Marina Yuana Tia, dia menyelesaikan permainan mematikan, dan keluar sendiri dalam waktu sepuluh tahun, tetapi di dunia nyata hanya berlangsung dua minggu saja.
Marina sangat dendam dan dia harus menguak bagaimana dan siapa yang membuat permainan mematikan itu, dia harus memegang teguh janji dia dengan teman-temannya dulu yang sudah mati, tapi tak diingat keluarga mereka.
Apakah Marina bisa? Atau...
ayo baca guys
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Halo Haiyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15. Semoga sama
Bab Lima Belas
Marina menunggu.
Dia menunggu, dan terus menunggu. Rambutnya sampai berantakan tak terurus, disebelah jendela kelas, dia menyangga kepala dengan lengan.
Mati tak ada gunanya, ia abadi, tak kan bisa sampai 100 tahun habis digunakan.
"Ma... marina..."
"Ini susu buat kamu, habis ini, kan, ujian tengah semester, aku senang kamu tidak seperti yang di rumorkan, katanya ada yang bilang kamu mau keluar sekolah, gak kan?"
Gadis itu terdiam, dia duduk tegak, mengangkat telepon dari ayah dan ibunya kemarin malam.
"Nak, jangan keluar sekolah ya?"
"Ayah dan ibu sangat cemas, tiba-tiba saja. Apa kamu gak nyaman disana?"
"Tolong tahan sebentar saja ya nak, untuk kita?"
"Ayah dan ibu mengabulkan permohonan kamu yang dulu mau sekolah ke kota, sekarang masa langsung pulang gitu aja?"
Marina mengusap hidung,"maaf yah, tidak akan ku ulangi..."
"Ya ampun, syukurlah, kamu sudah membuat ayah dan ibumu jantungan tahu gak? Jadi, niatan keluar dari sekolah gak akan, kan?"
Marina berdehem, sambil mengangguk.
"Iya yah,"
"Alhamdulillah, akhirnya... Ayah sampai khawatir, sebenarnya apa yang terjadi sama kamu, kok gak kayak biasanya. Kalau telepon kita juga jarang kan?"
"Iya."
"Maaf yah," Marina mengusap mata.
.
.
.
Hana meneguk ludah, dia mengambil duduk disamping Marina. Membawa nya kepelukan,"Sahabatku, apa kamu mau minum susu? Maafin ya ucapan aku kemaren yang nyakitin hati kamu, sekarang kita baikan, fine?"
Dia menoleh sebentar, tak menjawab.
"Kenapa? Apa masih marah?"
"Masih marah sama Hana?"
"Maaf ya, Hana ngomong sembarangan sama kamu. Tapi ga bakal Hana lakuin lagi kok, maafin ya..."
"Ini bukan salahmu, tenang aja." Lirih Marina, suaranya sangat kecil.
Sampai-sampai Hana meminta dijelaskan lagi."Apa? Kamu ngomong apa?"
Marina menggeleng, dia perlahan menarik senyum ke atas berusaha seperti dirinya yang dulu lagi. Marina Yuana Tia, seorang gadis yang mencoba menghapus rasa malunya.
"Tuh akhirnya senyum, hehehe,"
"Hm.."
.
.
.
Berjalan melewati ruangan OSIS, gadis itu berhenti didepan sana. Dia menghitung waktu yang telah berlalu, hari demi hari terasa sama saja baginya, sangat lah lama.
"Sudah hampir seminggu,"
Tok! Tok !
"Iya..."
"Oh, siapa ya?" Tanya salah satu anggota OSIS, dihadapannya Marina si anak kelas 12 berhadapan dengan adik kelasnya. Kemarin baru pencopotan jabatan kelas 12.
"Aku mau tanya sesuatu,"
"Oh silakan, aku juga ada waktu luang."
"Apa kamu tahu dimana (Gevan? ) dimana? Aku temannya,"
"Ah, itu..."
Marina menggigit bibir dalam, semoga siswi didepannya masih mengenali lelaki itu."Kalau itu, saya juga tak tahu..."
"Apa?!" Marina langsung menyentak, tak mungkin, tak mungkin kan? Lelaki itu tak mungkin cepat mati!
"A... pa tak diingat-ingat dulu?"
"Maksudku, dia kakak kelasmu, dan juga dia anggota OSIS disini, kamu harus... "
"Tidak maksudku bukan itu."
'Eh? '
"Maksud aku, aku tidak tahu kak Gevan ada dimana. Aku bukan temannya, coba kakak tanya sama yang sekelas, kan sudah tidak menjabat lagi sebagai bagian OSIS,"
"Oh... gitu..."
'Aku kira sudah tak ada, ' Marina memengangguk paham, dia menunduk sopan."Terimakasih sudah memberitahuku,"
"I... iya sama-sama kak,"
Huh~ Marina berjalan menaiki tangga, dia berhenti ditengah tangga karena ada luka yang sangat mengganggunya.
"Auh... "
Semakin parah, biasanya luka lain akan sembuh, sedangkan yang ini berbeda.
Setelah pertarungan bersama pengawas, yang masih belum dia kenal namanya. Marina terbangun di malam hari, tak ditemukan siapapun.
Dia berdiri pelan-pelan, sakitnya masih menjalar, bahkan terasa membekas.
Tapi gadis itu tahan, dia pergi menuruni bukit dan terus berjalan. 5 jam baru sampai ke rumah, tanpa menaiki kendaraan.
Ia membuka kotak p3k yang disimpan di dalam rak. Dia buka antiseptik dan perban, lalu mengobati dirinya sendiri, menjahit lukanya sendiri, membalut luka sendiri.
Ia mendapat pengalaman seperti ini karena dulu pernah diajari seseorang.
Marina duduk di tangga, dia membuka handphone miliknya. Ia menghela nafas resah, 'apa orang itu menggunakan catatan ku dengan baik? Semoga permainan nya masih sama, tidak ada yang berubah. Ingatanku sangat jelas, aku ceritakan secara detail di sana, pasti Gevan akan terbantu dengan semua catatan yang aku berikan, aku hanya tinggal menunggu dua minggu, dia maupun bu Siska harus kembali dengan selamat. '
.
.
.
"Aduh... Dimana ini..."
Gevan terbangun bersama orang-orang yang juga sepertinya mengalami hal serupa. Lelaki itu segera ingat, dia berpegangan pada saku celananya, tak akan dia lupakan kunci yang telah diberikan sang pemenang sebelumnya.
'Oh jadi ini base yang dia katakan itu? Luas, juga bagus, sepertinya yang membangun tempat ini adalah penguasa kaya raya, '
Gevan berjalan mengelilingi orang-orang, mereka semua kebingungan, bahkan ada juga yang masih belum paham.
Kecuali dia sendiri, dia tersenyum bahagia.
'Pasti gampang, '
"Wah, kamu..."
"Apa kamu sekolah di Bunga Harapan?"
Gevan membalikkan badan, dia melihat ada bu Siska yang mendatanginya, dia baru percaya apa yang dikatakan Marina sebelumnya.
Bu Siska menggosok lengan,"se... sebenarnya kita ini ada dimana ya? Tadi ibu ditawari sesuatu, karena takut mati ibu terpaksa pilih ikut bermain,"
"Apa ini acara televisi ya? Kayak mewah sekali,"
Gevan diam saja, bu Siska terheran-heran."Kenapa nak? Kamu juga begitu kan?"
"Ah iya bu Siska! Benar! Saya juga begitu,"
"Kalau kita tidak pilih bermain apa kita bakal mati ya?" Tanya Bu Siska pelan. Gevan malah diam saja, dia sama sekali tak menjawab."Eh iya bu? Ada apa?"
"Kenapa diam saja? Kamu tahu sesuatu ndak? Aduh kok nakutin gini, mana banyak orang..."
"Eh apa ini?"
Gevan ikut menatap ke bawah, lengan mereka tertanda nomor masing-masing."115?"
Gevan membaca angkanya sendiri,"670?"
Dia berpikir, kenapa soal nomor ini tak diberitahu Marina sebelumnya? Ah pasti gadis itu lupa lagi, ck, decaknya.
Bu Siska mencoba menghapus nomor angka berwarna hitam di pergelangan tangannya, tapi tak bisa-bisa."Aduh... Kok gak bisa sih,"
"Jangan digosok terus bu." Tutur Gevan, menghentikkan kelakuan Bu Siska yang bisa membuat tangannya merah.
Wanita itu mendengus,"gimana ya anak-anakku? Aku belum kasih mereka pr."
"Tenang saja bu, ada Bu Naya."
"Oh Bu Naya? Dia yang gantikan aku?"
"Iya bu kata Marina,"
"Eh, kamu kenal dia?" Tanya bu Siska penasaran. Gevan meneguk ludah cepat,"maksudnya si Marina punya temen, temennya lagi itu temenku, katanya kelas nya Marina-Marina itu di ajar sama bu Naya,"
"Oh gitu..."
"Aduh kok serem banget ya, apa ini gak bahaya? Juga banyak sekali orangnya..."
'Dasar penakut. '
"Tenang aja bu, lagian ini cuma game kok, mati palingan ya respawn lagi ke tempat."
"Oh gitu ya, kok kamu tahu nak? Apa udah pernah main?"
Gevan langsung panik sendiri,"eh, belum bu. Tapi saya biasanya main banyak game, kalau setiap mati itu pasti kembali lagi, aku yakin sih sama," Tipunya, entah apa alasannya.
Tapi dalam hati, Gevan membuat tujuan alasan yang dimaksud. 'Maaf bu, saya harus bohong. Tak mungkin kan saya jujur? Saya mau hidup, '
Bu Siska tepuk tangan bangga, dia merasa tak sendiri disini."Terimakasih ya nak,"
Suara alarm berbunyi, mereka semua panik sendiri, ada yang bersembunyi di bawah meja.
Lalu suara itu berhenti, terganti oleh layar yang perlahan demi perlahan turun ke bawah.
Ada glitch kecil, muncullah sosok hewan lucu yang tak bisa dijelaskan.
"Halo semuanya!!!" Sapa hewan aneh yang ada di layar, dia melambaikan tangan ke atas. Mereka semua disini ikut melambai,"ha... halo..."
Ada juga yang menjawab.
Hewan itu melihat mereka satu persatu, lalu tersenyum lebar. Di mata sebagian orang, hewan yang dapat berbicara itu nampak sangat menggemaskan.
"Semuanya, apa kalian tahu maksud tujuan kalian disini?"
"Bermain!"
"Main game!"
"Demi hidup!"
"Agar gak mati!"
"Gitu kan? Itu yang ditawar pria berjas hitam?"
Hewan lucu itu memengangguk-angguk kecil, memegang dagu serius."Okeh! Jawaban yang sempurna! Perfect! Tepuk tangan semua!!!"
Prok! Prok! Prok! Semua orang menepuk tangan mereka. Tapi ada salah satu orang yang tak terima, dia berteriak.
"Tapi bukankah ini illegal? Kalian mencuri kami dan memaksa kami bermain agar kami tidak mati? Bukankah itu adalah tindak kriminal?" Tanya seorang gangster, seluruh badannya banyak tato.
Bersambung...