Tepat di hari pernikahan, Ayana baru mengetahui jika calon suaminya ternyata telah memiliki istri lain.
Dibantu oleh seorang pemuda asing, Ayana pun memutuskan untuk kabur dari pesta.
Namun, kaburnya Ayana bersama seorang pria membuat sang ayah salah paham dan akhirnya menikahkan Ayana dengan pria asing yang membantunya kabur.
Siapakah pria itu?
Sungguh Ayana sangat syok saat di hari pertama dia mengajar sebagai guru olahraga, pria yang berstatus menjadi suami berada di antara barisan murid didiknya.
Dan masih ada satu rahasia yang belum Ayana tahu dari sang suami. Rahasia apakah itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tria Sulistia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
26. Kaos Kaki Bau
"Saya masih sekolah, Pak."
"Apa?"
Asih dan Jodi membulatkan mata tercengang. Mereka saling tatap sebelum akhirnya mereka berdua pingsan dan terhempas di sandaran sofa.
"Mama! Papa!"
Ayana berteriak panik dan langsung mendekati Asih. Dia tepuk pipi Asih secara perlahan sambil terus memanggil sang mama.
Sedangkan Elang hanya diam memandang kedua mertuanya dengan sorot mata yang datar. Bahkan dia bertopang dagu lalu menghela nafas panjang.
"Nggak anak, nggak orang tua, sama-sama pingsan saat tahu aku anak sekolah," gumam Elang sambil melingkarkan bola mata.
"Lang, bantu aku dong! Kok malah diam saja sih?" protes Ayana menoleh pada Elang dengan bibir dimajukan.
"Memang aku harus bantu apa?"
Ayana menunjuk Jodi yang masih pingsan di samping Asih. "Tolong kamu tangani Papa tuh!"
Elang menghela nafas jengah sebelum akhirnya dia bangkit berdiri. Dilihatnya Ayana yang sedang mengoleskan minyak kayu putih di bagian bawah hidung Asih.
Lalu Elang menoleh memandang wajah Jodi sejenak.
Senyum seringai berkembang di bibir Elang manakala itu. Lantas dia pun mengambil kaos kaki bekas pakai yang belum sempat dicuci selama satu minggu.
"Elang, kamu mau apa?" tanya Ayana sedikit terkejut melihat Elang yang menempelkan kaos kaki bau ke hidung Jodi.
Elang terkekeh lalu dia menjawab, "Dulu Abian pernah pingsan dan dia langsung sadar setelah aku nempelin kaos kaki bau di hidungnya. Ya siapa tahu cara ini juga manjur di bapak kamu, iya kan?"
Ayana hanya berdecak, lalu kembali fokus menangani ibunya.
"Terserah kamu saja deh, Lang."
Tak berapa lama, Jodi mulai melenguh ketika indra penciumannya menangkap bau yang tidak sedap. Refleks dia mengibaskan tangan di depan wajah untuk mengusir bau itu.
"Bau apa ini?"
Dan perlahan dia membuka kelopak matanya. Dia mengernyitkan wajah melihat sang menantu tertawa girang.
Kemudian Jodi menoleh ke samping dan mendapati Asih yang belum sadarkan diri. Dia pun memaksakan diri untuk duduk tegak.
"Ay, lihat! Papa kamu cepat sadar kan?" ucap Elang tersenyum bangga.
Tepat saat itu, dia melihat Elang yang memegang kaos kaki bekas pakai dan sontak kedua matanya membulat sempurna.
"Kamu pakai kaos kaki itu untuk menyadarkan saya?" Jodi bertanya dengan segenap kemarahan di dalam dada.
"Iya, Pak. Manjur, kan? Kita coba juga ke ibu ya?"
Secepat kilat, Ayana menepis tangan Elang yang berusaha mendekatkan kaos kaki ke hidung Asih. Dengan wajah kesal, Ayana menatap tajam pada suaminya itu.
"Apaan sih, Lang?"
"Biar cepat sadar, Ay."
"Heh, nggak sopan sekali kamu ya? Apa kamu tidak tahu kalau kaos kakimu itu baunya seperti telur busuk?" bentak Jodi sambil menyeret lengan Elang dan menyudutkannya di tembok.
Tangan kanan Jodi mengepal siap melayangkan tinju ke wajah Elang. Namun, bersamaan dengan itu, tiba-tiba Elang bersin yang membuat dia refleks menundukan kepala seketika.
Dan bogem mentah yang seharusnya mengenai pipi Elang malah meleset ke tembok.
Detik berikutnya, Jodi berteriak kesakitan karena tangannya membentur tembok cukup kuat. Dia mundur beberapa langkah sambil mengibas-ngibaskan tangannya.
Berteriaknya Jodi, secara ajaib membuat Asih langsung tersadar dan seketika menegakkan kepala.
"Papa kenapa, Pa?" tanya Asih penuh rasa cemas melihat Jodi duduk sambil mengusap tangan.
"Gara-gara menantu bocil itu, Ma."
"Lho kok saya yang disalahkan, Pak. Kan Bapak sendiri yang meninju tembok. Mana tembok nggak salah apa-apa lagi," kata Elang dengan santainya mengusap bagian tembok yang tadi ditinju Jodi.
Jodi membuka mulut hendak mendebat ucapan menantunya. Akan tetapi Asih menggenggam tangan Jodi, berusaha menenangkan sang suami.
Jodi pun menarik nafas panjang dan menghembuskannya melalui mulut. Dia kembali fokus pada tujuan awal datang ke rumah anak dan menantunya.
Lantas Jodi pun menoleh menatap tajam Ayana.
"Jadi ini pria pilihan kamu, Aya! Suami kamu itu sudah tidak bisa menafkahi kamu ditambah dia tidak bisa bersikap dewasa. Papa kata juga apa, Ay. Lebih baik kamu itu nikah sama Samsul. Dia kaya, dewasa, usianya sudah matang untuk menikah," ucap Jodi panjang lebar lalu melirik sinis pada Elang. "Nggak seperti bocah satu ini."
Ayana melipat tangan di depan dada. Wajahnya jelas menunjukan rasa kesal dengan bibir yang dimanyunkan.
"Aya nggak keberatan kok, Pa. Lagipula Aya nggak menuntut Elang untuk menafkahi Aya. Aya bisa cari uang sendiri," sahut Ayana ketus dan memberi penekanan di akhir ucapannya.
Sementara Asih yang semula mendukung Elang dan Ayana, kini berubah gamang setelah tahu Elang hanya seorang anak sekolahan dan belum bekerja.
Sehingga Asih memilih diam. Dia serahkan semua keputusan pada Ayana.
"Nggak bisa gitu, Ay. Kamu sadar dong, kamu itu perempuan, ada kalanya nanti kamu hamil dan memiliki anak. Terus mau dikasih akan apa anak kalian? Mau dikasih makan batu kerikil?"
"Harusnya Papa pikirkan itu sebelum menikahkan aku sama Elang," protes Ayana.
Dan Jodi pun tak mau kalah, dia langsung mendebat dan berkata, "Papa sudah memikirkan jauh-jauh hari, Ay. Itulah kenapa Papa nikahkan kamu sama Samsul. Biar hidup kamu enak, terjamin dan masa tua Papa Mama juga tenang."
Jodi menghela nafas untuk bisa menenangkan diri.
"Begini saja, Ay. Kalau kamu nggak tahan berumah tangga bersama Elang, mending kamu cerai dan menikah sama Samsul. Cukup pernikahanmu ini menjadi pelajaran supaya kamu nurut dan menerima jodoh yang sudah Papa pilihkan buat kamu."
"Aku nggak mau, Pa," jawab Ayana tegas.
Sontak Jodi dan Asih pun membelalakan mata terkejut mendengar jawaban Ayana yang terdengar mantap tanpa keraguan sedikitpun.
Asih dan Jodi menoleh saling tatap untuk sesaat. Lalu mereka serempak menatap Ayana meminta penjelasan.
"Lho memangnya kenapa?" tanya Jodi penasaran.
"Atau kamu sama Elang sudah…" ucapan Asih terpotong karena dia ragu untuk melanjutkan kalimatnya.
Sekilas Asih melirik Elang dengan perasaan campur aduk di dalam dada.
"Aku sama Elang sudah saling cinta, Ma. Jadi jangan paksa kami untuk berpisah."
Kali ini bukan Asih maupun Jodi yang terkejut, melainkan Elang itu sendiri. Dia tentu saja kaget saat mendengar Ayana mengungkapkan mereka saling cinta.
Entah itu benar atau Ayana sedang membual di depan orang tuanya, tapi hal itu cukup membuat bibir Elang menyunggingkan sebuah senyuman.
"Tapi, Ay…"
"Papa, kalau Papa datang kemari untuk meminta aku pisah sama Elang dan menikahi Samsul. Jawabannya, aku nggak mau. Sampai kapan pun aku nggak mau, Pa."
Ayana meremas tangannya dengan sangat kuat. Nafasnya menderu cepat akibat menahan emosi yang bergejolak.
"Memangnya Samsul kasih apa ke Papa? Sampai-sampai Papa ngotot ingin aku nikah sama Samsul," Ayana bertanya dengan nada suara setengah berteriak saking geramnya dia pada Jodi.
Mendadak Jodi menjadi gugup. Jika dia mengatakan yang sebenarnya, kemungkinan Ayana akan marah dan malah semakin menolak menikah dengan Samsul.
"Samsul nggak kasih apa-apa. Papa nikahkan kamu dengan Samsul, supaya hidup kamu terjamin. Itu saja."
Asih yang duduk di samping Jodi mendesah frustasi. Tak tega melihat Ayana terus dibohongi akhirnya Asih pun mengaku, "Sebenarnya, Papa kamu itu menggadaikan kamu kepada Samsul, Ay."
"Apa?"
Ntar nyesel loooo
Klw Elang anak konglomerat gmn...apa gak bakal minta tlg nyelametin usahanya yg lg sekarat?
Yakin?