Kimi Azahra, memiliki keluarga yang lengkap. Orang tua yang sehat, kakak yang baik, juga adek yang cerdas. Ia miliki semuanya.
Namun, nyatanya itu semua belum cukup untuk Kimi. Ada dua hal yang belum bisa ia miliki. Perhatian dan kasih sayang.
Bersamaan dengan itu, Kimi bertemu dengan Ehsan. Lelaki religius yang membawa perubahan dalam diri Kimi.
Sehingga Kimi merasa begitu percaya akan cinta Tuhannya. Tetapi, semuanya tidak pernah sempurna. Ehsan justru mencintai perempuan lain. Padahal Kimi selalu menyebut nama lelaki itu disetiap doanya, berharap agar Tuhan mau menyatukan ia dan lelaki yang dicintainya.
Belum cukup dengan itu, ternyata Kimi harus menjalankan pernikahan dengan lelaki yang jauh dari ingin nya. Menjatuhkan Kimi sedemikian hebat, mengubur semua rasa harap yang sebelumnya begitu dasyat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon EmbunPagi25, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26. Lebih Indah
Saat ku tenggelam dalam sendu
Waktu pun enggan untuk berlalu
Ku berjanji untuk menutup pintu hatiku
Entah untuk siapa pun itu
Lebih Indah
Lagu Adera.
°°°
Malam kembali tiba bersama dengan rembulan yang menampakkan keindahannya, sementara bintang-bintang juga tidak ingin kalah untuk menampakan cahayanya yang berkelap-kelip. Menunjukkan sisi terbaiknya dalam menghiasi langit gelap.
Kali ini malam tidak identik dengan suasana sunyi dan senyap itu, malam ini nampak berbeda. Ramai, bising, semarak, riuh, gemerlap. Menciptakan suasana yang nampak hidup.
Malam yang Kimi tunggu, untuk melihat sebuah kata ramai yang Arkan maksud. Dan benar saja, sekarang Kimi berada disana, diantara keramaian dan kebisingan itu. Dan ia tahu, ia tidak merasa terganggu demi sedikit pun.
"Ngga nyaman, yah?" Arkan bertanya padanya.
Kimi menggeleng, "Ngga, kok, Mas. Malah rame."
Orang-orang ramai di depan, ada yang berdiri juga duduk di depan panggung acara yang sekarang sedang menampilkan seorang laki-laki jangkung dengan gaya necis itu. Yang ternyata merupakan seoran MC diacara mereka sekarang.
"Selamat malam semuanya! Malam ini kita akan dimanjakan dengan penampilan luar biasa dari Kanaga Saskara!" Suara dari MC di atas panggung terdengar menggema memenuhi halaman, tempatnya acara berlangsung. Diikuti oleh sorak sorai dari penonton yang hadir.
"Siap untuk malam yang penuh musik dan hiburan? Mari kita sambut dengan hangat penyanyi pop yang akan membawakan lagu kesayangan calon pengantin kita!"
"Kanaga Saskara!" Teriakan semangat dari MC nya diikuti engan tepuk tangan meriah dari penonton yang juga tidak kalah semangatnya.
"Kalau udah capek atau ngga nyaman. Kasih tau, Mas, yah. Biar kita pindah dari sini." Kata Arkan pada Kimi yang kini juga ikut memberikan tepuk tangannya.
Mereka berdua sekarang sedang duduk di kursi kayu panjang yang Arkan gotong dari teras depan rumah.
Posisinya berada paling pojok dari panggung.
Kimi memang tidak bisa melihat dengan jelas orang yang sedang berada di panggung acara. Karena berdesakannya orang-orang yang juga sedang menonton. Namun, ia masih bisa merasakan suasana bahagia yang sedang dibagikan Orang-orang.
"Ngga kok, Mas. Disini aja dulu." Jawab Kimi dengan sedikit keras ketika suara musik yang mulai mengalun memenuhi halaman luas itu.
Kimi kembali memusatkan perhatiannya pada panggung acara yang terlihat diantara sela-sela orang yang berkerumunan.
Dipanggung, penyanyi yang bernama Kanaga Saskara itu sedang membawakan lagu pop dari penyayi Adera.
"Saat ku tenggelam dalam sendu. Waktu pun enggan untuk berlalu."
Arkan menoleh ke samping, pada Kimi yang kini memusatkan atensi sepenuhnya pada panggung.
"Ku berjanji untuk menutup pintu hatiku ... entah untuk siapa pun itu ...."
Lagi dan lagi Arkan selalu memerhatikan wajah Kimi yang kini sedang melebarkan senyumnya.
"Semakin kulihat masa lalu. Semakin hatiku tak menentu ... Tetapi satu sinar terangi jiwaku. Saat ku melihat senyummu."
Ditemaramnya suasana karena minimnya pencahayaan di tempat mereka duduk. Arkan masih dapat melihat Kimi yang menoleh kearahnya.
"Dan kau hadir merubah segalanya. Menjadi lebih indah."
Tatapan mereka bertemu. Lama. Hingga Arkan bisa melihat mata indah seperti kacang almond itu, yang kini menatapnya dengan tatapan yang ... nampak indah. Menghipnotis Arkan untuk dapat melihatnya lebih dekat lagi.
"Kau bawa cintaku setinggi angkasa. Membuatku merasa sempurna. "
Sangat dekat. Dan hanya menyisakan beberapa senti, hingga Kimi lantas menutup matanya.
Arkan menyadari tubuh Kimi yang menegang, namun masih dengan posisi semula. Membuat Arkan menurunkan tatapannya, menelusuri wajah Kimi. Lalu berhenti dan menetap dibibir wanita itu.
"Dan membuatku utuh. Tuk menjalani hidup"
Entah keberanian dari mana, Arkan justru semakin
mendekatkan wajahnya sampai ujung hidungnya menyetuh pipi Kimi. Dan—
Cup
—Arkan melabuhkan kecupannya dibibir Kimi, membuat dadanya berdebar lebih cepat saat merasakan kelembutan dari bibir Kimi.
"Berdua denganmu selama-lamanya.
Kaulah yang terbaik untukku...."
Ia siap menerima kemarahan Kimi, atau paling tidak. Wanta itu akan pergi dan berlalu begitu saja dengan amarah. Namun, sampai Arkan bisa meminimalisir degup jatungnya yang menggila. Kimi hanya menunduk meski sebelumnya mata itu sempat terbelalak.
Ia menyadari satu hal malam ini. Arkan ingin bersama Kimi lebih lama. Dalam waktu yang tanpa ujung, pada masa yang tanpa akhir.
Arkan ingin memiliki Kimi selama-lamanya.
Untuk hari-hari yang lebih indah.
Kimi berada diruang dapur sekarang bersama Bunda. Meninggalkan Arkan diantara keramaian tadi, saat Bunda menghampirinya.
"*Ternyata ada disini, dari tadi Bunda cariin ngga ketemu. Ternyata lagi pacaran di pojok begini, mana gelap-gelapan lagi*!"
Rasa-rasanya Kimi ingin menenggelamkan wajahnya ditempat manapun yang bisa menyembunyikan wajahnya saat itu juga, ketika Bunda menggoda mereka dengan kalimat yang ... apa itu tadi? Pacaran? Gelap-gelapan?
"Mau Risoles, Nak?" Tanya Bunda ketika mereka berada di dapur sekarang.
"Hah?" Kimi tidak menjawab lebih dulu meski ia mendengar ucapan Bunda yang menawarkan Risoles padanya. Pikiran Kimi kemana-mana, membuatnya tidak begitu fokus.
"Mau Risoles? Atau mau Lumpia?" Tawar Bunda lagi.
Kimi menggeleng dengan cepat bahkan terlalu cepat. "Ngga, Bunda."Jawabnya dengan gelagapan.
Orang-orang masih ramai duduk dilantai dapur dengan membungkus souvenir pernikahan yang katanya kelupaan untuk disiapkan dari hari sebelumnya.
Kimi juga sedang melakukannya, memasukan botol minum dan lilin aromaterapi yang sebagai souvenir pernikahan, ke dalam kotak kecil lalu mengikatnya dengan kain pita.
Namun, sedari tadi kerjaannya tidak ada yang benar. Kimi memasukan lebih botol minum ke dalam kotak yang sudah terisi. Lupa mengikat kotak dengan kain pita. Atau yang paling parah, ia memasukan sekotak penuh berisi lilin aromaterapi.
Bibi Yunda yang melihat hal itu tidak bisa untuk diam. "Kayanya kamu kecapekan, Kimi." Ucap Bibi yang baru kembali setelah dari kamar Namita yang sedang dirias. Ucapan itu kemudian disahuti oleh Ibu-ibu yang lain.
"Iya, tadikan katanya dipanggilin Fatma disuruh untuk istirahat. Malah menetap disini juga, toh, Neng!"
"Memangnya ngga capek, Neng. Dari siang tadi ngga ada istirahatnya?"
"Iya, loh. Istrinya Arkan rajin sekali, ini." Kata Ibu-ibu yang berada disekitar Kimi.
Ia tidak bisa mendengarkan perkataan mereka lagi. Sebab, sejak nama Arkan itu disebut. Ingatannya justru kembali pada saat ia dan Arkan sedang duduk di pojok halaman, ditempat yang temaram.
Kimi tahu sedari berlangsungnya acara. Sedari kata sambutan yang diucapkan oleh MC. Arkan hanya menatap kearahnya, ia mengabaikannya.
Namun, sampai penyanyi membawakan lagu. Arkan tetap bergeming dengan posisi semula. Mau tak mau membuat Kimi menoleh juga. Akan tetapi, hingga beberapa menit berlalu. Arkan masih menatapnya dengan tatapan yang ... membuat Kimi juga sanggup bergeming, menatap mata Arkan dikeremangan cahaya.
Semakin lama tatapan mereka beradu, maka semakin dekat juga wajah Arkan itu padanya. Kimi ingin memalingkan wajahnya. Akan tetapi, saat ia merasakan terpaan hangat dari napas Arkan. Kimi sadar ia tidak bisa memalingkan wajahnya. Ia hanya sanggup memejamkan matanya, merasakan kehangatan dari setiap hembusan napas Arkan yang menggelitik wajahnya. Sampai–
*Cup*
–Sebuah bagian yang halus itu mengecup miliknya. Seketika saja waktu terasa berhenti, matanya terbelalak, dan hatinya berdesir menciptakan kepakan sayap kupu-kupu diperutnya.
Kimi ingin pergi menjauh. Namun kakinya terasa lemas seperti jeli, membuatnya hanya bisa menundukkan wajahnya. Mencoba menyembunyikan berbagai perasaan asing yang mengendap didasar hatinya.
"Kenapa, Nak?" Pertanyaan Bunda menyadarkan Kimi dari lamunannya.
"Hah?"
"Panas, yah?"
"N-ngga, kok, Bunda!" Jawab Kimi dengan masih gelagapan.
Bunda mengangguk pelan dengan mata yang menatap kepada Kimi yang sekarang sibuk mengipasi wajahnya dengan sebelah tangannya.
Kimi tanpa sadar melakukannya, itu gerakan spontan saat ia merasa wajahnya memanas saat mengingat apa yang dilakukan Arkan padanya.
"Muka menantumu, kenapa merah begitu. Fatma!"
Ucap Ibu berambut pendek itu.
Menghentikan gerakan Kimi yang masih mengipasi wajahnya.
"Malu dia, itu. Dari tadi kita bicarakan suaminya."
Sahut Ibu lain yang diikuti tawa terbuai dari mereka.
Kimi melihat Bunda yang mengulum senyum menatapnya.
Sejak kapan mereka membicarakan Arkan?