Hidup Arabella hancur ketika pamannya tega menjualnya pada Edward Frederick, seorang mafia berkedok Ceo yang terkenal kejam, dingin, dan arogan, hanya demi melunasi hutang akibat kebangkrutan perusahaan.
Dengan kaki kanan yang cacat karena kecelakaan di masa lalu, Arabella tak punya banyak pilihan selain pasrah menerima perlakuan sang suami yang lebih mirip penjara ketimbang pelindung.
Perlahan, keduanya terseret dalam permainan hati, di mana benci dan cinta tipis perbedaannya.
Mampukah Arabella bertahan dalam pernikahan tanpa cinta ini? Ataukah justru dia yang akan meluluhkan hati seorang Edward Frederick yang sekeras batu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 3
Edward melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, melampiaskan amarah dan frustrasinya pada pedal gas.
Apalagi setelah ia membaca pesan singkat uang dikirim oleh ayahnya.
Tujuannya adalah sebuah hotel mewah di jantung kota, tempat Bobby, asisten sekaligus sahabatnya, sudah menanti dengan cemas.
Pertemuan ini bukan sekadar membahas pekerjaan, melainkan sebuah puncak dari konflik yang selama ini terpendam.
Setibanya di hotel, Edward bergegas menuju kamar yang telah dipesan. Bobby, yang telah menunggu di lobi dengan gelisah, segera menyusulnya.
Begitu pintu kamar tertutup rapat, Edward menjatuhkan tubuhnya ke sofa dengan kasar, seolah seluruh beban hidupnya ikut terhempas bersamanya.
“Shitttt!” Edward meraih sebungkus rokok dari sakunya, menyulut sebatang, dan menghembuskan asap tebal ke udara, seolah menciptakan kabut yang mencerminkan kekacauan dalam benaknya.
Bobby menghela napas panjang. Ia sudah terlalu familiar dengan perubahan suasana hati Edward yang meledak-ledak, sebuah reaksi yang selalu muncul setiap kali sahabatnya itu menghadapi masalah pelik.
"Ada apa lagi, Ed? Wajahmu terlihat sangat suram," tanyanya hati-hati, mencoba meredakan ketegangan yang memenuhi ruangan.
Edward tidak menjawab. Ia hanya terus menghisap rokoknya dalam diam, pikirannya berkecamuk seperti badai yang tak berkesudahan.
Setelah beberapa saat yang terasa seperti keabadian, ia akhirnya membuka suara.
"Aku mau kau mencarikan seorang gadis untukku," titah Edward.
Bobby mengerutkan kening, ekspresi bingung terpancar jelas di wajahnya. "Gadis? Untuk apa?"
"Tentu saja untuk aku nikahi," jawab Edward singkat, seolah pernikahan adalah solusi sederhana untuk masalah yang sedang ia hadapi.
Bobby terkejut mendengar jawaban itu. "Menikah? Kau serius?"
"Jangan banyak tanya! Aku hanya mau kau carikan seorang gadis yang mau menikah dadakan denganku," perintah Edward dengan nada yang tidak bisa dibantah.
Bobby semakin bingung dengan permintaan aneh ini.
"Tapi kenapa tiba-tiba kau ingin menikah? Apa ini ada hubungannya dengan pertengkaranmu dengan orang tuamu tadi?"
Edward mendengus, menghembuskan asap rokok dengan kasar.
"Kau benar. Saat perjalanan kemari, mama mengirim pesan. Mereka ingin menjodohkanku dengan anak rekan bisnis mereka. Aku tidak mau! Aku tidak mau menikah dengan wanita pilihan mereka!"
"Lalu kenapa kau malah ingin menikah dengan wanita yang bahkan belum kau kenal? Aneh sekali!" tanya Bobby, mencoba memahami jalan pikiran sahabatnya yang semakin tidak masuk akal.
"Agar mereka puas dan berhenti mengatur hidupku! Aku akan menikah dengan wanita pilihanku sendiri, bukan pilihan mereka!" jawab Edward dengan nada keras, emosinya ikut meluap-luap.
Bobby menggaruk-garuk kepalanya, merasa frustrasi dengan situasi yang semakin rumit ini.
"Ini gila, Ed! Kau tidak bisa menikah hanya untuk membuat orang tuamu senang! Pernikahan itu sakral, kau tidak boleh mempermainkannya seenakmu sendiri!"
"Aku tidak peduli! Aku hanya ingin mereka berhenti menggangguku! Aku mau gadis itu besok!" Edward membentak dengan mata berkilat marah.
Bobby terdiam. Percuma saja berdebat dengan Edward saat sedang dikuasai emosi seperti ini. Ia hanya bisa pasrah dan menuruti permintaannya yang tidak masuk akal.
"Baiklah, Ed. Aku akan mencarinya. Tapi kau harus ingat, ini adalah keputusan yang sangat bodoh," ucap Bobby dengan nada pasrah.
Melihat Bobby melamun, Edward kembali membentaknya dengan kasar.
"Kenapa kau masih berdiri di situ?! Cepat pergi dan lakukan apa yang aku suruh! Aku tidak mau melihat wajahmu untuk sekarang!"
Bobby menghela napas panjang dan bergegas keluar kamar, meninggalkan Edward yang masih diliputi amarah dan kebingungan.
Ia tahu bahwa mencari seorang gadis untuk dinikahi dalam waktu kurang dari 24 jam adalah misi yang hampir mustahil, tetapi ia tidak punya pilihan lain.
Bobby harus menuruti perintah Edward, meskipun ia sadar bahwa ini adalah awal dari sebuah bencana besar untuknya.
"Dasar pria arogan!" gumam Bobby kesal, melampiaskan kekesalannya pada nasib yang mempertemukannya dengan sahabat yang keras kepala seperti Edward.
"Apa dia pikir mencari seorang wanita itu segampang membeli ikan asin di pasar?" maki Bobby dalam hatinya.
pernah lihat film ga Thor
si detektif kecil kayak Conan 😄😄😄..
badannya aja yg pitik ga sama isi kepala nya,,
dari pada uncle mu yg 1/2 ons
aihhh mau ngapain merek apa Edward mau ngetes lolipop nya Sam Jul Jul