“Aku dibesarkan oleh seorang wanita yang tubuh dan jiwanya hancur oleh dunia yang tak memberinya tempat. Dan kini, aku berdiri, tak hanya untuk ibuku… tapi untuk setiap wanita yang suaranya dibungkam oleh bayangan kekuasaan.”
Mumbai, tengah malam. Di ruang pengadilan yang remang. Varsha memandangi tumpukan berkas-berkas perdagangan manusia yang melibatkan nama-nama besar. Ia tahu, ini bukan hanya soal hukum. Ini adalah medan perang.
Di sisi lain kota, Inspektur Viraj Thakur baru saja menghajar tiga penjahat yang menculik anak-anak perempuan dari desa. Di tangannya, peluru, darah, dan dendam bercampur menjadi satu.
Mereka tidak tahu… bahwa takdir mereka sedang ditulis oleh luka yang sama–dan cinta yang lahir dari pertempuran panjang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon MOM MESS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tanah Dosa Selanjutnya.
Langit Bihar berubah mendung keesokan harinya. Desa masih dibungkam trauma, tapi di balik bisu itu, langkah Varsha dan Viraj tak berhenti.
Di balik jeruji besi ruang interogasi yang lembap, Ragunath duduk terikat. Tangan dan kakinya dirantai ke kursi besi. Senyumnya masih tak berubah, seolah ia masih percaya dirinya tak terkalahkan.
Viraj baru saja tiba. Langkah kaki yang turun dari mobil dengan penuh amarah membuat seluruh anggota polisi berdiri ketakutan.
"Dimana dia?"
"Di sini, Sir." Bose menuntun Viraj menuju ruangan tempat Ragunath di tahan sekarang. Sebelum masuk, Bose memberikan tongkat baton milik Viraj. Di dalam, Viraj meminta agar tangan kanan Ragunath di letakkan di atas meja. Petugas yang berjaga sedikit takut. Mereka tau apa yang akan Viraj itu lakukan.
"HEY!"
Mereka terkejut, dan langsung meletakkan tangan Ragunath di atas meja. Dengan kejamnya, Viraj memukul tangan Ragunath dengan begitu keras. Pukulan itu cukup membuat Ragunath menjerit kesakitan. Petugas yang berjaga sampai tidak tega melihatnya. Begitulah Viraj. Kejam, bengis, tak pandang bulu. Setelah cukup puas menyiksa Ragunath, Viraj melempar tongkat batonnya. Viraj berdiri di hadapan Ragunath. Tak berseragam. Hanya kemeja sehari-hari dengan lengan baju yang digulung. Mata kirinya menatap tajam, penuh kemarahan.
“Aku sudah melihat banyak bajingan dalam hidupku. Tapi hanya sedikit yang bisa tersenyum setelah membuang gadis-gadis tak berdosa.”
"Pft... Kau terlalu peka, Inspektur. Sudah takdir mereka seperti itu." Ragunath menjawab dengan nada datar. Menahan rasa sakit, tapi tetap tersenyum tenang.
PLAK!
Tamparan keras mendarat di wajah Ragunath. Darah segar mengalir dari ujung bibirnya. Viraj menarik kursi dan duduk di depannya.
“Katakan ke mana kau kirim mereka. Siapa yang membantumu?”
“Bahkan mayat pun tidak bisa bicara... lalu kenapa kau begitu sibuk mendengarkan bayangan?” Ragunath terus menertawakan Viraj. Amarah Viraj tidak bisa di bendung. Viraj mengambil obeng tumpul dari meja. Menekannya perlahan ke jemari Ragunath. “Aku bisa membuatmu bicara tanpa suara. Kau hanya perlu merasakannya." Ragunath terus tertawa. Tapi matanya menggambarkan bahwa dirinya kesakitan.
Tak berselang lama seorang Inspektur yang berpangkat sama dengan Viraj tiba. Inspektur Diwakar, kerap di sapa Inspektur Diwa.
"VIRAJ HENTIKAN!" teriak Diwa yang langsung menarik Viraj. "LEPASKAN AKU DIWA. AKAN KU BUAT DIA MENGAKUI SEMUANYA!"
"Tidak dengan cara ini. Hanya untuk satu jawaban kau akan melanggar hukum... Kau ini polisi." Viraj menatap Diwa tajam. “Aku bukan polisi hari ini. Aku hanya seorang ayah… yang takut kehilangan anaknya seperti dia membuang anak orang lain.” Viraj langsung menghantamkan kursi dengan kakinya ke lantai. Suara logam memekakkan telinga. Viraj langsung mencekik Ragunath, membuatnya sulit bernafas. Di detik terakhir Ragunath kesulitan bernafas, Viraj melepaskan cekikan itu. Viraj merab pergelangan bahu Ragunath, dan langsung memutarnya. Bahu kanan, dan kiri semua rata Viraj putar. Ragunath berteriak kesakitan. Diwa hanya diam memperhatikan iblis kepolisian memberi hukuman.
...----------------...
Sementara itu, Varsha sedang memeriksa kembali semua catatan dan transkrip pengakuan warga. Mahi duduk di pojok ruangan dengan boneka kumalnya. Ia tak banyak bicara, tapi matanya memperhatikan semuanya.
“Kakak... kenapa mereka menyakiti gadis-gadis itu?” Varsha berhenti menulis. Ia menatap Mahi, lalu berlutut di depannya.
“Karena mereka takut. Takut pada gadis-gadis yang punya keberanian. Tapi tugas kita… adalah menunjukkan bahwa rasa takut tak akan menang.” Mahi mengangguk kecil, lalu memeluk bonekanya erat-erat. Tiba-tiba Varsha mendapatkan telepon dari Bose yang sedang mencari berkas di kantor pusat.
“Ma'am, salah satu pembantu lama Ragunath baru kembali. Namanya Sulochana. Aku sudah menghubunginya untuk bekerja sama dengan mu. Dia sedang dalam perjalan bertemu dengan mu."
"Baik. Terima kasih, Bose." Panggilan berakhir. Varsha melanjutkan nulisnya sambil menunggu orang bernama Sulochana tiba. Tak berselang lama, wanita setengah baya dan mata yang lelah tiba.
"Varsha Mehra?" Varsha langsung mengangkat pandangannya pada wanita yang kini berada di hadapannya.
"Ya?"
"Sulochana. Pak Bose mengatakan kau butuh bantuan ku, "
"Oh benar. Silahkan duduk." Sulochana di minta duduk. Varsha juga meminta Mahi untuk main sedikit jauh dari mereka.
"Putri mu?"
"Bukan. Dia... Putri dari Inspektur Viraj."
"Sepertinya anak itu menyukai mu. Menikah lah dengan Inspektur itu?" Varsha menatap Sulochana dengan tatapan sedikit tidak suka. "Ah maaf kan aku Bu Varsha." Varsha hanya tersenyum kecil, walau dirinya masih sedikit tidak suka.
"Kita langsung pada intinya saja. Berapa lama kau bekerja dengan, Ragunath?"
"2 tahun, "
"Kenapa kau berhenti bekerja?"
"Aku tidak kuat, Bu."
"Maksudnya?"
"Ya. Aku tidak kuat harus diam di saan aku melihat para gadis desa di lecehkan, di hajar, dan di siksa di depan mataku. Aku ingin sekali berteriak, tapi suara itu sulit sekali keluar."
"Karena itu aku memutuskan untuk berhenti."
"Sulochana. Apa kau tau. Ketakutan mu itu sudah mengubur suara banyak gadis. Andai saja—"
"Andai saja saya berbicara untuk mereka. Andai saja saya menolong mereka. Andai saja saya menjadi suara untuk mereka. Mungkin semua ini tidak akan terjadi. Dan Bu Varsha, tidak perlu repot-repot datang ke desa kecil untuk membantu kami. Benar begitu kan, Bu Varsha?" Varsha hanya diam, menatap Sulochana yang balik menatap dengan tatapan tajam.
"Saya ingin. Tapi saya tidak punya keberanian. Mereka jauh lebih kuat dari ku. Mungkin hari itu aku bisa menyelamatkan mereka, tapi hari selanjutnya... Apakah aku bisa menyelamatkan diri ku sendiri?"
"Tidak. Bahkan polisi hanya akan tiba setelah melihat jasad—"
"Cukup! Aku tidak mau mendengarnya lagi. Katakan padaku, apalagi yang kau tau saat itu. Apa kau tau, mereka di sembunyikan di mana?"
"Ya. Saya pernah melihat mereka di kurung, di mandikan, lalu di ganti bajunya, dan kemudian... Mereka di bawa pergi."
“Dibawa ke mana?”
“Rajasthan. Ada truk malam yang membawa mereka. Truk itu terdapat tulisan di sisi kanan ‘pengiriman langit malam.” Varsha kembali menemukan titik terang. Ia mencatat dengan cepat semua detail yang Sulochana berikan. "Terima kasih, Sulochana. Satu hal yang harus kau tau. Orang-orang seperti Ragunath hanya berani mengancam mereka yang tidak memiliki suara dan keberanian diri. Jangan jadi wanita lemah, agar lemah mu tidak di manfaatkan." Sulochana tersenyum setelah mendapat motivasi singkat dari Varsha. Ia lalu berpamitan dan pergi. “Rajasthan…" gumam Varsha sambil menyandarkan diri di kursi. Varsha mengambil ponselnya untuk menelepon Viraj.
Viraj yang tengah menyiksa Ragunath berhenti saat merasakan getaran dari ponselnya. Ia melepaskan Ragunath lalu keluar tahanan untuk menerima telpon dari Varsha.
"Hallo, Varsha. Katakan!"
“Aku tahu ke mana mereka membawa gadis-gadis itu."
"Kemana?"
"Rajasthan."
"Rajasthan... Baiklah, tunggu aku dua jam lagi. Aku akan buat Ragunath buka suara apa hubungannya dengan Rajasthan, dan pada siapa dia bekerja."
“Tidak. Aku tidak bisa tunggu. 20 menit saja kita terlambat, semuanya sia-sia. Aku akan pergi… bersama Mahi. Kita bertemu di Rajasthan." Viraj terdiam sejenak.
“Hati-hati. Rajasthan bukan tempat yang ramah untuk perempuan yang bicara.”
"Kalau begitu aku akan bicara lebih keras.”
Panggilan di akhiri. Viraj kembali masuk ke ruang tahanan. Ia menarik Ragunath membantingnya ke meja. “Kau pikir kau bisa diam selamanya, Ragunath? KATAKAN PADAKU PADA SIAPA KAU MENGIRIM GADIS-GADIS ITU?”
"BUNUH SAJA AKU PAK INSPEKTUR. Mengapa kau mempersulit diri hanya untuk satu jawaban?" gumam Ragunath sambil tertawa puas. Lampu ruang interogasi padam sesaat. Tapi jeritan akan segera terdengar dari dalamnya.
jangan lupa mampir ya kak...