"Sejak kamu datang... aku tidak bisa tidur tanpa mencium bau tubuhmu."
Yuna, dokter 26 tahun yang belum pernah merasakan cinta, mendadak terlempar ke dunia asing bernama Beastia—tempat makhluk setengah binatang hidup.
Di sana, ia dianggap sebagai jiwa suci karena tak bisa berubah wujud, dan dijodohkan dengan Ravahn, kepala suku harimau yang dingin dan kejam.
Misinya sederhana: temukan cinta sejati, atau terjebak selamanya.
Tapi siapa sangka... pria buas itu justru kecanduan aroma tubuhnya.
Temukan semua jawabannya hanya disini 👇
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Azida21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24 :Siapa Yang Berani Mengusik Calon Pasanganku?
Yuna menata semua barang yang sudah ia beli sejak pagi. Perabotan dapur seperti wajan, panci, hingga sendok kayu ia susun rapi di rak sederhana yang ada di sudut ruangan. Beberapa bahan makanan juga ia simpan di tempat yang mudah dijangkau dan siap dipakai kapan saja.
Selesai merapikan semuanya, Yuna berdiri sambil menepuk-nepuk tangannya. "Enaknya masak apa ya untuk malam ini?" gumamnya dengan wajah serius, seolah sedang memikirkan soal besar.
Ia berkeliling sebentar, memandangi dapur kecil yang sudah lumayan tertata. Ide pun muncul di kepalanya. "Ah...sepertinya chicken katsu tidak buruk," katanya sambil tersenyum puas. Namun senyum itu cepat hilang begitu ia sadar sesuatu. "Eh, tapi di sini tidak ada yang jual ayam. Hm, gimana ya?"
Yuna mengetuk bibirnya dengan telunjuk, berpikir keras. Beberapa detik kemudian wajahnya kembali berbinar. "Kalau begitu pakai daging rusa saja. Harusnya bisa," katanya mantap. Tanpa membuang waktu, Yuna pun keluar rumah mencari Ravahn.
Ravahn ternyata sedang duduk di teras. Lelaki itu tampak sibuk memperbaiki tikar yang sempat Yuna minta untuk diperbaiki, tangannya luwes menyusun ulang anyaman yang rusak.
"Hei!" panggil Yuna membuat Ravahn menoleh.
Tatapan Ravahn seketika seperti biasa, tajam dan dingin. "Panggil aku Ravahn," ucapnya tegas.
Yuna spontan cengengesan. "Iya iya, Ravahn," sahutnya cepat.
Ravahn mengembalikan fokus pada pekerjaannya, seolah tak terganggu. "Ada apa?" tanyanya datar, suaranya dalam.
Yuna melangkah lebih dekat, lalu berdiri di depannya. "Bisakah kamu cari daging rusa untukku?" tanya nya ragu ragu.
Ravahn menghentikan gerakannya sejenak. Tatapannya berubah bingung, bahkan sedikit curiga. "Bisa..tapi Untuk apa?"
"Aku mau masak makanan untuk makan malam kita," jawab Yuna santai, seolah hal itu sudah jelas.
Ravahn menautkan alis. "Makanan apa yang mau kamu masak?"
Yuna menutup mulutnya dengan telunjuk, lalu tersenyum misterius. "Rahasia. Nanti juga kamu akan tahu sendiri," katanya sambil nyengir.
Ia mendekat, lalu berbisik seolah memberi janji besar. "Aku jamin enak pokoknya."
Ravahn menatapnya beberapa detik tanpa ekspresi, kemudian menarik napas panjang. "Baiklah, aku akan pergi berburu setelah tikar ini selesai," ucapnya akhirnya.
Yuna langsung bersorak kecil, kedua tangannya mengepal penuh semangat. "Yes! !" ucapnya riang. Ia lalu menambahkan dengan wajah agak malu-malu, "Eh, kalau tidak keberatan, nanti sekalian petikkan buah rasberi di hutan ya?"
Ravahn kembali berhenti bekerja, kali ini dengan wajah lebih bingung. "buah Apa itu?" tanyanya serius.
"Rasberi itu buah hutan. Warnanya merah, bentuknya kecil-kecil, dan rasanya agak asam," jelas Yuna sambil membuat gerakan tangan, seakan menunjukkan bentuk buah itu.
Ravahn tampak berpikir, mencoba membayangkan apa yang dimaksud. Ia mengangguk pelan. "Kenapa kamu menginginkan buah itu?"
"Hm... karena rasanya asam dan bisa dipakai untuk membuat saus," jawab Yuna dengan mata berbinar.
"Saus?" Ravahn mengulang kata itu dengan dahi berkerut. "Bahasa dari mana lagi itu?"
Yuna langsung mendelik, merasa diremehkan. "Saus itu seperti cairan berwarna merah, ada rasa manis, asam, kadang juga asin atau pedas. Itu bisa menambah rasa pada makanan," jelasnya panjang lebar, walau masih dengan nada sedikit kesal.
Ravahn diam beberapa saat. Ia menatap Yuna lama, seakan menimbang-nimbang apakah gadis ini benar-benar masuk akal atau hanya sedang berkhayal. "Cairan yang punya rasa berbeda-beda?" gumamnya seolah bicara pada diri sendiri.
"Iya! Dan aku akan membuat saus itu dari buah rasberi," tegas Yuna sambil mengangguk mantap.
Ravahn akhirnya menghela napas lagi. "Baiklah. Akan aku ambilkan nanti sepulang berburu."
Mendengar itu, Yuna langsung bersinar bahagia. "Bagus,dia bisa di andalkan juga"gumamnya dalam hati.
******
Sepulang berburu, Ravahn segera kembali ke rumah. Ia tahu Yuna sedang menunggu daging rusa besar yang baru saja ia dapatkan. Namun di tengah jalan, langkahnya terhenti ketika berpapasan dengan Flora.
“Salam pada ketua,” sapa Flora ramah dengan senyum terbaiknya.
Ravahn hanya membalas dengan anggukan singkat, tanpa ekspresi.
“Ketua baru pulang berburu?” tanya Flora dengan nada basa-basi.
Ravahn meliriknya sekilas, jelas memperlihatkan ketidaksukaannya.
Flora menyadari hal itu, lalu terkekeh pelan. “Aku cuma ingin menyapa ketua saja,” ujarnya dengan gaya anggun yang dibuat-buat.
Ravahn tetap tak menanggapi.
Mata Flora kemudian melirik ke arah rusa yang dibawa Ravahn. “Rusa yang ketua dapatkan sangat besar. Apakah itu untuk calon pasangan ketua?” tanyanya mencoba mencari topik.
“Hmm,” jawab Ravahn singkat, hanya berupa gumaman.
Flora tersenyum cerah. “Wah… ketua benar-benar perhatian. Kebetulan aku juga suka daging rusa,” ucapnya sambil memberi kode halus.
Ravahn menatapnya datar, sama sekali tidak tertarik dengan maksud terselubungnya.
“Aku tidak bermaksud apa apa, ketua. Hanya saja… aku merasa kasihan pada diriku sendiri. Sampai sekarang belum ada pejantan yang benar-benar memperhatikan aku,” lanjut Flora dengan nada sedih.
Ravahn menoleh lagi, kali ini suaranya terdengar tegas. “Kalau begitu bilang pada ayahmu, suruh segera mencarikan pasangan untukmu.”
Flora sedikit terkejut mendengar jawaban itu. “Bukan itu maksudku, ketua. Aku hanya ingin sedikit daging rusa. Setelah melihat buruan sebesar ini, rasanya sayang kalau aku tidak ikut merasakan. Bisa kah ketua memberiku sedikit saja?”
Belum sempat Ravahn menjawab, terdengar suara lantang dari arah belakang.
“Tidak bisa.”
Suara itu milik Yuna. Ia berjalan cepat menghampiri Ravahn, lalu berdiri di sampingnya.
“Atas dasar apa kamu meminta hasil buruan milik calon pasangan ku?” sindir Yuna dengan tatapan tajam.
Flora tersenyum manis, meski jelas terlihat kepalsuannya. “Bukan begitu, nona. Aku hanya berniat meminta sedikit. Aku tidak punya pasangan, jadi kalau ingin makan daging rusa, aku harus mengandalkan diri sendiri. Tapi aku betina, tentu saja tidak bisa berburu.”
Yuna menatapnya sinis. “Bukannya ayahmu masih hidup? Minta saja padanya.”
“ Ayahku sibuk beberapa hari ini, jadi belum sempat pergi berburu,” jawab Flora beralasan.
Yuna mendengus, lalu mendekat ke Ravahn dan berbisik. “Bukannya ayahnya cuma seorang penasehat suku? Kenapa bisa lebih sibuk daripada kamu?”
Ravahn menoleh padanya. “Apa maksudmu?” tanyanya minta penjelasan.
Yuna memutar mata malas. “Ah, sudah, lupakan saja,” ujarnya, lalu kembali menatap Flora.
“Berapa usiamu sekarang?” tanya Yuna tiba-tiba.
Flora menatapnya heran. “Dua puluh tahun,” jawabnya.
Yuna mengangguk pelan, lalu menoleh ke Ravahn. “Usia berapa betina sudah bisa dijodohkan?”
“ Sembilan belas,” jawab Ravahn singkat, tanpa mengerti arah pembicaraan.
Yuna kembali mengangguk. “Kalau begitu dia sudah terlambat punya pasangan. Bagaimana kalau segera jodohkan saja dengan pejantan lain? Supaya ada yang memperhatikannya, dan tidak mengganggu pasangan betina lain.” Tatapannya menancap tepat ke mata Flora.
Meski Yuna belum punya perasaan khusus pada Ravahn, bagaimanapun Ravahn adalah calon pasangannya. Dan sesuatu yang sudah dianggap miliknya, tidak akan ia biarkan jatuh ke tangan betina lain. Harga diri harus dijaga.
Flora berusaha tetap menjaga wajahnya. “Sepertinya nona Yuna salah paham. Aku sama sekali tidak bermaksud menggoda ketua. Aku hanya ingin sedikit daging rusa, itu saja.”
Yuna sudah hafal dengan trik semacam itu. “Daging rusa ini milikku. Ravahn berburu karena aku. Jadi aku tidak mau berbagi,” tegasnya.
Flora marah, tapi tidak bisa menunjukkannya. “Maaf kalau nona Yuna merasa terganggu karenaku.”
“Bagus kalau sudah tahu. Sekarang pulanglah,” ucap Yuna ketus.
Flora mengepal jemarinya di balik gaunnya, menahan kesal. “Baiklah. Kalau begitu aku pamit pulang.”
Namun sebelum ia benar-benar pergi, Ravahn bersuara. “Katakan pada ayahmu untuk menemuiku nanti malam.”
“Baik, ketua,” jawab Flora, lalu beranjak pergi.
Begitu Flora menghilang, Yuna langsung menatap Ravahn tidak suka. “Kenapa mengundangnya ke rumah?”
“Bukankah kamu sendiri yang bilang supaya Flora segera dijodohkan?” Ravahn menanggapi polos.
Meski begitu Yuna tetap kesal. “Harusnya bicara di tempat lain, bukan di rumah.”
“Kalau begitu, biar aku saja yang mendatangi rumah Gundra nanti malam,” ujar Ravahn, berusaha menenangkan.
Yuna justru melotot semakin kesal. Ia mencubit perut Ravahn keras-keras. “Itu lebih tidak boleh!” serunya, lalu berbalik pergi begitu saja.
Ravahn mengusap perutnya yang masih terasa sakit bekas cubitan Yuna. Ia menghela napas, wajahnya bingung. “Kenapa dia marah lagi?” gumamnya pelan, benar-benar tidak mengerti.
*
*
*
Dasar Ravahn, nggak peka banget ya 😅. Masa hal kayak gitu aja harus dikasih tau sama author? 🤭
Gimana menurut kalian, suka nggak sama bagian cerita ini? 🥰
Jangan lupa tinggalin jejak di kolom komentar ya ✨. Jangan jadi pembaca hantu, biar author juga semangat karena tahu ada yang baca ceritanya 💕