Riris Ayumi Putri seorang gadis yang haus akan kasih sayang dan cinta dari keluarganya. Dan sialnya ia malah jatuh cinta pada kakak temannya sendiri yang umurnya terpaut jauh dengannya. Bukanya balasan cinta, justru malah luka yang selalu ia dapat.
Alkantara Adinata, malah mencintai wanita lain dan akan menikah. Ketika Riris ingin menyerah mengejarnya tiba-tiba Aira, adik dari Alkan menyuruhnya untuk menjadi pengantin pengganti kakaknya karena suatu hal. Riris pun akhirnya menikah dengan pria yang di cintainya dengan terpaksa. Ia pikir pernikahannya akan membawa kebahagiaan dengan saling mencintai. Nyatanya malah luka yang kembali ia dapat.
Orang selalu bilang cinta itu membuat bahagia. Namun, mengapa ia tidak bisa merasakannya? Apa sebenarnya cinta itu? Apakah cinta memiliki bentuk, aroma, atau warna? Ataukah cinta hanya perasaan yang sulit di jelaskan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon risma ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 23
Setelah dari pemakaman, Alkan langsung pulang ke rumah orang tuanya. Dan tidak sengaja ia mendengar adiknya yang sedang telfonan dengan seseorang.
"Oh iya gimana sama calon keponakanku?"
Keningnya berkerut saat mendengar ucapan adiknya. Samar-samar ia mendengar suara seseorang yang tidak asing menjawab di sebrang sana.
"Calon keponakan? Kamu telfonan sama siapa?" tanyanya penasaran yang membuat Aira sontak menoleh.
Gadis itu terdiam sejenak, lalu dengan pelan ia berbisik pada ponselnya dan segera mematikan telfonnya. Aira masih terdiam tak bisa menjawab pertanyaan Mas nya. Lalu dengan cepat ekspresi nya berubah menjadi datar.
"Gak usah kepo deh!" ketusnya sambil melipat kedua tangannya di dada.
"Kamu lagi telfon sama Riris kan? Calon keponakan itu anak Mas kan?" tanya Alkan sambil menghampirinya.
"Anak Mas? Bukannya Mas gak mau akuin dia?" sindirnya dengan sinis.
"Dek, Mas tau Mas salah. Tapi mohon kasih tau keberadaannya. Mas janji akan berubah dan memperbaiki semuanya," mohon nya dengan mata berkaca-kaca.
Aira mengalihkan pandangannya dengan tatapan masih datar. "Aku tidak tahu keberadaannya!"
"Pliss, kamu boleh minta apapun asal kasih tahu keberadaannya!" bujuk Alkan.
Pria itu dengan susah payah terus membujuk adiknya. Namun, Aira malah bodo amat dan fokus pada ponselnya. Membuat Alkan merasa kesel, tapi tak pantang menyerah demi bertemu istrinya.
"Alkan, kapan datang?"
Alkan menoleh menatap ibunya yang baru datang. Ia langsung berhambur ke dalam pelukannya.
"Kenapa? Udah makan?" tanyanya lembut.
Alkan hanya menggeleng pelan, ia masih memeluk tubuh ibunya sambil terisak pelan. Ia benar-benar sangat sedih atas kepergian istrinya. Setiap hari ia selalu merindukannya.
"Makan dulu yuk!" ajaknya yang kembali di balas gelengan kepala.
"Alkan mau Riris," isaknya dalam pelukan ibunya.
Aira menatap Mas nya dengan mendelikkan matanya. Tak biasanya pria itu manja sama ibunya. Kalau seperti ini pasti ada maunya.
"Alkan nyesel, Bu. Alkan ingin menebus semua kesalahannya. Dan Alkan janji akan membahagiakan mereka," ucapnya dengan tulus.
"Sudah sudah, kamu pasti bakal bertemu dengan istrimu. Mungkin sekarang belum waktunya. Biarkan dia menenangkan dirinya dulu," ucap ibunya yang sebenarnya tau keberadaan menantunya.
Dengan perlahan pria itu melepaskan pelukannya. Ia mengusap air matanya pelan. Lalu berlalu pergi meninggalkan mereka menuju kamarnya.
Aira dan ibunya saling tatap. Mereka saling mengode, apa harus memberi tahunya sekarang? Di satu sisi mereka sangat kesal dan sedang memberinya pelajaran. Namun, di sisi lain ada rasa kasihan juga melihat pria itu terus berlarut dalam kesedihan. Bahkan jarang makan hingga tubuhnya semakin kurus.
Hingga malam hari, Alkan tak kunjung keluar dari kamarnya. Berkali-kali ibunya menyuruh untuk makan. Namun, tak ada jawaban darinya. Ia masih mengeram dirinya di kamar.
"Mas, aku takut terjadi apa-apa sama Alkan. Dari tadi dia tidak keluar kamar dan tidak mau makan," ucap Shanaz khawatir.
Saat ini sehabis makan mereka berkumpul di ruang keluarga. Shanaz sedari tadi terus mencemaskan anaknya. Alkan tidak mau keluar, padahal dirinya belum makan dari siang.
"Kan ada kunci cadangan--"
Belum sempat suaminya melanjutkan ucapannya. Shanaz bergegas pergi mencari kunci cadangan kamar Alkan. Mengapa dari tadi ia tidak mengingatnya jika ada kunci cadangan.
Cklek!
Pintu kamar Alkan terbuka, terlihat pria itu yang sedang tertidur. Ia terlihat gelisah dan terus meracau memanggil nama istrinya. Keringat dingin terus bercucuran membasahi tubuhnya.
Shanaz berjalan menghampiri anaknya khawatir. Di sentuhnya keningnya pelan. Dan benar saja, keningnya sangat panas. Tidak ingin demamnya semakin tinggi. Shanaz segera mengompresnya.
Alkan mulai membuka matanya perlahan. Ia mencoba mengatur nafasnya yang terengah. Lalu menatap ibunya dengan sendu.
Ia menyentuh tangan ibunya dengan mata berkaca-kaca. "Mau Riris," ucapnya manja.
Ibunya hanya diam, lalu mengulum senyumnya. Memang tidak pernah berubah, dari kecil anak laki-lakinya itu akan manja jika sedang sakit.
"Kamu sedang sakit, ayo makan dulu terus minum obat," titah ibunya mengalihkan pembicaraan.
Alkan mengalihkan pandangannya, lalu membalikkan tubuhnya membelakangi ibunya. Ia tidak ingin makan karena tidak nafsu.
"Mending ibu pergi aja, Alkan gak mau makan!" ujarnya sambil menutup wajahnya dengan selimut.
"Kalau kamu gak makan nanti makin sakit."
"Biarin!"
Shanaz menghela nafasnya, susah payah ia membujuknya. Namun, pria itu tetap kekeh tidak mau makan. Ia mengatakan tidak ingin makan jika tidak bertemu istrinya. Sudah di paksa pun, ia malah terus mengusirnya.
Sampai keesokan harinya, Alkan masih tidak ingin makan dan minum obat. Suhu tubuhnya semakin tinggi dan pria itu tetap tidak memperdulikan kondisinya. Wajahnya sudah sangat pucat dan tubuhnya terlihat sangat lemas.
Aira dan kedua orang tuanya merasa kasihan melihatnya. Apalagi melihat tubuhnya yang semakin kurus dan sekarang kembali jatuh sakit.
Pria itu sedari tadi hanya diam dengan tatapan kosong. Dan air matanya yang sesekali menetes.
"Nak, ayo makan sedikit saja. Minum obatnya juga biar cepat sembuh. Biar bisa cari istri kamu lagi. Kita janji bakal bantu kamu mencarinya."
"Bukannya kalian tahu keberadaannya? Aku tahu kalian menyembunyikannya dariku," ucapnya yang membuat mereka terkejut.
"Apa hukuman untukku belum cukup? Dua bulan aku sudah menderita. Aku tau ini tidak ada apa-apanya di bandingkan penderitaannya. Tapi, aku mohon tolong berikan aku kesempatan. Aku janji tidak akan menyakitinya lagi," Alkan menatap mereka dengan sendu.
Mereka hanya terdiam. Aira benar-benar tidak tega melihat Mas nya seperti ini. Apalagi Shanaz yang benar-benar terpukul melihat kondisi anaknya.
Terlihat dari tatapannya benar-benar tulus dan ada rasa penyesalan yang amat besar. Saat ini Alkan benar-benar merindukannya. Ia ingin istrinya kembali dan memulai semuanya dari awal. Alkan janji akan memperbaiki semuanya dan berusaha membahagiakan istri dan anaknya kelak.
"Yah, Bu, Dek," panggil Alkan lirih sambil menatap mereka dengan mata berkaca-kaca.
"Baiklah, kita akan kasih tahu keberadaannya," ucap ayahnya sontak membuat mereka langsung menoleh.
Aira menatap ayahnya tidak percaya. Pas tahu kebenarannya, ayahnya yang terlihat sangat marah dan sengaja menyuruh menantunya pergi untuk menenangkan dirinya. Ia ingin melihat anaknya menyesal telah menyia-nyiakan istri yang baik. Dan selama ini ia melihat Alkan yang benar-benar menyesali perbuatannya.
Doni juga tidak tega melihat anaknya terus berlarut dalam kesedihan hingga tubuhnya semakin kurus. Dalam waktu dua bulan, berat badannya sudah turun drastis.
"Ayah serius?" tanya Alkan antusias.
Senyuman mengembang di bibir pucatnya, "Istriku ada dimana?" tanyanya lagi.
Alkan menunggu jawaban mereka dengan tidak sabaran. Ia tidak sabar ingin bertemu dengan istri dan calon anaknya.
baru pub chap 6 penulisan makin bagus, aku suka>< pertahankan! cemangattttt🫶