Kiki seorang gadis desa yang sederhana memiliki kemauan untuk merubah hidupnya. Ia memutuskan pergi ke ibu kota dengan hanya berbekal tekadnya yang kuat.
Ibu kota dalam bayangannya adalah sebuah tempat yang mampu mengabulkan mimpi setiap orang nyatanya membuatnya harus berkali-kali menelan kekecewaan apalagi semenjak ia dipertemukan dengan seorang lelaki bernama Rio.
Apa yang terjadi dengan kehidupan Kiki dan Rio? apakah keinginginan Kiki akan terwujud?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sephta Syani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 25
Kiki melihat interaksi antara bosnya dengan wanita di meja Dua puluh empat yang baru ia layani. Pembicaraan yang sesekali diselingi tawa cukup menggelitik di hati Kiki. Rasa penasaran dalam hati muncul seketika.
" siapa wanita itu. Nampak dekat sekali dengan pak Rio. " gumamnya dalam hati. Kiki terus memperhatikan Meja itu. Ia tak berniat memata matai mereka. Namun ada rasa yang ia sendiri tak tahu tapi membuat ia serasa ingin mengetahui lebih.
Namun tiba tiba terdengar suara yang begitu familiar di telinganya. Kiki terhenyak, ia kaget mendengar teguran Dian.
" kau mau kerja atau memperhatikan urusan orang lain hah! " Dian sudah berdiri di sampingnya sambil berkacak pinggang.
" maaf mbak, bukan begitu. " Kiki sedikit gugup karena ketahuan memperhatikan Rio oleh Dian.
" dia itu bosmu, kau jangan macam macam ya. Atau kau sudah ingin ditendang dari cafe ini. "
Ucapan Dian berhasil membuat Kiki semakin gugup. Kiki segera ingin segera pergi dari hadapan Dian.
" tidak mbak, maaf. Saya kebelakang dulu. "
" bagus memang harusnya kau bekerja disini bukan memata matai orang "
Dengan cepat Kiki berlalu meninggalkan Dian tanpa menatapnya lagi. Dian nampak tak peduli dengan sikap Kiki karena sebetulnya dia juga penasaran siapa perempuan yang sedang ngobrol dengan Rio. Meskipun Dian dan Rio saling kenal, namun Dian bisa dibilang tak terlalu tahu pergaulan dan siklus pertemanan Rio. Itulah sebabnya ia tak mengenal perempuan di meja dua puluh empat itu.
" siapa ya perempuan itu? Apa pacar Rio? " Dian bergumam pelan, nyaris tak terdengar.
Ingin sekali rasanya Dian mendekat ke arah Rio. Dan mencari tahu langsung tentang perempuan itu. Namun ia tahu keadaan. Dian cukup profesional dalam bekerja, itulah sebabnya meskipun ia sering berkata ceplas ceplos pada Rio tak membuat pekerjaannya terancam. Dian dan Rio memang bisa menjaga emosi dan profesionalitas mereka.
Dian memilih pergi dari pada memperhatikan mereka dan membuat hatinya semakin penasaran.
Rio menghela nafas setelah Tina pergi meninggalkan cafe. Ia melangkah menuju ruangannya. Wajah Rio nampak lelah, memang jika meladeni sifat Tina sekarang sering membuat Rio kewalahan. Tina yang tadinya pendiam kini lebih agresif bahkan bagi Rio terkesan sedikit gila.
" kenapa mukanya ditekuk, habis di putusin ya. " Dian tiba tiba mengagetkan Rio.
" siapa yang di putusin Dian. Dia itu temen ku. "
" masa temen kaya deket banget. "
" ya sama kaya kamu, kamu peduli banget sama aku. " ucap Rio datar sambil berlalu meninggalkan Dian.
Dian mematung mendengar ucapan Rio. Ada desiran aneh dihatinya. Rio memang kadang tengil namun justru itu yang membuatnya menyukainya. Meskipun ia harus berusaha mati matian menyembunyikan perasaannya itu. Namun Dian pun tak mau terus terbawa perasaan ia sadar sedang bekerja makanya sejurus kemudian setelah tenang ia segera melanjutkan pekerjaannya.
Rio mendudukkan diri di atas kursinya. Ia bersandar menatap langit langit ruang kantornya. Pertemuannya dengan Tina cukup membuat moodnya rusak.
Rio menatap keluar, dilihatnya dari balik kaca cafe yang hari itu sibuk. Pegawai lalu lalang, bolak balik membawa pesanan pelanggan. Pandangan Rio kembali tertuju pada seseorang yang nampak tersenyum menghadap ke arahnya namun pandangannya pada meja yang dia layani.
" ah kau memang selalu berhasil membuat ku tertarik. " ucapnya sambil tersenyum. Seketika hatinya yang tadi tak karuan seakan kembali menghangat. Kiki berhasil membuat Rio melupakan pertemuannya dengan Tina.