Pernikahan Adelia dan Reno terlihat sempurna, namun kegagalan memiliki anak menciptakan kekosongan. Adelia sibuk pada karir dan pengobatan, membuat Reno merasa terasing.
Tepat di tengah keretakan itu, datanglah Saskia, kakak kandung Adelia. Seorang wanita alim dan anti-laki-laki, ia datang menumpang untuk menenangkan diri dari trauma masa lalu.
Di bawah atap yang sama, Reno menemukan sandaran hati pada Saskia, perhatian yang tak lagi ia dapatkan dari istrinya. Hubungan ipar yang polos berubah menjadi keintiman terlarang.
Pengkhianatan yang dibungkus kesucian itu berujung pada sentuhan sensual yang sangat disembunyikan. Adelia harus menghadapi kenyataan pahit: Suaminya direbut oleh kakak kandungnya sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dini Nuraenii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Senja turun di atas ibu kota, mengubah beton menjadi emas.
Lampu-lampu jalanan menyala, menutupi kebohongan yang bersembunyi.
Sore itu, kota yang ramai terasa seperti ruang tunggu sunyi,
Di mana dua jiwa bertemu untuk mengukir perjanjian dosa terakhir.
Di antara janji perpisahan, sebuah jejak kecil menanti,
Jejak yang akan berbicara lebih keras dari sumpah mana pun.
Pukul tujuh malam. Reno sudah berpakaian rapi, siap pergi. Adelia berdiri di ruang tengah, memegang secangkir teh yang dingin. Ketegangan memenuhi udara rumah yang baru kembali dari Bali.
"Aku harus pergi, Sayang," kata Reno, berusaha terdengar tenang namun mendesak. "Ada satu pertemuan penting yang harus kuselesaikan malam ini, di luar ibu kota. Ini ada hubungannya dengan 'pencarian Dion' dan juga masalah bisnis sensitif yang kutangani. Aku harus menemui seseorang yang punya petunjuk di sana."
Adelia melangkah mendekat. Ia tidak berteriak, tetapi matanya menuntut kejelasan. "Mas, kita baru sampai. Kenapa tidak besok pagi? Apakah ini benar-benar tidak bisa ditunda? Sejak Bali, kamu terus menghindariku dengan dalih 'bisnis sensitif' dan 'pencarian Dion'."
"Ini mendesak, Sayang," ulang Reno, suaranya naik satu oktaf. "Aku harus memotong mata rantai secepatnya agar kita bisa fokus pada pernikahan kita. Orang ini hanya punya waktu malam ini. Aku melakukan ini demi kita."
Adelia mengangguk pelan, tetapi kata-kata "pengkhianatan" yang ia dengar samar-samar tadi malam terus berputar di benaknya. Pertemuan rahasia. Urusan di luar ibu kota. Pengkhianatan.
"Mas," kata Adelia, meraih kerah kemeja Reno. "Aku mengizinkanmu. Aku percaya kamu mencari yang terbaik untuk kita. Tapi jika urusan ini sampai membuatmu harus mengkhianati nilai-nilai kita seperti yang kamu katakan tadi malam maka kamu harus mengakhirinya sekarang. Jangan biarkan uang membuatmu kehilangan dirimu. Kita bisa miskin, asal kita jujur."
Reno memegang tangan Adelia yang ada di kerahnya. "Aku tidak akan pernah kehilangan diriku, Sayang. Aku janji. Ini akan selesai malam ini. Aku akan segera kembali. Tunggu aku."
Reno mencium kening Adelia, ciuman yang terasa dingin di kulit Adelia.
Reno bergegas keluar. Adelia mengikutinya secara diam-diam hingga ke garasi. Ia melihat Reno memasuki mobilnya, tetapi ia tidak langsung menyalakan mesin. Reno sibuk mengirim pesan singkat, pasti ke orang yang akan ia temui.
Adelia tahu ia tidak bisa mengikuti Reno. Itu terlalu berisiko dan akan menghancurkan kepercayaannya jika ia salah. Tetapi ia harus punya bukti.
Saat Reno menyalakan mesin, Adelia segera membuka ponselnya, mengaktifkan fitur kamera. Jantungnya berdebar, ia merasa seperti mencuri.
Ia memotret odometer mobil Reno, mencatat angka kilometer yang tercantum 89745. Aku akan tahu persis seberapa jauh ia pergi.
Lalu, ia memotret pengaturan navigasi di layar mobil alamat apartemen studio di pinggiran kota (yang Reno atur sebelumnya sebagai lokasi pertemuan 'bisnis'). Adelia mengira itu adalah lokasi pertemuan bisnis rahasia.
Terakhir, ia memotret botol air mineral di cup holder mobil Reno. Bukti visual. Hanya botol air, tidak ada yang lain.
Adelia menyaksikan lampu mobil Reno menjauh, menembus kabut senja ibu kota. Aku akan menghancurkan alibi bisnis ilegal ini, Mas. Aku akan menyelamatkanmu. Tindakan Adelia ini adalah benih penyelidikan yang lambat, bukti fisik yang akan ia gunakan untuk menghancurkan alibi 'bisnis' Reno, tetapi ia masih jauh dari kebenaran.
Reno mengemudi ke apartemen studio Saskia. Setiap detik terasa menyiksa. Ia tiba. Apartemen itu remang-remang, hampir kosong.
Reno masuk. Saskia sudah menunggu, berdiri di tengah ruangan yang hampa. Cahaya lampu jalanan menyaring dari jendela, membelah wajah Saskia menjadi terang dan gelap, seperti takdirnya.
"Aku datang, Kak," kata Reno, suaranya serak. Ia melihat mata Saskia yang bengkak, tetapi penuh tekad.
"Aku tahu. Ini yang terakhir, Reno. Aku ingin kita selesaikan, tanpa air mata, tanpa sentuhan," balas Saskia, berusaha menjaga jarak.
Reno melangkah ke depan, membawa amplop tebal. "Di sini ada identitas barumu. Kartu identitas, dokumen identitas, dan nama baru: Sarah Adibrata. Aku mengubah nama itu. Jangan gunakan nama samaran lama. Dan ingat, ceritamu adalah Dion Wirayudha, kontraktor yang lari dari tanggung jawab. Ini adalah harga yang harus kita bayar."
Reno kemudian menyerahkan kunci mobil baru (yang didaftarkan atas nama orang lain) dan sebuah buku rekening. "Ini cukup untuk lima tahun. Setelah itu, aku akan transfer rutin ke rekening tersembunyi. Kamu harus pindah ke pinggiran kota yang sangat terpencil, tempat yang aku atur. Jangan pernah menghubungi Adelia lagi."
Saskia menatap amplop itu. Ia tidak mengambilnya. "Kamu membeliku, Reno. Kamu membeli diriku dan anakmu. Uang ini hanyalah bayaran atas perpisahan yang kamu inginkan."
"Jangan bicara begitu!" Reno menahan amarahnya. "Ini adalah keamanan. Ini adalah perlindungan."
"Perlindungan? Aku harus hidup sebagai buronan, menyembunyikan kebenuhan dari adikku sendiri! Apakah perlindungan Adelia hanya bisa dicapai dengan kehancuranku, Reno?" Suara Saskia bergetar.
Reno tidak tahan. Ia mendekat, memeluk Saskia erat-erat. Pelukan yang lama dan penuh rasa sakit.
"Maafkan aku, Kak," bisik Reno di rambut Saskia. "Aku tidak bisa kehilangan Sayang. Aku tidak bisa membiarkan anak ini tumbuh di bawah bayang-bayang skandal. Aku harus memilih neraka ini."
Saskia mendorongnya pelan. Ia menatap mata Reno, matanya memancarkan kedewasaan yang menyedihkan.
"Aku setuju, Reno," bisik Saskia, keputusannya final. "Aku akan pergi, dan aku akan membesarkan anak kita sendirian. Aku tidak akan membebanimu, dan aku tidak akan pernah merusak pernikahanmu. Aku memilih menjadi bayangan, agar aku tidak menghancurkan cahaya Adelia."
Saskia mengambil amplop itu. "Tapi kamu harus berjanji padaku, Reno. Jadilah suami yang sempurna untuk Adelia. Jangan pernah lagi menyentuhku sebagai seorang kekasih. Kamu hanya diizinkan datang sebagai ayah bayangan, jika anak ini sakit, atau jika aku yang sakit. Selebihnya, kita orang asing."
"Aku janji, Kak. Aku akan mencintai Sayang seperti dia pantas dicintai. Aku akan melupakan malam itu," jawab Reno, hatinya hancur.
Mereka berbagi ciuman perpisahan yang sangat emosional campuran cinta yang terlarang, penyesalan, dan sumpah kepada janin yang menghubungkan mereka. Ciuman yang terasa seperti meterai dingin di batu nisan hubungan mereka, sebuah perpisahan yang lebih nyata daripada kematian.
Reno kembali. Ia tiba di rumah pukul 11 malam. Ia berhasil lolos.
Ia memarkir mobilnya di garasi. Ia segera memeriksa kembali odometer mobilnya (tidak menyadari Adelia sudah memotretnya), dan dengan lega melihat tidak ada barang Saskia yang tertinggal.
Reno masuk kamar. Adelia sudah tidur, atau berpura-pura tidur. Reno mencium keningnya, lalu merebahkan diri dengan lega. Selesai. Alibi aman.
Namun, beberapa saat kemudian, Adelia bangun. Ia tidak bisa tidur. Pikirannya masih dipenuhi kata "pengkhianatan" dan masalah 'bisnis ilegal' yang diyakininya. Ia memutuskan untuk mengambil ponselnya dan membandingkan foto odometer yang ia ambil tadi dengan angka odometer mobil sekarang.
Saat ia memegang ponsel, ia merasakan dorongan kuat untuk memeriksa botol air mineral yang ia foto tadi. Ia berjalan ke garasi, memegang senter ponsel.
Adelia membuka pintu mobil. Ia membandingkan botol air di cup holder. Tepat seperti yang ia foto.
Lalu, ia melihat ke kursi penumpang depan, tempat Reno seharusnya bepergian sendirian untuk urusan 'bisnis' rahasia.
Saat Adelia meraih botol air mineral di cup holder mobil, ia merasakan sesuatu yang aneh. Di bagian bawah kursi penumpang depan di antara celah kursi ada sesuatu yang tersangkut.
Adelia berlutut dan menariknya. Itu adalah sehelai syal kasmir berwarna maroon dengan sulaman inisial 'S' kecil dan aroma vanila yang samar. Syal itu bukan miliknya; Adelia tidak suka warna maroon, dan ia selalu menggunakan parfum citrus.
Adelia mengenal aroma vanila itu.
Itu adalah parfum khas Saskia. Syal maroon itu sangat familiar, dipakai Saskia saat mereka di rumah lama.
Adelia memegang syal itu, tangannya gemetar hebat. Mas Reno bilang dia pergi sendiri untuk urusan bisnis... Kenapa syal Saskia ada di kursi penumpang depan mobilnya? Kenapa ada aroma parfum Kakak di mobil ini, di malam ia pergi tanpa jejak?
Kecurigaan Adelia seketika berpindah dari masalah bisnis ilegal ke perselingkuhan. Jejak tanah merah bisa jadi kebetulan. Kata "pengkhianatan" bisa jadi salah dengar. Tetapi syal Saskia dengan inisial 'S' dan aroma vanilanya adalah bukti fisik yang dingin dan tak terbantahkan bahwa Saskia adalah penumpang rahasia suaminya malam itu.
Adelia berdiri di garasi yang dingin, syal kasmir maroon itu terasa berat di tangannya, seberat kebenaran yang baru saja ia temukan.