JODOH DI TANGAN ORTU

Satu minggu telah berlalu, hari ini Rakha pergi makam istri tercinta-Nya yang telah pergi meninggalkannya sejak satu minggu yang lalu.

Dengan membawa setangkai bunga mawar merah, ia melangkah 'kan kakinya memasuki TPU. Langkah demi langkah sudah ia lalui, kini ia duduk termenung memandang batu nisan yang bertuliskan nama istrinya di sana.

Tak terasa butiran air bening lolos dari pelopak matanya, sunggu pahit kenyataan yang ia rasakan saat ini. Berpisah untuk kedua kalinya dengan orang yang amat ia cintai, sunggu banyak harapan-harapan yang terkubur bersama jasad istrinya itu.

"Kamu jahat la ..." ucap Rakha dengan mengepal gundukan tanah di depan matanya. "Kamu jahat tinggalin aku sendiri di sini, kenapa kamu gak ajak aku sekalian la.? A-ku gak bisa, aku gak bisa hidup tanpa kamu mala!"

Alam 'pun sepertinya ikut merasakan kehancuran laki-laki yang sedang menangis di depan kuburan istrinya itu, hujan turun begitu lebat membasahi seluruh permukaan bumi.

Rakha, laki-laki itu tak sedikit 'pun tergerak untuk pergi dari tempat itu. Ia masih setia memandangi nisan istri tercintanya.

"Rakha ..."

Deg

Rakha menoleh ke sumber suara, matanya berbinar saat melihat sosok orang yang memanggilnya. "Mala!"

Grep

Rakha memeluk tubuh istrinya dengan sangat erat. "Katakan ini hanya mimpi la, katakan la."

"Rakha, lepas, aku harus pergi."

"Enggak!"

"Kita beda Rakha, kita gak bisa bersatu lagi."

"Enggak Mala, aku gak mau pisah dari kamu hiks.. Jangan tinggalin aku lagi, kha."

"Aku harus pergi," Mala melepaskan pelukan erat Rakha dari tubuhnya, menyerkah air mata sang suami. "Jaga diri kamu baik-baik, kha."

"Enggak, Mala enggak!" Rakha memegang erat tangan Mala, namun perlahan-lahan tangan itu pun terlepas dari genggamannya. "MALA!"

"Rakha.. kha bangun!" Anggun menepuk-nepuk pipi Rakha, yang sedari tadi mengigau menyebut nama istrinya.

"Mala!" mata Rakha terbuka lebar. "Bunda, di mana Mala, bun? Mala masih hidup 'kan bun?" pertanyaan demi pertanyaan Rakha lontarkan saat bangun dari tidurnya.

Pletak!

"Kalo ngomong yang bener-bener aja, Mala masih hidup tapi masih belum sadar aja dari komanya." ucap Anggun sembari melayangkan jitakan pada jidat sang putra

Mendengar ucapan sang bunda membuat Rakha bernapas lega. "Makannya kalo tidur itu baca doa."

"Rakha lupa baca doa, lagian Rakha juga gak tau kok bisa ketiduran?"

"Mungkin kamu capek jagain Mala seharian.."

Rakha memandang sendu ke arah ranjang rumah sakit yang di atasnya ada wanita yang amat sangat ia cintai, basmalah.

Flashback on:

"Enggak sus, jangan bawa istri saya. Mala masih hidup dokter!" Rakha menahan tim medis yang hendak memindahkan istrinya ke ruang jenazah

"Kamu yang sabar mas, pasien atas nama Mala sudah pergi dari sebelum mas bawa kerumah sakit ini." tutur sang suster

"Enggak! Mala masih hidup, kalian semua bohong!"

Kedua suster hendak mendorong brankar dan membawa Mala keruang jenazah namun Rakha menghalanginya. "JANGAN BAWA ISTRI SAYA! DIA MASIH HIDUP!"

"PERGI KALIAN!"

Kedua suster itu tak bergeming, ia takut memandang wajah laki-laki di depan mereka ini yang raut wajahnya amat sangat menyeramkan.

"Sus, kita keluar. Berikan waktu buat dia berdamai dengan keadaan!" ucap sang suster dokter yang menangani Mala

Suster serta dokter pergi meninggalkan Rakha dan Mala yang terbujur kaku di atas ranjang. Rakha menatap lekat wajah pucat istrinya itu. "Kamu dengarkan la, aku marah saat mereka ingin membawamu pergi dariku.

Kembali lah sayang, aku merindukanmu peluk aku, banyak impian-impian yang belum kita capai sama-sama."

Tes!

Butiran air bening lolos dari pelopak matanya, mengenai wajah pucat Mala, perlahan jari-jemari Mala mulai bergerak satu persatu. Rakha dapat merasakan itu karena saat ini ia sedang menggenggam erat tangan istrinya.

"Mala, kamu masih hidup 'kan sayang? Aku gak halu 'kan? Aku merasakan jari-jarimu bergerak la ..."

Rakha berlari keluar ruangan memanggil dokter yang menangani Mala tersebut, dokter itu tanpak tak percaya namun setelah ia masuk dan memastikannya sendiri memang benar gadis itu masih hidup walau detak jantungnya masih lemah.

"Gimana keadaan istri saya, dok?"

Dokter itu tersenyum. "Ini benar-benar mukjizat, istri anda selamat namun masih dalam keadaan koma."

Rakha sedikit bernapas lega, seenggaknya ia masih memiliki harapan untuk bersama lagi dengan istrinya.

Flashback off

...                                          ****...

Senyum di bilah bibir Devi mengembang saat di mana hari yang ia nanti-nantikan selama satu minggu ini datang juga. Hari ini ia mendapatkan pendonor mata, walau ia tak tahu siapa yang berkenan mendonorkan mata untuknya. Yang pasti orang itu sangat lah baik hingga ia tak mau namanya disebut.

"Selamat dev, operasi mata lo berjalan dengan lancar." ucap Vio

"Iya dev, sekarang kita bisa kumpul kayak dulu lagi." timpal Haura

Devi tersenyum memandang teman-temannya, namun tidak lama dari itu senyumnya menghilang. "Mala di mana?"

Haura dan yang lain terdiam membisu, mereka sengaja tak memberi tahukan keadaan Mala saat ini kepada Devi supaya gadis itu fokus pada kesembuhannya. "Mala mana?" tanya Devi lagi kala tak mendapatkan respon

"Itu dev, anu itu ..." Vio menggaruk kepalanya yang tak gatal, bingung harus ngomong apa.

"Gue tanya Mala dimana? Apa susahnya sih tinggal jawab."

"Mala koma dev," ucap Haura setelah cukup lama berdiam diri

Degh

"Anter gue ke ruang Mala sekarang!"

"Tap—"

"Anter atau gue sendiri yang pergi?"