dendam adalah hidupnya. Melindungi adalah tugasnya. Tapi saat hati mulai jatuh pada wanita yang seharusnya hanya ia jaga, Alejandro terjebak antara cinta... dan balas dendam yang belum usai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rii Rya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
eps 25
Cuaca Pagi ini cukup cerah dan berangin, kawanan awan bergerak bergeser perlahan menghiasi langit biru. Namun cerahnya cuaca Pagi ini tak berhasil menggerakkan elena untuk sekadar melihat keindahan nya.
Gadis itu duduk termenung sambil memeluk kedua lututnya di atas ranjang bermotif bunga-bunga vintage.
Netra nya menatap lurus kearah jendela yang sedikit terbuka, angin yang berhembus lembut berhasil menggoyangkan tirai berwarna putih itu secara perlahan.
Gadis cantik itu menghembuskan napas nya gusar, pikirannya berkecamuk terus memikirkan tentang alejandro yang semakin hari semakin membuat nya curiga.
"Satu hari dia membuatku percaya, tapi satu hari kemudian dia membuatku curiga," sesaat dia menolehkan wajahnya kearah pintu kamar nya yang tak tertutup rapat.
"Sebenarnya apa yang sedang kau sembunyikan dariku, Ale?" Elena bangkit dari posisi nyamannya menurunkan kakinya menyentuh lantai yang terasa dingin.
"Kalau dia tidak mau jujur, maka aku akan mencari tahu sendiri," elena nekat masuk ke kamar pria itu diam-diam setelah memastikan bahwa alejandro tidak ada di rumah.
Dengan niat penuh, tangan nya bergerak cepat membuka laci nakas berwarna putih itu dan memeriksa apa isinya.
Laci pertama hanya ada sebotol obat tidur
"Dia konsumsi obat seperti ini?" Elena memperhatikan botol putih digenggaman nya sebentar lalu menyimpan kembali ke dalam laci.
Laci ke-dua...nihil, tidak ada apapun di sana.
Laci ke-tiga, gadis itu menemukan beberapa berkas cukup tebal dan sebuah map cokelat.
Dia sungguh penasaran berkas apa itu, elena membuka lembaran kertas tersebut satu-persatu membacanya dengan teliti.
"Ini..." Elena menutup mulut nya syok.
Tangannya gemetar saat menemukan berkas yang berisi silsilah keluarga adalrich wigantara.
Tapi yang paling membuat nya terkejut adalah beberapa nama yang ditandai dengan tinta berwarna merah dan itu nama ayahnya, Arthur, Diana dan juga ada namanya disana!
\-ADALRICH WIGANTARA (dead)
\-ARTHUR ADHITAMA (dead)
\-DIANA (next target)
\-ELENA ( )
Gadis itu meremas kertas tersebut, jantung nya berdebar kencang, kedua netranya mulai mengembun. Ada perasaan marah dan kecewa jadi satu.
Elena tahu jika Alejandro memang berniat balas dendam, tapi elena tidak tahu jika pria itu juga menempatkan namanya dalam daftar tersebut meskipun tanpa keterangan seperti yang lainnya.
"Siapa kau sebenarnya, Ale?" ucap nya lirih, tak lama gadis itu pun pergi meninggalkan kamar kosong tersebut dengan laci terbuka.
Di kediaman Sean Rajendra
Dua orang pria duduk berhadapan, meja kaca berdesain mewah itu menjadi pembatas keduanya.
"Aku tidak mengira kalau kau benar-benar bertindak menyingkirkan pria tua itu, Al," ujar Sean sambil setengah tertawa.
"Aku tidak punya pilihan lain, andai saja saat itu dia sadar dan mau meminta maaf kepada elena, dia pasti masih bernapas saat ini, tapi percuma, pria tua itu lebih keras daripada batu," alejandro serius dengan apa yang telah dikatakan oleh nya barusan.
Sean memicingkan matanya, dia mencium gelagat pria yang tengah jatuh cinta pada mantan anak buahnya itu.
Sean menyandarkan punggungnya di sofa sambil menyilangkan kedua tangannya dan menopang kedua kakinya lalu tertawa singkat.
"Kau sudah jatuh terlalu jauh rupanya, cinta memang bikin buta arah,"
Alejandro tak menjawab nya melainkan menundukkan kepalanya merasa malu karena ketahuan begitu cepat oleh mantan bosnya itu.
Tak lama kemudian Alana datang dengan nampan berisi dua cangkir teh hangat ditangan nya.
Sean refleks berdiri dan mengambil alih nampan tersebut dari tangan istrinya dengan hati-hati.
"Sayang, kenapa kau yang membuat nya, seharusnya kan kau istirahat sekarang?" Sean melirik kearah jam ditangan nya. Pria itu sudah menjadwalkan jam istirahat untuk Alana agar istrinya cepat pulih.
"Aku hanya bosan," jawabnya tak terlalu bersemangat, Alana melihat kearah alejandro yang tersenyum tipis kearah nya.
"Al, kenalkan ini istri ku, namanya hampir mirip dengan nama kekasih mu," ucap Sean sembari merangkul bahu Alana.
Alejandro spontan berdiri dan menunduk sopan, untuk sesaat dia memuji kecantikan istri mantan bosnya itu dalam hatinya. Tak heran jika seorang Sean Rajendra terlampau mencintai wanita itu.
"Kau harus kembali ke kamar, biarkan aku mengantar mu, setelah urusan ini selesai, aku pasti akan menyusul kedalam," pinta Sean dengan suara yang terdengar lembut dan cara bicaranya begitu langka terdengar di telinga alejandro.
Tanpa menunggu jawaban dari Alana, Sean langsung menggendong istrinya dan membawa nya kembali ke kamar.
"Eh...eh", Alana refleks mengalungkan tangannya ke leher Sean agar tidak terjatuh.
Sedangkan alejandro menahan senyumnya, ini adalah pertama kalinya dia melihat sisi lain dari diri seorang Sean Rajendra, seorang legenda Black panther.
Sean kembali dan sudah duduk, dia mengambil secangkir teh itu lalu meminta alejandro juga meminum satunya lagi dengan sedikit gerakan anggukan kepalanya.
"Aku tidak tahu kalau tuan memiliki sisi yang lain," ucap alejandro sambil meletakan kembali cangkir teh tersebut ke atas meja.
"Sisi romantis atau sisi kasih sayang yang tulus dan berlebihan, maksud mu begitu?" Sean tersenyum tipis dan kembali menyandarkan punggungnya di sofa lalu menyilangkan kedua tangannya didepan dada menatap lawan bicara nya.
"Aku memang bukan pria baik, tapi aku bisa mencintai istri ku dengan cara paling setia, Al,"
Alejandro mengangguk paham, dia mengerti sekarang, di dunia ini semuanya bisa berubah, apalagi menyangkut takdir. Pria itu tiba-tiba teringat dengan elena. Sedang apa gadis itu sekarang.
"Baiklah, katakan apa tujuanmu datang kesini?"
"Sepertinya ada orang lain yang mengincar elena, tuan," pria itu menarik napasnya singkat lalu kembali melanjutkan kalimatnya "beberapa hari yang lalu, aku menangkap seorang penyusup bertopeng, dia meneror elena lewat kaca jendela kamar nya dengan tulisan berdarah," raut wajah pria itu tampak begitu serius, dahinya berkerut menandakan bahwa betapa pentingnya masalah tersebut.
"Lalu apakah orang itu mengaku padamu, siapa yang menyuruh nya?"
Alejandro menggeleng pelan "dia bersikeras tidak mau mengaku dan sialnya dia tidak membawa petunjuk apapun, jadi aku terpaksa membunuhnya dan mengubur mayat nya di belakang villa," jelas alejandro lagi.
Raut wajah Sean berubah sedikit tegang, dahinya berkerut sempurna karena tengah memikirkan sesuatu.
"Pulang lah, kau sudah terlalu lama membiarkan gadis itu sendirian di villa, jangan lengah Al, meskipun wigantara sudah lenyap, akan tetapi kematian Arthur pasti menimbulkan bencana, kau pasti bisa menerka satu nama di balik kejadian itu," Sean mulai memikirkan satu nama yang berpotensi untuk membalas dendam pada elena... yaitu Diana! Ibu kandung Arthur!
Alejandro refleks berdiri, dia terlihat gelisah lalu menunduk hormat sebelum benar-benar pamit pergi.
Alejandro menghubungi ponsel elena namun tidak aktif, berkali-kali pria itu mencoba nya namun hasilnya tetap sama. Nihil.
Alejandro melajukan kecepatan motor sport nya membelah jalanan kota yang tak terlalu ramai.
Dia mulai di hantui rasa takut akan kehilangan gadis itu, elena. Gadis berusia 22 tahun yang mampu menutup kisah masa lalu nya dengan begitu cepat.
Saat sampai di villa...
Alejandro berlari menaiki anak tangga menuju ke kamar elena, pintu di buka dan tak ada tanda-tanda keberadaan gadis itu disana.
Pria itu kembali melangkah turun dan berlari menuju ke dapur. Nihil.
Dia terus mencari nya kesetiap sudut ruangan namun yang terdengar hanyalah suara derap sepatu nya yang bergema di villa yang besar itu.
Namun langkahnya terhenti saat melihat pintu kamar nya terbuka, pria tampan dengan tinggi 190cm itu bergegas masuk dan menemukan laci nakas nya terbuka.
Alejandro mengusap wajahnya kasar dan mengepalkan tangannya erat.
"Astaga, aku lupa membakar berkas-berkas itu, elena pasti sudah salah paham," alejandro meninju nakas tersebut dan menatap kearah cermin besar didekatnya.
"Dia pasti kecewa dan takut padaku sekarang," alejandro menyesal, dia kembali melangkah ke luar dan menyambar kunci motornya untuk pergi mencari keberadaan gadis yang telah berhasil mengobrak-abrik pertahanan hatinya itu.