Namanya adalah Ye Lin. Selain Ketua Pembunuh Bayaran dia juga dikenal sebagai Kaisar Pedang Tak Terkalahkan. Dalam ratusan pertarungan yang telah dilalui dia lebih banyak menang dan tak pernah sekalipun menderita kekalahan.
Namanya begitu disegani, pedangnya sangat dihormati. Namun pria yang terkenal kejam dan tak berperasaan itu pada akhirnya tewas saat berusaha menolong seorang anak muda.
Dia merasa hidup sangat tidak adil sampai jiwanya malah terjebak ditubuh anak muda yang diselamatkannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sayap perak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch - 24 : Ye Minghua, Si Jendral Wanita
Tak terasa telah satu minggu berlalu sejak Ye Lin kembali ke Keluarga Ye. Dalam kurun waktu tersebut Ye Lin lebih banyak menghabiskan waktu menemani Ye Minghua, sembari di masa luangnya fokus berkultivasi menghabiskan lebih dari sepuluh pil kultivasi.
Berkat ketekunan itu, Ye Lin sekali lagi menerobos satu tingkatan di mana dirinya sekarang berada di tingkat jiwa lapisan kedelapan.
Memang masih sangat jauh jika dibandingkan dengan pencapaiannya di masa lalu, tetapi untuk ukuran pemuda dua puluh tahun Ye Lin jelas telah melakukan semua yang dimampunya.
Kemudian dikombinasikan dengan ilmu pedang yang ada di kepalanya, Ye Lin memiliki kepercayaan diri untuk berhadapan dengan pembudidaya tingkat bumi. Bahkan mengalahkan pembudidaya di level tersebut selama beberapa syarat terpenuhi.
"Kakak, ayo. Aku sudah siap."
Suara Ye Minghua segera mengalihkan pandangan Ye Lin ke arahnya. Gadis itu keluar dari ruangan sambil mengacungkan pedang kayu di tangannya, tak lupa juga memamerkan berbagai perlengkapan yang dikenakannya.
Ketika berjalan, setiap langkahnya seperti jendral wanita yang baru saja kembali dari medan perang.
"Sudah?"
"Ya, ayo pergi."
Tanpa basa-basi Ye Minghua menghampiri Ye Lin lalu dengan bersemangat menarik tangannya pergi ke tempat latihan.
Ya, Ye Lin telah berjanji sejak beberapa hari terakhir bahwa dirinya akan mengajarkan ilmu pedang.
Semua berawal dari Ye Minghua yang beberapa kali ikut berkumpul dengan Ye Lin dan juga Huang Mei ketika mereka sedang latihan. Melihat keduanya tampak hebat sehingga Ye Minghua ingin sekalian mempelajarinya.
Namun beberapa hari sang kakak hanya berjanji dan berjanji tanpa niat yang jelas membuat Ye Minghua sangat kesal. Hanya bisa menggunakan trik licik, mengancam akan mogok makan, yang membuat Ye Lin tidak memiliki pilihan lain kecuali menuruti keinginannya.
"Minghua, sebelum kita sampai di tempat latihan, masih ada kesempatan untuk mundur. Kakak akan mengingatkanmu sekali lagi, latihan pedang tidak semudah yang terlihat."
Alih-alih memikirkan dengan seksama peringatan sang kakak, Ye Minghua hanya menggembungkan pipinya dan terus berjalan.
"Sudah berapa kali Kakak mengatakannya? Aku, Ye Minghua tidak akan menyerah!"
"..." Ye Lin sempat terdiam sebelum menggelengkan kepala. "Bagus jika sudah memutuskan. Karena sudah memulainya, jangan pernah berpikir untuk kembali."
Hump!
Ye Minghua bersungut-sungut sambil mempercepat langkahnya. Tak lama mereka sampai di tempat latihan, yang kebetulan pada waktu itu tidak terlalu banyak orang yang datang.
"Kak, apa kita akan langsung praktek?"
Mendengar pertanyaan ini Ye Lin spontan menekan telunjuknya ke kening gadis itu hingga membuatnya mendesis.
"Bagaimana mungkin langsung praktek?Pertama-tama kita belajar teknik dasar, tapi sebelum itu, kita juga perlu melakukan pemanasan."
Ye Lin mengambil pedang kayu dari tangan Ye Minghua, menepuk punggungnya, mengajak gadis itu lari bersamanya.
"Ayo, kita lakukan beberapa putaran."
Meskipun awalnya tampak enggan tetapi Ye Minghua seperti tidak punya pilihan kecuali melakukan seperti yang dikatakan kakaknya. Dia mengekor tepat di belakang Ye Lin sembari terus mengatur nafasnya untuk mengelilingi lapangan seluas empat ratus meter itu.
"Kak, apa ini masih kurang?"
Entah berapa kali pertanyaan itu keluar dari bibir mungil Ye Minghua. Mungkin belasan, bahkan puluhan. Dari waktu ke waktu gadis itu tak berhenti bertanya karena kakinya yang mulai pegal-pegal.
Dalam benaknya tak jarang berpikir untuk mengurungkan niatnya mempelajari ilmu pedang. Dia mulai terganggu, tetapi setiap pemikiran itu muncul Ye Minghua selalu memiliki alasan untuk terus berjuang.
"Tidak, aku tidak akan menyerah! Aku ingin menjadi kuat, berdiri di samping kakak, ikut dengannya menjelajahi banyak tempat tanpa menjadi bebannya."
Tangan Ye Minghua tiba-tiba terkepal. Matanya dipenuhi tekad, energi yang hilang kini perlahan terisi kembali.
"..."
Ye Lin menatap dengan penuh kebingungan menyaksikan Ye Minghua memperlaju gerakan larinya.
Mengingat baru beberapa saat lalu gadis kecil itu mengeluh dan bertanya kapan mereka akan berhenti. Tapi sekarang dia tampak lupa dengan keluhannya dan mengelilingi tempat latihan dengan semangat.
"Apa sebenarnya yang dipikirkan gadis kecil ini?" gumam Ye Lin.
"..."
Setelah tiga puluh putaran akhirnya mereka berhenti. Ye Lin meminta Ye Minghua beristirahat sejenak untuk mengatur nafasnya, sementara dirinya mulai menjelaskan teknik dasar pedang.
Sambil menjelaskan Ye Lin juga memperagakan gerakannya secara langsung. Meminta Ye Minghua memperhatikan dengan jelas dan bertanya jika ada yang tidak paham.
"..."
Waktu terus berlalu. Sementara dua bersaudara itu masih sibuk dengan aktivitasnya, tanpa disadari banyak orang sepasang mata sedari tadi telah memperhatikan dari kejauhan.
Kedua tangannya terkepal dan terlipat di depan dada, sementara ekspresi wajahnya tak menyembunyikan kebencian yang tampak nyata.
"Tak kusangka anak itu memiliki keberanian untuk mengadu. Membuat Ye Xinghan semakin membenciku, bahkan tak segan mengurungku di kediaman selama satu minggu penuh."
Semakin mengingatnya membuat Wei Zhiyue semakin kesal. Dia tak pernah menyangka jika Ye Lin yang sebelumnya selalu menjaga jarak dengan Ye Xinghan tiba-tiba berinisiatif mengadu.
Karena aduannya itu, Wei Zhiyue bukan hanya terkurung di dalam kediamannya selama satu minggu penuh, tetapi juga harus kehilangan orang kepercayaannya, Huo Junho.
Padahal Wei Zhiyue membutuhkan waktu yang sangat lama untuk memasukkan Huo Junho ke sisi Ye Xinghan. Mendapatkan informasi-informasi ekslusif yang tak mungkin didapatkan dari tempat lain dengan memanfaatkan keberadaannya.
Sayang sekali hal sebaik itu tidak bisa bertahan lebih lama. Semua karena Ye Lin. Karena anak itu yang tiba-tiba menjadi lebih berani.
"Ternyata kau di sini."
Sebuah suara membuat Wei Zhiyue perlahan menolehkan wajahnya. Mendapati seorang wanita tua, yang tak lain adalah bibinya, Wei Jia.
Wei Jia berjalan sambil menempatkan tangannya di belakang, berhenti tepat di samping Wei Zhiyue sembari mengikuti pandangannya yang tertuju ke tempat latihan.
"Aku tahu kau sangat kesal sekarang. Tapi jangan bertindak gegabah."
"..."
Wei Zhiyue hanya diam tanpa mengatakan sesuatu. Namun di dalam hatinya ada begitu banyak kata-kata kasar yang ingin diucapkan.
Apa benar-benar tidak ada yang bisa dilakukan? Terus menahan tidak akan bisa meredakan kemarahannya.
"Saat ini, pamanmu sedang mengikuti pertemuan rutin. Dia berencana menggunakan kesempatan ini untuk mendapatkan dukungan dari tetua lain agar mendukung putramu menjadi pewaris keluarga."
Wei Zhiyue yang sibuk dengan dirinya sendiri tiba-tiba tertegun mendengar apa yang disampaikan Wei Jia. Senyum di wajahnya samar-samar terlihat, sementara bola matanya tampak lebih cerah.
"Baguslah. Aku harap paman akan berhasil kali ini."
"Kau tak perlu khawatir. Meskipun orang-orang tua itu sangat kolot, tapi jika menyangkut kepentingan keluarga mereka tidak akan berbicara sembarangan."
"Kursi kepala keluarga hanya bisa diduduki oleh seseorang yang benar-benar mampu. Dalam hal ini, meskipun Zhiyang bukan yang tertua, tetapi kemampuannya jelas lebih unggul dibandingkan dengan anak wanita itu," pungkas Wei Jia panjang lebar.
Sementara Wei Zhiyue yang hanya mendengar mulai manggut-manggut merasa perkataan sang bibi sangatlah benar.
"Bagaimana mungkin anak itu dibandingkan dengan Zhiyang. Jauh, sangat jauh!"