkit dari tempat duduknya. Hanya melihat Ellena dan Haven pergi.
Rumah yang luas membutuhkan waktu untuknya hingga keluar dari rumah itu. "Antar pulang adikku!" pinta Ellena pada salah satu pengawal yang berjaga di luar rumah.
Ia terdiam beberapa saat, sembari menekan earphone di telinga, seolah ia ingin menunggu perintah dari Tuan yang sebenarnya, barulah setelahnya ia menunduk hormat. "Baik!"
"Kakak aku mau di sini. Aku tau kamu tidak nyaman di sini. Aku mau bersamamu!" sahut Haven melepaskan genggaman tangan Ellena.
"Jangan bodoh, pulang sana! Dan gunakan uang ini untuk bersekolah. Sekolah yang serius, sebelum kamu kaya, jangan pernah menemuiku. Berhenti membuatku pusing memikirkanmu!" bentak Ellena, berharap ucapan sederhana itu membuat Haven paham.
"Haven, pulanglah. Dan jangan pernah ke sini. Aku ... kita pasti akan kembali bersama. Tapi, tidak sekarang, Haven," batin Ellena yang ingin sekali menyampaikan niatnya langsung.
Bola mata Ellena melebar, berharap apa yang diucapkan dalam benaknya, bisa dibaca Ellena melalui tatapannya.
"Tapi, kak."
"Pulang Haven!" sahut Ellena kemudian menoleh melihat satu mobil di keluarkan. Ia lalu menarik Haven, dengan paksa membawanya masuk dalam mobil.
"Kakak," keluh Haven menatap Ellena.
"Pulanglah, ingat kamu harus sekolah!" sahut Ellena dengan tegas memperingati.
"Pak jalan!" perintah Ellena menepuk pelan mobilnya.
Haven tidak lagi memohon, ia hanya terus menatap Ellena sepanjang mobil mulai berjalan.
"Kakak, aku tau kakak tidak suka di sini. Aku tau kakak menyuruhku pergi karena tidak ingin aku terlibat dalam bahaya, tapi sebenarnya ada apa?" batin Haven, hanya bisa pasrah meninggalkan kakaknya di rumah megah, namun terasa menyeramkan.
Setelah memastikan Haven telah sepenuhnya keluar dari halaman rumah. Ellena kembali masuk ke dalam, untuk menemui Felix.
Wanita itu langsung menuju tempatnya sebelumnya. Setelah berada dalam jarak pandang, ia melihat Felix serta Lovie yang kini sudah berada di sana.
Tangan Ellena mengepal, ia tetap melangkah. "Felix!" serunya dengan suara menggema.
Suaranya yang tegas membuat perhatian tertuju padanya. Semua orang terkejut, mendengar keberanian Ellena yang menyebut langsung Felix seperti itu.
Felix pun tampak sedikit tersinggung, hingga sorot matanya dingin. "Felix apa tujuanmu membawa adikku ke sini? Kau sudah berjanji tidak akan menyentuh adikku, selama aku menurutimu? Apa kau hanya seorang pencundang yang tidak bisa menepati janji hah!" bentak Ellena.
Nada suara serta kalimat yang dilontarkan sangat merendahkan. Membuat wajah Felix memerah padam. Tangannya mengepal dengan sorot mata yang seolah ingin membunuh. Namun, tatapan yang diberikan, tidak membuat Ellena melunturkan sorot mata yang penuh keberanian itu.
"Dasar sialan, beraninya menghina suamiku begitu!" sentak Lovie tidak terima.
Ellena menatap Lovie tajam. "Kenapa? Dia memang pecundang!" teriaknya.
"Ellena!" Lovie yang tidak terima bangkit dari duduknya. Namun, Felix segera menahan.
"Ada apa Felix? Biar aku yang memukulnya untukmu," sahut Lovie dengan wajah memerah padam.
"Sabar sayang," sahut Felix.
Meski ia tersinggung, meski ia marah, namun sebisa mungkin ia menahan diri.
Felix menarik Lovie untuk duduk kembali, sementara ia bangkit, menekan emosinya untuk bicara pada Ellena.
Tatapan Felix dingin, menatap semakin lekat, namun tatapannya tetap mendapatkan balasan tajam dari Ellena.
"Di mana tatapan takut wanita ini? Kenapa sekarang begitu berani? Padahal dulu dia menatapku saja takut," batin Felix.
Felix menghela nafas pelan. "Ellena, perlu kamu ketahui, adikmu mencuri uang ayahmu untuk datang ke sini menemuimu, bukan aku yang menjemputnya," jelas Felix tegas.
Ellena mendengkus. "Kalau pun iya. Kau tetap punya tujuan, untuk membiarkannya masuk di rumahmu Felix! Karena jelas tidak sembarangan orang masuk di sini, Felix!" ucapnya dengan tegas.
Felix menyinggung senyumnya. "Pintar sekali."
wajah Ellena memerah, tangannya mengepal, tatapannya semakin tajam. "Apa maumu?"
"Tentu tidak akan ku beritahu. Kau tidak perlu tau, meski kau adalah pemeran utama, dalam rencana yang akan kujalankan," tutur Felix sembari tersenyum.
aku pembaca setia mu😁
nah ini baru elena nya ngelawan, jgan diem aja sm maxim atau felix klo lgi di ancam...
update lgi thor....
bikin penasaran nih😁
knapa maxim gk peka sih klo elena hamil anaknya ?? jangan felix terus dong yg menang , kasiah maxim😑