NovelToon NovelToon
Jodoh Jalur Orang Dalam

Jodoh Jalur Orang Dalam

Status: sedang berlangsung
Genre:Hamil di luar nikah / Konflik etika / Selingkuh / Cinta Terlarang / Keluarga / Menikah Karena Anak
Popularitas:267
Nilai: 5
Nama Author: yesstory

Setelah lama merantau, Nira pulang ke kampung halaman dengan membawa kabar mengejutkan. Kehamilannya yang sudah menginjak enam bulan.
Nira harus menerima kemarahan orang tuanya. Kekecewaan orang tua yang telah gagal mendidik Nira setelah gagal juga mendidik adiknya-Tomi, yang juga menghamili seorang gadis bahkan saat Tomi masih duduk di bangku SMA.
Pernikahan dadakan pun harus segera dilaksanakan sebelum perut Nira semakin membesar. Ini salah. Tapi, tak ingin lebih malu, pernikahan itu tetap terjadi.
Masalah demi masalah pun datang setelah pernikahan. Pernikahan yang sebenarnya tidak dilandasi ketulusan karena terlanjur ‘berbuat’ dan demi menutupi rasa malu atas aib yang sudah terlanjur terbuka.
Bisakah pernikahan yang dipaksakan karena sudah telanjur ada ‘orang dalam’ perut seperti itu bertahan di tengah ujian yang mendera?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yesstory, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Tawaran Menggiurkan

Di sebuah Mall, Riki tengah menyebarkan brosur jualannya. Bibirnya mengukir senyum pada setiap orang yang melewati stand mereka. Ia tahu sebagai sales, senyuman ramah adalah kunci untuk menarik perhatian para pengunjung Mall.

Seorang wanita cantik melangkah, mendekati Riki. Riki tersenyum ramah.

“Silakan, Kak. Brosurnya.” Riki mengulurkan selembar brosur pada wanita itu.

Wanita itu tersenyum. Melihat brosur lalu pada mobil yang dipajang di belakang Riki.

“Bagus warnanya. Saya suka.” Wanita itu berkomentar.

Riki tersenyum, bersemangat dalam menjelaskan model dan spesifikasi mobil yang ia jual. Wanita itu mengangguk-angguk.

“Saya tertarik.”

Riki melebarkan senyumnya. Bayangan bonus besar sudah menanti. Nira pasti akan senang kalau tahu ini. Atau ia bisa membelikan Nira sesuatu. Kalung atau cincin misalnya. Nira pasti akan senang dan luluh padanya.

“Saya akan membelinya. Tapi nanti. Sekarang saya lapar. Dan saya nggak suka makan sendirian. Kamu mau menemani saya?”

Riki mengernyitkan dahi, kebingungan.

“Atau perlu saya ijin pada manajermu di belakang itu?” Wanita itu melirik seorang pria yang duduk di balik meja, bermain ponsel.

Riki melirik wanita itu dan manajernya bergantian. Melihat raut wajah bingung Riki, wanita itu melangkah mendekati seseorang di balik meja kecil di belakang mobil.

Riki diam memperhatikan. Baru kali ini dia diajak makan oleh seseorang yang tak ia kenal. Apalagi yang mengajaknya adalah seorang wanita cantik.

Wanita itu kembali ke hadapan Riki bersama pria yang menjadi manajer Riki.

“Kamu boleh pergi, Rik. Anggap saja bonus tambahan karena kamu berhasil menjual mobil hari ini.” Manajer itu tersenyum hangat.

“Beneran, Pak? Tapi—“

“Kakaknya ini sudah memberi uang muka. Ia akan membeli mobilnya nanti setelah makan siang.” Manajer itu lalu berbisik,” Dia kesepian. Sedang patah hati. Dia hanya butuh teman makan. Ayolah. Jangan sampai gara-gara kamu menolaknya, mobil ini nggak jadi di beli. Bayangin aja bonus besarnya.”

Riki menatap wanita itu yang masih tersenyum manis, lalu mengangguk.

“Baiklah, Pak.”

Manajer itu tersenyum. Riki lantas berjalan mengikuti wanita itu. Mereka memasuki sebuah restoran Jepang di dalam Mall tersebut. Syukurlah Riki tak memakai baju seragam dari showroom mobil, tempatnya bekerja. Ia memakai kemeja biasa. Name tag nya juga ia kantongi begitu memutuskan mengikuti wanita itu.

“Namaku Yura,” ucap wanita itu mengulurkan tangannya begitu mereka duduk di salah satu meja.

Riki menjabat tangan Yura,” Riki.”

Yura tersenyum. Ia membuka buku menu.

“Kamu mau makan apa, Riki?”

“Apa aja.”

“Kamu pernah makan di restoran Jepang sebelumnya?”

“Pernah. Saya orang sini.”

Yura mengangkat wajahnya, mengangguk. Ia lantas memanggil pelayan dan menyebutkan pesanannya juga Riki.

“Relaks, Rik. Tegang banget sih.” Yura menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi dan menatap Riki.

Riki tersenyum kaku. “Eum, maaf, saya gugup.”

“Kamu udah punya istri?”

Riki mengangguk.

“Anak?”

“Mau dua, Kak.”

Yura tersenyum. “Kamu tahu kenapa saya ngajak kamu ke sini walau kita baru ketemu?”

Riki menggeleng.

Yura mencondongkan tubuhnya ke depan, sampai belahan dadanya sedikit terlihat karena ia memakai dress dengan belahan dada lebih rendah dari dress biasa. Riki tanpa sengaja meliriknya, menelan ludah.

“Karena saya tertarik sama kamu.”

Riki melebarkan matanya. “Tertarik? Sama saya?”

Yura mengangguk. “Banyak pria tampan yang saya temui. Tapi entah kenapa saat melihatmu, senyuman ramahmu dalam membagi brosur, seperti ada yang berbeda dari kamu.”

Yura kembali memundurkan tubuhnya. Duduk tegap, tapi masih terus menatap Riki dengan kerlingan mata yang menggoda.

“Saya sudah melihatmu beberapa hari ini. Dan saya nggak bisa berpaling. Jadi, hari ini saya memutuskan untuk membeli mobil yang kamu jual dengan syarat kamu harus menemani saya makan siang.”

Riki menelan ludah. Wanita di depannya sangat cantik. Riasan wajahnya sedikit tebal, tapi tak berlebihan. Tubuhnya langsing dengan lekukan yang sempurna. Wanita di depannya seperti tahu bagian mana dari tubuhnya yang paling diminati pria sehingga ia selalu memakai pakaian yang membentuk lekuk tubuhnya.

“Saya punya penawaran buat kamu. Saya ini janda udah lima tahun. Suami saya meninggal. Saya kesepian karena kami nggak dikaruniai seorang anak. Banyak pria yang mencoba mendekati saya, tapi saya nggak suka. Dan saat melihatmu beberapa hari ini, saya punya ketertarikan lebih sama kamu.”

Riki menegakkan tubuhnya. Raut wajahnya jelas terkejut dengan ucapan Yura. Janda? Kesepian? Tertarik padanya?

“Langsung aja, Riki. Saya nggak suka basa-basi. Kamu mau jadi pacar saya?”

Riki membulatkan matanya. Dari tadi ia seperti kena shock terapy akibat kalimat-kalimat yang dilontarkan Yura padanya. Selalu ada kejutan di balik kalimat itu.

“Saya nggak akan ganggu pernikahanmu. Saya nggak berniat juga merusaknya. Saya hanya butuh pacar karena saya kesepian. Dan sampai saat ini, cuma kamu yang berhasil membuat saya tertarik dan ingin dekat sama kamu.”

Ucapan Yura terdengar santai. Tapi menimbulkan badai di dalam hati Riki yang sedari tadi hanya bisa terdiam karena terkejut. Orang asing yang tiba-tiba beli mobil dan tiba-tiba ingin menjadikannya pacar. Semuanya terjadi dalam waktu kurang dari setengah jam.

“Imbalannya tentu saja uang. Aku akan memberimu uang. Atau kalau perlu aku belikan juga hadiah untuk istrimu dan mainan untuk anak-anakmu. Semuanya akan kamu dapatkan kalau kamu bersedia jadi pacarku dan memenuhi keinginanku.”

Pelayan restoran datang membawa pesanan mereka. Yura masih menatap Riki lekat. Seolah ingin melihat reaksi yang diberikan pria itu setelah mendengar permintaannya.

“Mikirnya nanti aja. Kita makan dulu.” Yura tersenyum, mengambil sendok, dan mulai menyuap makanannya.

Riki dengan gerakan kaku dan senyum tanggungnya juga ikut mengambil sendok, dan menikmati makanannya.

Mereka makan dalam diam. Tapi sesekali Riki melirik Yura. Sebagai seorang pria normal tentu ia tergoda dengan wajah dan tubuh Yura. Walaupun seorang janda, tapi dari luar, Yura terlihat masih muda.

Sambil mengunyah makanannya, Riki memikirkan ucapan dan tawaran Yura. Ia tergoda tapi takut juga. Bagaimana kalau Nira tahu ia berselingkuh?

Tapi, jika ia mendapatkan banyak uang, Nira pasti juga senang. Selama ini Nira selalu mempermasalahkan keuangannya. Ia masih ingat betul saat Nira meminta uangnya dikembalikan saat Riki tak bekerja.

Siapa tahu dengan penghasilannya yang besar nanti, Nira tak akan meminta berpisah. Toh uangnya juga untuk Nira. Nira tak perlu tahu dari mana uang itu berasal. Bukankah untuk mendapat sesuatu, ia harus berkorban juga?

“Kak.”

Yura mengangkat wajahnya. “Jangan panggil saya seperti itu. Panggil Yura aja agar kita seperti seumuran.”

Riki mengangguk, tersenyum. “Aku terima tawaran kamu, Yura.”

Yura tersenyum lebar. Sudah ia duga. Pria manapun pasti akan tergoda dengan tawarannya. Dan kali ini Riki lah pria beruntung itu.

“Aku suka jawabanmu. Aku anggap kita resmi pacaran sekarang.”

Riki tersenyum, senang. “Iya, Yura.”

Ah. Lupa sudah janji Riki pada Nira sebelum-sebelumnya. Ia malah dengan senang hati berselingkuh demi uang.

“Setelah ini, aku akan mengurus surat-surat pembelian mobilnya. Setelah itu kamu ikut aku. Aku akan bilang sama manajermu kalau aku ingin melihat mobil lain untuk karyawanku.” Yura meminum minumannya.

Riki mengangguk. Ia sudah membayangkan betapa kayanya janda cantik di depannya ini sampai mau membeli dua mobil dalam sehari.

Bisakah Riki dibilang bagai mendapat durian runtuh?

***

“Berat badan bayimu kurang dari standart, Nira. Inilah yang dikhawatirkan saat jarak kehamilan anak pertama dan ke dua terlalu dekat.” Dokter Ratna berkata setelah Nira menemuinya, konsultasi mengenai rencana kelahirannya.

“Apa nggak bisa melahirkan normal, Dokter?” Nira bertanya, mengusap perutnya perlahan.

“Terlalu beresiko, Nira. Apalagi anak pertamamu juga dilahirkan secara caesar. Kita mencari jalan amannya saja. Yang terpenting kamu dan bayimu sehat. Mau saya buatkan jadwal melahirkan nanti?”

Nira menggeleng.

“Nira, melahirkan secara normal ataupun caesar itu sama saja. Sama-sama menjadi Ibu. Sama-sama melahirkan seorang anak. Hanya jalannya saja yang berbeda. Kamu memang bisa memilih mau melahirkan dengan jalan apa, tapi kita sesuaikan dengan kondisimu dan kondisi bayimu. Apalagi jarak kehamilanmu belum ada satu tahun, Nira. Ini demi keselamatan kalian.”

Dokter Ratna menggenggam tangan Nira, menguatkan. “Nggak akan terjadi apa-apa. Percayalah.”

Nira menatap Dokter Ratna dengan mata berkaca-kaca,” Andai bisa diulang. Aku juga nggak ingin hamil lagi sebelum Arsa usia lima tahun, Dokter.”

Dokter Ratna mengangguk, tersenyum menenangkan,” Semuanya sudah terjadi. Anak keduamu ini sehat. Hanya berat badannya saja yang kurang. Satu minggu lagi, kita cek. Kita lihat apa dia siap melihat dunia. Jangan mengkhawatirkan apapun, Nira. Semuanya akan baik-baik saja. Tolong dijaga makanan dan kesehatanmu ya. Anak ini rezeki terbesar dari Tuhan.”

Nira mengangguk,” Terima kasih, Dokter.”

“Sama-sama.”

Nira keluar dari ruangan Dokter Ratna setelah mendapat wejangan dari sang dokter. Ia ingin melahirkan normal, ingin tahu rasanya mengejan, berjuang setengah mati demi sang anak.

Tapi apa daya, jika keadaannya tak memungkinkan. Nira terus merasa bersalah karena kehamilannya ini tidak direncanakan. Tapi, apa yang dikatakan Dokter Ratna benar. Anak ini adalah rezeki dari Tuhan. Bagaimana mungkin Nira bisa menolak rezeki sebesar itu?

Nira berusaha menguatkan diri. Meyakinkan diri bahwa ia pasti bisa melalui semuanya. Ada banyak pasangan suami istri di luar sana yang menikah lama tapi belum dikaruniai seorang anak walau sudah berusaha sebisa mungkin.

Dan dia, tanpa meminta, Tuhan memberikannya. Tak ada alasan lagi untuk Nira menolak kehadiran anak keduanya. Nira mengusap pelan perutnya dan berucap dalam hati, ‘Maafkan Mama yang sering menyalahkan kehadiranmu, Nak. Maafkan Mama yang kurang bersyukur ini. Tetaplah sehat di dalam sana sampai kita bertemu nanti ya.’

1
Miu miu
Gak terasa waktu lewat begitu cepat saat baca cerita ini, terima kasih author!
ZodiacKiller
Ga sabar nunggu kelanjutannya thor, terus semangat ya!
yesstory: Terima kasih kak.
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!