Karena terjerat banyak hutang dan kebutuhan yang terus meningkat, Yoko, terpaksa meninggalkan istri tercinta, pergi merantau ke negeri orang.
Satu tahun pertama bekerja, Yoko menjalani pekerjaan tanpa hambatan apapun dan dia bisa menjaga hatinya untuk sang istri tercinta.
Namun, sebuah kejadian mengerikan yang dia alami, membuat Yoko harus terjebak di rumah mewah, yang dihuni janda-janda cantik dan mempesona. Bahkan, Yoko pun diperlakukan sangat istimewa oleh mereka.
Mampukah Yoko bertahan dengan setianya? Atau justru hatinya akan goyah dan dia terjatuh dalam pelukan janda-janda yang mengistimewakannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Semakin Sakit Hati
"Yoko, kamu kenapa?" Sansan yang tadi juga sempat melihat ponselnya sendiri, sedikit terkejut begitu matanya melihat perubahan sikap pada pria yang duduk di seberang sofa.
Pria itu menunduk dengan tangan kiri menutup mulut dan tangan kanan, memegang ponsel. Pria itu tetap menunduk meski dia tahu namanya baru saja dipanggil.
Karena penasaran, Sansan pun beranjak dari duduknya, menghampiri Yoko. "Kamu kenapa?" tanya wanita itu lembut dengan mengusap pundak kanan Yoko.
Yoko mendongak."Istri aku, Non, istri aku hamil," Yoko menjawab dengan suara bergetar. Matanya memerah, seperti orang yang sedang ingin menangis.
"Astaga..." Dengan spontan, Sansan langsung duduk di samping Yoko dan tangan kanannya menempel pada pipi si penjaga rumah.
"Aku harus gimana, Non, aku harus bagaimana?" Yoyo benar-benar tak kuasa menahan sesak yang menghimpit rongga dadanya. Beberapa butir air mulai menetes meski Yoko berusaha untuk menahannya.
Sansan menatap Yoko dengan tatapan iba. Untuk menenangkan pria itu, Sansan mengarahkan kepala Yoko hingga terbenam di ceruk lehernya.
"Lepaskanlah, Yok, lepaskanlah beban dalam hatimu, jika itu merasa berat," ucap Sansan lembut dengan membelai rambut. "Jangan, kamu pendam. Lepaskanlah."
Yoko perlahan mulai terisak lirih. Seketika suasana rumah semakin sunyi.
Hingga beberapa menit kemudian, di saat suasana hati Yoko mulai membaik, pria itu sedikit tersentak kala menyadari posisinya saat ini.
Yoko pun segera mengangkat kepalanya dan ketika mata Yoko saling menatap dengan majikannya, pria itu jadi salah tingkah sendiri.
"Maaf, Nona ... aku ..."
"Nggak perlu minta maaf," ucap Sansan disertai dengan senyuman. "Udah merasa lebih baik?"
Yoko mengangguk pelan sembari tersenyum canggung. Seketika dia langsung berdiri. Namun dia kaget kala merasakan sesuatu pada tangannya. Yoko menoleh dan matanya agak membulat kala Yoko menyaksikan tangannya dicekal oleh sang majikan.
"Mau kemana? Mau pindah tempat duduk?" terka Sansan.
Yoko malah nampak bingung karena jalan pikirannya terbaca oleh sang majikan.
"Apa segitu cintanya kamu sama istrimu, sampai kamu disakiti pun, kamu tetap akan setia pada wanita itu?"
Mata Yoko agak melebar. "Bukan begitu, Nona," bantah Yoko.
"Lalu? Apa tujuan kamu berdiri? Apa aku sangat menjijikan, sampai kamu tidak mau didekati?"
"Astaga..." Yoko kembali terkesiap. Karena tidak mau membuat sang majikan semakin salah paham, Yoko pun akhirnya memutuskan duduk kembali. "Aku hanya takut, Nona," ucap Yoko sambil menatap lantai..
"Takut?" kening Sansan berkerut. "Takut kenapa?" mata wanita itu menatap lekat pria di sebelahnya.
"Aku takut, melampiaskan kemarahanku pada Nona," jawab Yoko membalas tatapan lawan bicaranya.
Kening Sansan pun semakin berkerut. Dia tidak mengerti dengan maksud dari melampiaskan.
"Melampiaskan bagaimana maksud kamu, Yok? Kamu akan meluapkan amarahmu karena aku sama-sama wanita?"
"Bukan begitu," bantah Yoko. Seketika Yoko kebingungan untuk memberi penjelasan yang cukup masuk akal.
Yoko tidak ingin, kejadian di ruang karaoke terulang kembali. Meskipun pada akhirnya Yoko merasakan kenikmatan yang dia rindukan, tapi Yoko tidak mau tindakan cerobohnya malah Jadi boomerang baginya.
"Dih! Malah diam. Bukanya menjelaskan," Sansan langsung berubah kesal. Namun Yoko malah cengengesan sembari menggaruk beberapa bagian tubuhnya yang tidak gatal.
"Apa jangan-jangan kamu takut, kamu akan melampiaskan kemarahanmu dengan memaksaku melayani kamu di atas ranjang?" tebak Sansan tiba-tiba.
Mata Yoko sontak sedikit melebar. Dia terperangah dan cukup kaget karena Sansan lagi-lagi bisa membaca pikirannya.
"Benar kan? Hayo, ngaku!" Sansan semakin memojokan membuat Yoko langsung gelagapan.
"Nah kan, berarti benar," hanya dengan memperhatikan reaksi pada wajah Yoko, Sansan bisa menyimpulkan kalau tebakannnya benar.
"Wajar sih, kalau kamu punya pikiran seperti itu," ucap Sansan lagi. "Dulu, aku, yang wanita aja, sampai kepikiran seperti itu, apa lagi kamu, yang seorang laki-laki."
Yoko tertegun mendengarnya dan matanya menatap lekat wanita yang tersenyum kepadanya.
"Aku tahu, laki-laki itu sangat susah untuk menahan hassratnya. Apa lagi jika berhadapan dengan wanita cantik, pasti kebanyakan laki-laki memiliki rasa ingin menggoda dan mengajak wanita itu tidur bersama, benar bukan?"
Mau tidak mau Yoko pun mengangguk sambil tersipu.
"Sudah aku duga," Sansan terlihat cukup puas. Sedangkan Yoko semakin salah tingkah saja.
"Dulu, pada saat aku mengetahui suamiku selingkuh, aku juga merasakan sakit yang sama, seperti yang kamu rasakan. Marah, sedih, kecewa. Aku bahkan sampai mabuk parah dan yah, sampai akhirnya, aku melampiaskan kemarahanku, bercinta dengan sahabat suamiku. Parah bukan?"
Yoko terperangah mendengarnya.
"Itu lah terakhir kali, aku berhubungan dengan laki-laki. Untuk selebihnya, mungkin kamu pernah lihat saat aku sedang kepengin."
"Pernah lihat?" Yoko sedikit terperanjat. "Kapan? Aku nggak pernah lihat, Nona, sumpah."
Sansan mencebikan bibirnya. Nampak sekali kalau wanita itu tidak percaya pada Yoko.
"Ya ampun, Non," Yoko sadar kalau Sansan tidak percaya kepadanya. "Bagaimana cara aku melihatnya? Aku aja nggak pernah tahu, kapan waktunya Non Sansan lagi kepengin melakukannya?"
Sansan tersenyum sinis. "Terus, waktu laptopnya Xiobong ketemu, kamu yakin, kamu nggak memeriksa isinya terlebih dahulu?"
Seketika Yoko kembali terperanjat. Matanya bahkan melebar dengan mulut terbuka.
Bibir Sansan sontak mencebik, melihat ekspresi Yoko. "Aku tahu, kamu pasti sempat melihat hasil rekamannya, iya kan?"
Yoko langsung gelagapan dengan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Dia pun jadi senyum-senyum malu.
"Ya maaf, Nona, aku hanya sedikit penasaran aja," ucap Yoko tanpa berani menatap lawan bicaranya. "Tapi kok Nona bisa tahu, kalau aku sempat melihat isi laptop Xiobong?"
Bibir Sansan kembali mencebik. "Pasti tahulah," balas Sansan. "Saat kamu menyerahkan laptop Xiobong, baterai laptopnya penuh. Pasti kamu menonton video sambil mengisi baterainya kan?"
Yoko kembali terperanjat. "Hehehe," dia pun malah tertawa karena tebakan Sansan benar.
"Harusnya jangan dilihat," ucap Sansan tiba-tiba ketus. "Pasti wajahku jelek banget ya?"
"Enggak kok, Non," bantah Yoko. "Nona cantik kok. Malah Nona semakin kelihatan cantik pas Nona lagi keenakan gitu," ucap Yoko tanpa beban.
"Dih!" Sansan mencibir meski dalam hatinya cukup tersanjung. "Apa yang kamu pikirkan saat menyaksikan videoku tanpa baju dan bermain dengan alat bantu?"
Yoko tercenung beberapa saat. Pertanyaan yang aneh, tapi berhasil mengalihkan rasa sedih dan sakit hati pria itu.
"Sebagai laki-laki, yang pasti aku iri sama alat bantu itu."
"Iri? Hahaha ..." Sansan tertawa renyah. "Kok bisa kamu iri sama alat bantu?"
"Laki-laki normal, wajar dong aku ingin seberuntung alat bantu itu. Bisa merasakan hangatnya lubang milik Nona."
Sansan kembali tersenyum. "Apa kamu ingin mencobanya?"
"Pastilah," Yoko menjawab denngan antusias.
"Ya udah, ayo, kita, coba."
"Apa!" Yoko malah kembali terperanjat. "Maksud, Nona? Aku pikir Nona bertanya tentang perasaanku saat nonton video."
Sansan masih setia dengan senyumnya. "Aku tahu, kamu ingin mencoba memasuki lubangku, kan?" Yoko mengangguk. "Ya udah, ayok, sekarang aku ajak kamu. Daripada kamu kepikiran pengkhianatan istri kamu yang selingkuh, lebih baik kamu senang-senang sama aku, yuk."
"Astaga..."
sama bar barnya lebih frontal ya ☺
lanjut thor 🙏