Penderitaan bisa dikatakan sebagai temannya. Tangis air mata tak pernah lupa untuk hadir. Perih dari luka yang tercipta selalu ia tahan. Namun, bagaimana jika ia harus menikah hanya untuk menggantikan posisi pengantin perempuan.
Elvira Pelita harus menggantikan posisi sang kakak dalam pernikahan, menjadi pengantin perempuan yang bersanding dengan pria yang seharusnya ia panggil kakak ipar.
Arkanio Althaf Zerion harus menikahi sang calon adik ipar karena calon istrinya melarikan diri. Ia selalu membenci pernikahannya karena bagi Arka, Vira penyebab perginya perempuan yang amat dicintainya.
"Jangan mendekat jangan sakiti aku, aku bisa menjelaskan semuanya. Aku tidak bersalah." Vira was-was karena Arka semakin mendekat.
"Kau salah, kau bersalah!" teriak Arka tepat di muka Vira.
Bagaimana pernikahan yang dipenuhi kebencian itu akan berjalan dan bagaimana cara Vira menyakinkan Arka bahwa ia tidak bersalah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nidati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perasaan Tak Kasatmata
Bukan hanya perempuan yang bisa tersakiti. Kaum lelaki pun bisa, hati mereka bukan batu yang tak berperasaan mereka sama hal dengan perempuan. Memiliki hati yang lembut dan penuh cinta hanya saja cara mereka mengekspresikannya berbeda. Patah hati pun bisa mereka rasakan. Meluapkan amarah adalah cara terbaik untuk melegakan hatinya yang tersakiti, tapi Arka sudah lelah hanya untuk marah-marah tak jelas.
Berjalan menyusuri trotoar jalanan yang sepi akan pejalan kaki. Hatinya sakit karena Arleta, tapi ia tidak bisa meluapkan rasa sakitnya. Ia sedih tapi tidak menangis. Faktanya adalah Arleta mengatakan kebenaran dirinya. Tidak ada lagi perasaan yang tersisa untuknya.
Perempuan yang amat dicintainya sudah meninggalkannya dengan luka. Arka akan mengabulkan permintaan Arleta. Ia akan pergi, pergi sejauh mungkin hingga tak ada seorang pun yang bisa menemuinya.
Lampu lalu lintas yang berwarna merah menghentikan para pengendara. Orang-orang yang menunggu waktu menyebrang pun kini bisa melintas dengan leluasa. Ada banyak orang yang menyebrang beserta anak kecil berusia sekitar 10 tahun yang ikut menyebrang bersama orang dewasa lainnya. Langkahnya kecil menghampiri seorang wanita paruh baya di sebrang sana. Dari jauh sebuah truk melaju dengan kecepatan tinggi dan hilang kendali. Suara klakson menggema memperingati. Beberapa penyebrang lari menyelamatkan diri mereka sendiri dan anak kecil itu terjatuh akibat dorongan. Karena shock anak kecil itu tidak bangkit sedikitpun justru menatap kendaraan yang mulai mendekatinya. Seluruh orang menjerit menyerukan agar anak itu pergi tapi tak dihiraukan.
"Awas!"
"Pergi!"
"Tiiinnn...."
Bruk
Sreeet
Seorang pria terpelanting jauh terseret beberapa meter hingga akhirnya berhenti dengan keadaan yang mengenaskan. Darah keluar begitu banyak, mengotori pakaian yang dikenakan sang pria, sedangkan anak kecil itu terdorong menghantam trotoar hingga kepalanya terbentur dan pingsan.
Truk terbalik menabrak beberapa mobil yang terparkir sebelum berhenti. Seluruh orang yang menyaksikan kecelakaan tersebut begitu shock. Mereka mendekati korban kecelakaan melakukan pertolongan pertama. Ambulance datang setelah dihubungi beberapa saat lalu. Membawa seluruh korban kecelakaan ke rumah sakit terdekat.
Dalam perjalanan menuju rumah sakit. Perawat membersihkan darah yang terus mengalir. Merogoh saku celana dan jas untuk mencari identitas si pria.
"Arkanio Altaf Zerion." Perawat membaca kartu identitas salah satu korban.
Ya, pria itu adalah Arka yang telah menyelamatkan satu nyawa dengan mengorbankan dirinya. Membahayakan nyawanya demi bisa menyelamatkan anak kecil itu.
☘☘☘
Vira yang sedang berjalan menuju dapur untuk meletakkan piring kotor bekas makan kakek. Langkahnya terhenti ketika merasakan sakit di dada sebelah kiri. Piring yang dipegangnya jatuh menghantam lantai sebelum akhirnya pecah. Vira meremas dadanya yang begitu sakit tak tertahankan.
"Akhh." Vira meluruh jatuh ke lantai.
Rasa sakit itu datang secara mendadak. Membuat tubuh Vira lemas. Perempuan itu meringis saat sakit yang ia rasakan semakin menjadi. Nafasnya terengah-engah lipatan di dahi semakin dalam dengan kerutan di sekitar mata.
Rasa sakit yang tak tertahankan membuat Vira tersiksa hingga akhirnya pingsan karena tak kuat menahan rasa sakit.
Dua orang yang terhubung benang tak kasatmata merasakan sakit secara bersamaan. Kedua hati yang tersakiti mempunyai kekuatan yang saling terhubung. Benci hanya ungkapan untuk menyembunyikan perasaan yang sebenarnya. Hubungan yang sudah terjalin sejak lama. Sebuah hubungan yang tidak mereka sadari satu sama lain.
Killa yang baru saja pulang dari les privat terkejut mendapati Vira yang pingsan. Ia berteriak memanggil siapapun yang berada di rumah. Suara langkah kaki yang tergesa-gesa menghampiri Killa cukup membuat gadis itu bernafas lega karena ada yang mendengarnya.
"Ada apa, Non."
"Bi, bantu Killa bawa Kak Vira ke kamar," ucap Killa ketika Bi Murni yang datang.
"Astaga, apa yang terjadi, Non."
"Jangan tanya-tanya dulu cepet bantuin, Bi," kesal Killa.
Mereka berdua membawa Vira masuk kamar, meskipun harus melewati tangga. Setelah memastikan Vira sudah dalam posisi yang nyaman Killa segera menghubungi orang tuanya. Meminta Faras dan Lydia untuk segera pulang. Ia juga memberitahu mengenai Vira.
Bi murni turun untuk membuatkan secangkir teh hangat. Killa duduk di tepi ranjang meletakkan telapak tangannya di kening Vira. Mencari tahu apakah Vira demam.
"Hangat, tapi tadi pagi Kak Vira masih baik-baik saja," pikir Killa.
Bi Murni datang dengan secangkir teh. Meletakkan di atas nakas. Ia menatap Vira yang belum membuka mata.
"Bibi keluar aja gak papa. Killa bisa nemenin Kak Vira." Bi Murni menatap ragu, tapi akhirnya ia menurut untuk pergi.
Faras dan Lydia segera memasuki kamar anak dan menantunya. Melihat Killa yang duduk di samping Vira yang belum sadar.
"Ada apa, Killa. Kenapa Vira bisa pingsan." Killa hanya menggeleng pelan, ia juga tidak tahu.
"Sudah tidak apa. Kamu sebaiknya ke kamar. Biar mama dan papa yang mengurus Kak Vira." Lydia mengusap pipi anaknya dan Killa pun menurut.
"Kenapa, Ma." Faras berkata melihat Lydia yang termangu.
"Perasaan mama jadi enggak enak, Pa." Lydia mengelus dada pelan meredakan rasa gusar.
"Arka!" Teriakan Vira mengalihkan keduanya. Mereka menatap Vira yang sudah bangun dari pingsannya.
Lydia mendekat mengelus pelan punggung Vira. Perempuan itu menatap Lydia dengan sorot mata takut bercampur sedih. Ia menggenggam tangan Lydia, lalu menatap Faras.
"Arka, dia ... kapan dia pulang," ucap Vira.
"Kenapa menanyakan Arka. Kau memikirkan dia, kau merindukannya sampai pingsan." Faras tersenyum geli.
Vira memilih tidak menanggapi candaan Faras. Ia beralih menatap Lydia yang tangannya masih ia genggam.
"Ma, Arka, bagaimana dia." Mereka seakan memiliki kekhawatiran yang sama.
Drrrt ... drrrt
Ponsel Faras bergetar. Kedua wanita berbeda usia itu menatap Faras yang sedang mengangkat panggilan. Matanya terbuka lebar mendengar kabar yang tak dapat diterima dengan lapang dada.
"Pa, ada apa?" tanya Lydia menghampiri Faras yang terdiam setelah mengangkat panggilan.
"Arka kecelakaan."
Deg
Kedua wanita itu terpaku mendengarnya. Tidak ada suara yang tercipta dalam waktu yang cukup lama. Hanyut dalam pikiran masing-masing.
Vira bangkit menghampiri Faras dan Lydia.
"Ma, Pa. Ayo, kita harus segera pergi." Perasaan Vira sangat tidak enak untuk saat ini.
"Tidak Vira, sebaiknya kau di rumah saja biar Papa yang ke sana." Vira menggeleng, ia tidak bisa hanya diam saja. Hatinya terpanggil untuk menemui Arka dan ia tidak mungkin diam di rumah menunggu kabar seperti orang bodoh.
"Tidak, aku ingin ikut aku ingin melihat Arka. Pa, aku mohon."
Faras menatap Lydia meminta saran melalui tatapannya.
"Kita pergi bertiga," ucap Lydia.
"Bagaimana Killa."
"Aku bisa menjaga diri, Pa. Ada banyak orang di rumah, lagipula aku sudah biasa ditinggal." Ketiga menatap Killa yang berdiri diambang pintu, tengah menatap mereka bertiga.
Lydia mendekat, memeluk putrinya.
"Maaf, Sayang. Maafkan Mama."
"Cepat pergi dan beri kabar mengenai kondisi Kak Arka. Aku tidak akan memberitahu kakek, dia bisa shock jika mendengarnya." Killa berucap membalas pelukan Lydia.
Faras dan Vira tersenyum karena Killa mau mengerti. Mereka bertiga segera menuju tempat di mana Arka berada.
***
Happy reading
Semangat! Ayo, semangat. Tidak apa semua akan baik-baik saja. Senyum dong kamu cantik kalau senyum 😄
Salam sayang dari aku
Orang berpendidikan kok mau2nya di aniaya sama ayah dan suaminya..gk masuk akal..
Ceritanya terlalu lebay..
Thor coba bikin tokoh perempuan yg kuat dan punya harga diri
Vira kamu jgn bodoh pergi dari rmh itu..kamu seorang pendidik harusnya tegas dan punya sikap..
thor viranya harus di bikin tegas dan punya sikap dong..