tok.. tok.. tok..
"Aris bangun" teriak Qiara sambil mengetok pintu kamar lelaki berusia 7 tahun.
tak lama pintu terbuka
"panggil kakak, aku lebih besar dari mu 2 tahun" katanya sambil melengos tak suka.
ia selalu merasa risih karena di ikuti anak kecil itu, Qiara seperti anak Ayam yang mengikuti induk nya.
"cuma beda dua tahun"
Qiara senyum-senyum tidak jelas
Qiara gadis kecil yang manis ceria, energik dan penuh semangat.
namun kejadian naas merenggut nyawa keluarga nya.
membuat ia hidup sebatang kara.
waktu semakin berlalu hari selalu berganti sampai remaja menanti entah sadar atu tidak perasaan tumbuh makin besar dalam hati Qiara untuk Aris.
Namun entah bagai mana dengan Aris, bagai mana jika arismerasa risih ,tidak suka, menjauh, menghindar, atau mengusir dengan kasar.
Dan bagaimana jika Qiara memiliki rahasia besar yang hanya ia simpan sendirian
"Aris tunggu" teriak Qiara remaja mengejar Aris.
"sial" Guam Aris, mempercepat langkah nya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @d.midah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tanding Basket
taxi berhenti di halaman rumah.
"Ini pak uangnya". Supir taxi itupun menerimanya.
"terima kasih pak". Aris membawa dua tas di punggung nya.
"maaf ini uangnya kelebihan". Kata pak sopir.
"gak papa pak".
setelah membayar taxi Aris turun lebih dulu lalu memangku Qiara yang tertidur.
Membuat pak Hilmi terheran.
'kok udah pada pulang'.
Sebenarnya Qiara awalnya hanya pura-pura, karna terkejut baru sadar dengan banyak nya murid yang melihat.
'perasaan tadi gak sebanyak ini deh, ko jadi makin banyak si'. Batin Qiara.
Qiara menyembunyikan wajahnya di punggung Aris lalu memejamkan mata tangannya semakin mengerat melingkari leher Aris.
"Aris jalan nya lebih cepat". Bisik Qiara.
"kalo cepet-cepet nanti jatuh mau". Qiara langsung menggeleng.
Dan akhirnya benar-benar tertidur, entah karna pening yang sempat melanda atau, entah karna lelah hati. Ingat Qiara tidak suka jadi pusat perhatian.
"udah pada pulang". Tanya pak Hilmi Karna setau nya, jadwal menjemput sekitar 4 jam lagi dari sekarang.
"udah pak". Aris langsung memasuki rumah, menuju lantai dua dan membaringkan Qiara yang tertidur.
"selamat tidur Qia".
mengusap kepa nya lembut lalu mencium pelipisnya setelah itu ia pergi.
"hah... Hah... Hah..".
Aris membuang nafas kasar, keringat bercucuran membasahi seluruh tubuhnya, membuka sarung tinju lalau melemparnya sembarang ngan, mengambil botol air mineral meminumnya lalu menyiram kepalanya dengan sisa air di botol.
tangan nya meremas botol kosong di tangan nya bibir nya bergumam, 'Radit'. Otaknya memikirkan 'bagaimana kalo menghajar si Radit'
Tapi hatinya berbisik 'Qiara tidak akan suka jika aku melakukan nya'.
Qiara membuka mata dan melihat jendela telah tertutup gorden.
"ternyata udah malem, tadi aku ketiduran".
Qiara memegang kepalanya baru ingat jika tadi siang ia ketiduran.
"aku kira pas buka mata, langsung liat Aris lagi pegang tangan dengan wajah khawatir, kayak di film-filem, tapi ternyata dia entah kemana, hah kapan si kamu bakal Nerima cintaku Aris, padahal ngejarnya udah dari bocil". Qiara tidak tau saja sebelum Aris pergi dia meninggalkan kecupan di dahi nya.
"setiap nyatain perasaan atau kasi kode, paling cuma respon 'hem' atau gak pasti bakal ngalih-hin pembicaraan". Qiara membuang nafas lalu mendekati cermin melihat tubuh nya dan menilai.
"apa aku kurang cantik". Qiara memegang wajah nya.
"apa rambutku jelek, apa harus di potong". Qiara mengusap rambut panjang miliknya.
"atau bodiku kurang bahenol". Qiara meliuk.
"hah apa jangan-jangan dadaku tepos kurang berisi". Tapi terasa bulat padat dan.... Stop. Qiara menggeleng.
"apa kulit ku burik" Qiara melihat tangan nya yang putih mulus "enggak ko"
"apa si yang kurang, kalo tinggi kan lumayan, aku gak pendek-pendek amat, cukup kok buat ciu...". Qiara kembali menggeleng, 'apa sih masih kecil juga kok malah ciuman', tapi wajahnya malah memerah. Tangan nya menepuk dua pipinya.
'pergi, kalian pergi sana, itu dosa gak boleh dulu mikir kayak gitu, tabung dulu aja buat nanti'.
lalu mengibaskan tangan mengusir khayalan yang lewat di kepala kecil nya.
'kenapa gak mau pergi si'.
Lalu berlalu melempar dirinya sendiri ke atas kasur lalu menendang-nendang kan kakinya dengan brutal sesaat kemudian ia duduk lalu mengacak rambutnya.
"hah entahlah, aku harus lebih bersabar, lagian masih kecil juga". Qiara melanjutkan tidurnya yang sempat terbangun.
Besok nya, tentu saja kehebohan yang kemarin, tidak akan reda hanya dengan satu hari, seluruh sekolah tidak habis-habisnya membahas hari kemarin, bahkan seluruh platform sekolah sangat berisik dengan notifikasi pesan yang menunjukan kejadian hari kemarin.
"dia kan orangnya, namanya Qiara kan anak kelas 10".
Semua sosial media grup sekolah tidak ingin ketinggalan.
semua isi sekolah disibukan dengan gosip tentang Qiara - Aris - Radit - Maxim - Atala.
"apaan si padahal cuma mimisan doang bisa jadi seheboh ini". Qiara mengembalikan ponsel milik Dinda.
"Qiara aku gak ngerti, kamu itu terlalu polos, terlalu cuek, terlalu tidak perduli atau apa sih". Dinda keheranan.
"ya wajar lah mereka heboh, ni ya ibaratnya yang semua orang idolain malah semuanya mengelilingi kamu Qia, kamu ngerti gak si". Dinda jadi gemas.
sedangkan Qiara malah masa bodo.
"Qiara". Teman-teman sekelasnya Qiara berlari menghampirinya dengan heboh lalu mem berondong nya dengan berbagai pertanyaan yang random banget.
"Qia beneran kamu di gendong ka Aris". Tanya teman nya yang baru datang.
"Qia beneran kamu di selamat tin kakak ketua OSIS" tanya yang satu lagi.
"Qia beneran kamu di samperin sama kak max". Tanya yang lain nya.
"Qia Qia beneran kamu kemaren sama kak Radit.."belum selesai pertanyaan.
BRAK..
"kalian semua diam dulu".
Dinda memukul meja dengan kencang mengagetkan semuanya, menghentikan teman-teman yang heboh.
'terima kasih banyak Dinda kamu menolong ku'.
Dalam hati Qiara sangat berterimakasih karna Dinda menghentikan teman-teman nya yang baru datang itu.
"tu kan kamu denger". Dinda menggenggam tangan Qiara, Dan rasa terima kasih itupun langsung tertelan kembali.
"Semua duduk di tempat masing-masing". Lah guru udah datang kapan bel bunyinya. Tentu saja saat mereka heboh tadi sampai suara bel pun tidak terdengar.
Akhirnya mereka duduk di tempat masing-masing.
'betapa berterima kasihlah nya aku pada Bu Jasmin'.
Di tempat lain tepatnya lapangan basket.
Aris mengambil bola yang menggelinding kearah nya, bola itu tengah di mainkan Radit dengan timnya, sepertinya mereka sedang latihan.
"sori lempar bolanya". teriak Radit.
Aris mendekat ke arah Radit yang berada tepat di tengah lapangan.
Aris mendribel bola kearahnya bukan mengembalikan dengan melemparnya, sepertinya Radit tau, Aris memiliki niat lain ia tidak hanya sekedar mengembalikan bola itu.
Radit menatap Aris, rasa tertarik langsung timbul mengingat hari kemarin, karna dengan seenaknya Aris membawa Qiara pergi.
Andai saja kemarin tidak ada kepala sekolah mungkin dia sudah berlari mengikuti mereka menuju UKS.
Setelah mereka saling berhadapan
"apa mau Lo". Radit langsung menodong Aris dengan pertanyaan.
"tanding lawan gue". to the point, Aris tidak ingin berbasa-basi.
Vin, dia salah satu anggota tim basket, merangkul pundak Aris.
"eeey yakin mau tanding lawan kapan kita, Lo tau sendiri kan sekolah kita gak pernah kalah karna Radit". Sombong nya, memang benar sih, meski kapten terdahulu selalu memenangkan pertandingan tapi setelah Radit yang menjadi kapten, tim mereka tidak pernah mengalami kekalahan sekali pun.
Aris tak gentar ia tetap pada pendiriannya.
"yang kalah harus ikutin permintaan pemenang".
"ok setuju". Mereka bersalaman.
Radit merasa tertantang, ia yakin pasti akan menang tentu saja siapa yang bisa mengalahkan Radit.