NovelToon NovelToon
KEHUDUPAN KEDUA

KEHUDUPAN KEDUA

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Junot Slengean Scd

Seorang kultivator legendaris berjuluk pendekar suci, penguasa puncak dunia kultivasi, tewas di usia senja karena dikhianati oleh dunia yang dulu ia selamatkan. Di masa lalunya, ia menemukan Kitab Kuno Sembilan Surga, kitab tertinggi yang berisi teknik, jurus, dan sembilan artefak dewa yang mampu mengguncang dunia kultivasi.
Ketika ia dihabisi oleh gabungan para sekte dan klan besar, ia menghancurkan kitab itu agar tak jatuh ke tangan siapapun. Namun kesadarannya tidak lenyap ,ia terlahir kembali di tubuh bocah 16 tahun bernama Xiau Chen, yang cacat karena dantian dan akar rohnya dihancurkan oleh keluarganya sendiri..
Kini, Xiau Chen bukan hanya membawa seluruh ingatan dan teknik kehidupan sebelumnya, tapi juga rahasia Kitab Kuno Sembilan Surga yang kini terukir di dalam ingatannya..
Dunia telah berubah, sekte-sekte baru bangkit, dan rahasia masa lalunya mulai menguak satu per satu...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Junot Slengean Scd, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB.24 Langit Ke Tujuh

Langit Ketujuh terbentang luas, berbeda dari Langit Keenam. Di sini, warna langit seperti batu safir murni, menembus hingga ke kedalaman pikiran. Setiap hembusan angin membawa aroma purba — aroma dari dunia yang lahir sebelum manusia, sebelum dewa, sebelum hukum tercipta.

Xiau Chen melangkah di atas tanah yang berkilau, setiap pijakannya meninggalkan bekas cahaya seperti jejak aurora. Energi di Langit Ketujuh jauh lebih murni dibandingkan Langit Keenam; padat, pekat, namun tenang. Ia bisa merasakan aliran energi setiap makhluk, setiap artefak, bahkan setiap pikiran yang tersisa dari masa lampau dunia ini.

Di kejauhan, menara kristal yang menjulang tinggi tampak tak tersentuh oleh waktu. Di dalamnya tersimpan Mata Jiwa Purba, pusaka ketujuh yang diyakini mampu menembus batas kesadaran, membuka kemampuan untuk melihat masa lalu dunia dan masa depan para dewa.

Namun sebelum sampai ke menara, Xiau Chen harus melewati Lembah Mata Jiwa, sebuah lembah di mana ribuan makhluk jiwa purba berkeliaran. Sosok-sosok itu bukan musuh secara langsung, melainkan bayangan jiwa dari para kultivator, dewa, dan makhluk purba yang pernah hidup di dunia ini. Mereka diam, menatap setiap langkahnya dengan mata bercahaya, seakan menimbang niat dan kekuatannya.

Xiau Chen menarik napas, menenangkan pikirannya. Energi murni Langit Ketujuh meresap ke dalam nadinya, mengalir ke tulang, otot, dan bahkan ke inti jiwanya. Ia tahu, pusaka ini bukan sekadar kekuatan fisik. Mata Jiwa Purba akan menguji ketajaman jiwanya — keteguhan hati, kejernihan niat, dan kemampuannya memahami aliran energi purba yang melingkupi alam semesta.

Langkahnya perlahan, namun setiap gerakan memancarkan aura tak tergoyahkan. Bayangan-bayangan jiwa purba perlahan bergerak, membentuk lingkaran, memantau, menguji. Xiau Chen mengangkat tangannya, pedangnya berkilau dengan cahaya emas yang telah menyerap Tulang Leluhur Dewa Langit.

Seketika, suara dalam pikirannya bergema:

“Xiau Chen… apakah kau siap menatap inti jiwa dunia ini? Apakah kau mampu menanggung penglihatan mata purba?”

Ia menatap langit safir di atas, tatapannya tegas. “Aku siap. Tidak ada yang bisa menghentikanku.”

Bayangan-bayangan itu kemudian menyerang — namun bukan dengan kekerasan, melainkan dengan kecepatan dan ketajaman persepsi. Mereka menabrak pikiran, mencabut ingatan palsu, memaksa Xiau Chen menghadapi seluruh kebenaran dari hidupnya. Ia melihat ribuan wajah murid-muridnya, sahabat yang gugur, musuh yang pernah ia kalahkan, bahkan sosok Mo Tian yang membayang di balik bayangan hitam.

Energi murni di dalam tubuhnya berputar, membentuk pusaran cahaya dan bayangan. Pedangnya menjadi titik fokus, memusatkan aliran energi purba. Setiap serangan bayangan ia tangkis dengan kesadaran penuh, bukan kekuatan saja. Ia belajar membaca aliran jiwa purba, menyesuaikan diri dengan ritme mereka.

Tiba-tiba, dari langit safir muncul sosok raksasa, makhluk purba berbentuk naga dengan mata bercahaya emas. Itu adalah Penjaga Mata Jiwa Purba, makhluk yang tidak bisa dilawan dengan pedang atau tenaga biasa. Mata naga itu menembus jiwa Xiau Chen, menguji apakah ia layak menyentuh pusaka ketujuh.

Xiau Chen menunduk, mengalirkan energi dari Tulang Leluhur Dewa Langit dan tubuhnya sendiri. Ia menyeimbangkan energi cahaya dan bayangan dalam dirinya, merasakan arus purba dari seluruh Langit Ketujuh mengalir masuk.

“Cahaya dan bayangan… kekuatan dan kelemahan… waktu dan kesadaran… semuanya bersatu di dalam satu inti.” gumamnya pelan.

Naga itu mengaum. Suara dentuman gemuruhnya mengguncang seluruh lembah. Namun bukannya mundur, Xiau Chen menatapnya dengan keteguhan. Ia melangkah maju, dan setiap langkahnya memancarkan gelombang energi yang menyatukan bayangan-bayangan di sekitarnya menjadi satu pusaran harmoni.

Pedang Xiau Chen menyala, memotong udara yang dipenuhi energi purba, menciptakan jalur cahaya menuju pusaka di menara. Mata naga itu kini tidak menatapnya dengan amarah, melainkan menilai keberanian dan kejernihan niatnya.

Saat Xiau Chen menapaki altar menara, Mata Jiwa Purba tampak melayang di hadapannya — bola cahaya berputar dengan warna ungu keemasan, di dalamnya berdenyut ribuan jiwa purba. Energi pusaka itu beresonansi dengan seluruh tubuh Xiau Chen, membuka pandangannya ke seluruh Langit Ketujuh.

Ia merasakan aliran energi purba yang membentuk dunia, arus pikiran para dewa yang pernah hidup, dan sisa-sisa hukum yang membatasi alam semesta. Mata Jiwa Purba bukan sekadar kekuatan; ia adalah kunci untuk memahami segala hukum dunia, untuk menembus batas pikiran dan jiwa makhluk fana maupun abadi.

Xiau Chen mengangkat tangannya, menyentuh bola cahaya itu perlahan. Energi purba masuk ke tubuhnya, menyelimuti jiwanya, dan seketika ia merasakan penglihatan lintas dimensi: ia melihat masa lalu, masa depan, bahkan kemungkinan dunia yang belum lahir. Ia bisa merasakan energi dari Langit Keenam yang masih mengalir dalam tubuhnya, bersatu dengan aliran purba ini.

Namun bersamaan dengan itu, suara Mo Tian terdengar samar di dalam pikirannya:

“Kau pikir bisa menembus mata purba tanpa membayar harga? Aku akan menunggumu di Langit Kedelapan…”

Xiau Chen menarik napas, mengalirkan energi ke seluruh tubuh, menyeimbangkan kekuatan dan kesadaran. Ia tersenyum tipis. Mata Jiwa Purba kini menjadi bagian dari dirinya, memperkuat kesadaran dan kekuatan tempur, membuka jalan menuju Langit Kedelapan — pusaka kedelapan yang akan menantangnya lebih jauh lagi.

Langit Ketujuh bergetar lembut saat ia melangkah keluar dari altar, cahaya safir berpadu dengan auranya, membentuk jejak bercahaya di udara. Dunia purba ini tampak hening, namun penuh energi yang menunggu untuk disentuh dan dikuasai.

Xiau Chen menatap ke depan, menara berikutnya terlihat samar di antara kabut energi: Pedang Penutup Waktu, pusaka kedelapan menunggu di Langit Kedelapan, dunia yang lebih murni dan lebih berbahaya.

“Langit Kedelapan… aku datang,” gumamnya. “Tidak ada yang bisa menghentikanku.”

1
Nanik S
Lanjutkan Tor
Nanik S
Bagus... walau dulu sektemu hancurkan saja kalau menyembah Iblis
Nanik S
Xiau Chen... hancurkan Mo Tian si Iblis pemanen Jiwa
Nanik S
Lebih baik berlatih mulai Nol lagi dan tidak usah kembali ke Klan
Nanik S
Hadir 🙏🙏
Girindradana
tingkatan kultivasinya,,,,,,,
Rendy Budiyanto
menarik ceritanya min lnjutin kelanjutanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!