Dalam usaha menghidupkan kembali kota Happiness yang porak-poranda akibat badai dahsyat, David Booker mengusulkan agar mereka mengundang para wanita. Akhirnya dipasangkan iklan di surat kabar. Tak disangka, responsnya luar biasa. Deretan mobil yang melaju menuju kota Happiness membuat David benar-benar kaget, hingga ia terjatuh dari menara. Untung saja salah seorang pendatang itu dokter, Dokter Kendall Jenner yang manis dan menawan...
Namun, David gagal memberikan kesan pertama yang baik kepada Kendall, satu-satunya dokter yang kini mereka miliki di kota itu.
Mampukah David meluluhkan hati dan meyakinkan Kendall agar tetap tinggal di Happiness...?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Devoy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 24
"Booker," gumam Kendall, menunjuk kotak surat yang habis dicat di ujung bekas jalur mobil berkerikil, yang sekarang hampir sebagian besar ditumbuhi sulur dan alang-alang. Ia mengamati area tempat fondasi beton penunjuk bentuk rumah yang dulu ayah David bangun dengan tangannya sendiri. Lalu ia menatap David. "Di tempat inikah kau tumbuh besar?"
David mengangguk, dadanya sesak oleh kerinduan dan kenangan. "Lucu. Badai angin itu meratakan rumah kami dan membawa semua yang ada di dalam, tapi saat sudah berlalu, kotak surat itu masih berdiri."
Kendall meletakkan helm dan berjalan ke tempat yang dulunya merupakan halaman depan, lalu berbalik dan menoleh ke belakang ke arah lembah. Ekspresinya berubah. "Pemandangannya menakjubkan."
David menoleh untuk menikmati pemandangan itu, begitu akrab sekaligus berbeda. Sebagian wilayah sudah berkembang dalam sepuluh tahun terakhir, sementara yang lain masih menunjukkan jejak badai yang sudah menggunduli pohon seperti gergaji mesin raksasa. Bagaimanapun, pemandangan itu tetap menakjubkan, lembah yang di kelilingi oleh pohon evergreen dan kayu keras yang tumbuh bertingkat, di batasi oleh puncak gunung, berwarna merah jingga terang akibat tanah liat.
"Karena itulah ayahku membangun rumah di sini. Ia seorang tentara dan tidak pernah benar-benar memiliki rumah. Saat ia bertemu ibuku, mereka sering berkeliling dan mencari tempat untuk membentuk keluarga. Ayahku bilang, ia langsung tahu di sinilah tempatnya begitu mereka melihatnya."
"Bisa kulihat alasannya." Kendall menunjuk tanah itu. Kalian menjaganya tetap bersih. Apakah kalian punya rencana membangun di sini?"
"Suatu hari," David mengakui. "Aku punya banyak kenangan indah di sini."
"Pasti," timpal Kendall, lalu ia memandang garis bentuk rumah. "Pasti sedih sekali rasanya melihat semua tersapu. Kau di mana saat badai menerjang?"
"Di sini," jawab David. "Hanya ada aku dan Mom. Harry di luar negeri. Aku sedang cuti dari Angkatan Darat selama beberapa hari dengan seorang teman. Aku sedang membantu Mom memetik kacang polong untuk makan malam." Ia menunjuk kebun yang tertutup sulur di sebelah kanan. "Kebun kami di sebelah sana dan hasilnya cukup untuk memberi makan sepasukan tentara. Tapi bukannya mengurangi jumlah tanaman mengingat usia yang bertambah tua, setiap tahun ibuku justru memikirkan apa yang akan ditambahkan. Ia membagikan kelebihan hasilnya kepada tetangga dan kawan-kawan."
David tersenyum saat mengenang lalu mengerutkan kening dan berjalan dengan susah payah ke pintu bungker badai yang dibangun ke dalam sisi gundukan yang tertutup rumput. "Aku melihat angin puyuh itu datang, lalu mendengar sirene." Ia mengetuk-ngetuk pintu ruang bawah tanah itu dengan ujung kruk. "Kami berlindung di bunker. Tanah berguncang dan bunyinya seperti kereta melintas di atas kami. Rasanya seperti berabad-abad."
"Kau takut?" tanya Kendall lirih.
David memandangnya. Tak ada yang pernah mengajukan pertanyaan itu. Bulu di tengkuknya berdiri bila teringat bencana hari itu. "Yeah, aku sangat ketakutan," katanya, terkejut mendengar perkataannya sendiri. "Sebelum ayahku meninggal, kami semua berjanji padanya akan mengurus Mom. Yang bisa kupikirkan, saat kami meringkuk di bungker, aku merasa sudah gagal memenuhi janji pada ayahku dan ibuku. Saat itu aku yakin kami akan tersedot keluar dari sana dan terlempar ke Atlanta."
Ekspresi Kendall melunak. "Tapi tidak, kan?"
"Yeah. Saat badai sudah lewat, aku mamanjat ke luar, tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku tidak percaya dengan apa yang aku lihat. Rumah kami, lenyap begitu saja... bersama segala isinya. Kendaraan kami terlempar ke lereng bukit. Aku melarang Mom keluar. Aku takut ia tidak sanggup menerima kenyataan."
Kendall tersenyum. "Tapi ia sanggup."
David mengangguk. "Ia menangis sedikit, tapi berkata bahwa kami harus bersyukur karena masih hidup. Waktu melihat kerusakan seluruhnya dan tahu bahwa tak ada seorang pun yang tewas, rasanya sulit untuk tidak merasa beruntung."
"Kalian masih saling memiliki." Kendall terenyuh.
"Benar." Dada David sesak. Ia tak bisa membayangkan sendirian di dunia seperti Kendall. Wanita itu tampak begitu kecil dan rapuh, kuncirnya sedikit melorot karena tadi berhelm dan pipinya memerah karena tak terbiasa terkena cahaya matahari. Tiba-tiba David dikuasai dorongan untuk memeluknya.
Untung saja ia memakai kruk, menahan kuat dorongan itu.
"Apakah tanah ini masih milik keluargamu?"
David kembali mengingatkan diri. "Yeah. Batas kota terintegrasi sudah ditentukan, tapi tanah di luar batas itu masih milik keluarga-keluarga yang namanya tercatat dalam akta selama pajaknya masih dibayar. Aku dan kakakku menemukan keluarga yang memiliki bidang-bidang tanah di sekitar tanah kami dan mengajukan tawaran menarik untuk membeli tanah mereka. Keluargaku sekarang memiliki sekitar 140 hektare tanah."
"Baguslah," sahut Kendall dengan tatapan menerawang. "Pasti menyenangkan mengetahui di mana tempatmu yang sebenarnya."
Leher David tercekat hingga ia tak berani menjawab.
"Apa warna rumahmu?" tanya Kendall. "Bentuknya bagaimana?"
David mencengkeram pegangan kruk dan mengayun tubuh ke depan. "Ayo masuk, akan ku ajak kau berkeliling."
Kendall menyipitkan mata, tetapi mengikuti David yang berjalan menuju sesuatu yang dulunya bagian depan rumah. "Ayahku ingin rumah kayu, tetapi Mom selalu mengidam-idamkan rumah bercat putih, jadi mereka berdiskusi dan Dad mengikuti keinginan Mom."
Kendall tertawa. Suaranya ternyata amat menular, sampai mengacaukan benak David.
"Sepertinya mereka pasangan yang serasi," ucap Kendall.
"Memang," David mengakui. "Ayahku keras dan kasar, tapi bila Mom masuk ke ruangan, mata Dad akan mengikutinya ke mana pun." David menegur diri sendiri, kenapa juga ia menceritakan itu? Dan kenapa ia sendiri kesulitan mengalihkan tatapan dari Bu Dokter Kecil?
...****************...
kendall udah balik ga usah buru2 juga 😅
Beneran End ya K Devoy🥺Semoga sukses dgn karirnya d Real,sehat sllu dan jgn lupa tengok2 rumah halu kita ya kk,love youuu k dev😘😘😘
hayuu David bilang I lope yu atuuuh meuni susyaaah...
eta baju d kamanakeun atuuh,pasti d alungkeun kamana karep🤦♀️🤣🤣🤣
kuy semangat nyatakan cinta David,hanya itu yg bisa membuat Kendall menetap d happinese....
Cara kayanya orang yg sama,dy mantan Harry yaa??
knpa Cara sampe pergi dan meninggalkan Harry?
kabooooor🚴♀️🚴♀️🚴♀️🚴♀️🚴♀️
Terima kasih banyak untuk karyanya, semoga akan hadir karya² yang baru. Semangat berkarya dan semoga sukses selalu ❤❤