NovelToon NovelToon
(Bukan) Pengantin Idaman

(Bukan) Pengantin Idaman

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Berbaikan / Pengantin Pengganti / Cinta Paksa / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:11.2k
Nilai: 5
Nama Author: Edelweis Namira

Pernikahan antara Adimas Muhammad Ibrahim dan Shaffiya Jasmine terjalin bukan karena cinta, melainkan karena sebuah perjodohan yang terpaksa. Adimas, yang membenci Jasmine karena masa lalu mereka yang buruk, merasa terperangkap dalam ikatan ini demi keluarganya. Jasmine, di sisi lain, berusaha keras menahan perasaan terluka demi baktinya kepada sang nenek, meski ia tahu pernikahan ini tidak lebih dari sekadar formalitas.

Namun Adimas lupa bahwa kebencian yang besar bisa juga beralih menjadi rasa cinta yang mendalam. Apakah cinta memang bisa tumbuh dari kebencian yang begitu dalam? Ataukah luka masa lalu akan selalu menghalangi jalan mereka untuk saling membahagiakan?

"Menikahimu adalah kewajiban untukku, namun mencintaimu adalah sebuah kemustahilan." -Adimas Muhammad Ibrahim-

“Silahkan membenciku sebanyak yang kamu mau. Namun kamu harus tahu sebanyak apapun kamu membenciku, sebanyak itulah nanti kamu akan mencintaiku.” – Shaffiya Jasm

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Edelweis Namira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAGIAN 24

Detik setiap detik hingga ke menit dan berganti jam hingga ke hari. Momen sederhana satu minggu yang lalu antara dirinya dan Adimas nyatanya menempati tempat yang indah di hati Jasmine. Meski cara Adimas berbicara masih ketus dengan kalimat sarkas yang sering dia utarakan, namun sikap lelaki itu tidaklah sedingin dulu. Hal itu membuat hati Jasmine lebih berwarna, meski kini dirinya harus berkutat dengan laporan perkembangan kafenya.

Matahari condong perlahan ke barat, menaburkan cahaya keemasan yang jatuh lembut menelusuri tirai tipis jendela besar di ruang kerjanya—sebuah sudut pribadi yang ia bangun di lantai dua kafenya, menghadap langsung ke halaman kecil berisi pohon kamboja dan bangku kayu tempat pelanggan kerap menikmati sore.

Udara sore itu terasa ringan, seolah-olah waktu ikut bersantai. Angin lembut menyelinap masuk lewat celah ventilasi, membawa aroma kopi dan sedikit harum kue kayu manis dan aroma berbagai olahan roti yang baru keluar oven dari dapur di bawah.

Di hadapan Jasmine, layar laptop menampilkan kolom demi kolom laporan keuangan bulanan. Beberapa angka yang terpampang di kertas sudah ia tandai dengan stabilo biru—warna favoritnya untuk hal-hal yang perlu ditinjau ulang. Di samping laptop, ada buku catatan kulit tua yang mulai terisi dengan rencana promo minggu depan.

Suasana damai itu nyaris tanpa suara, hingga derit pintu pelan terdengar. Harry, barista andalan sekaligus tangan kanan kepercayaannya, masuk dengan langkah ringan.

"Sore, Kak Shaf," ucapnya sambil menaruh segelas kopi di sisi meja. "Extra shot kayak biasa."

"Terima kasih, Harry," gumam Jasmine tanpa mengalihkan pandangan dari laptop.

Tapi Harry belum pergi. Ia berdiri sebentar, tampak ragu, lalu membuka suara lagi.

"Kak Shaf, di luar ada Mas Ian. Duduk sendirian di luar nggak jauh dari taman kecil."

Jasmine menghentikan gerak jarinya. Ia menoleh perlahan lalu melepaskan kaca matanya. "Adrian?" alisnya terangkat sedikit. "Dia bilang mau ketemu saya?" tanya Jasmine bingung karena biasanya Adrian akan mengabarinya jika ingin datang.

Harry menggeleng. "Enggak sih. Dia bahkan nggak ngomong apa-apa. Lagi banyak pikiran kayaknya," sahut Harry.

Jasmine mendesah pelan. Pandangannya mengarah ke luar jendela, mencari sosok yang dimaksud. Dari tempatnya berada, ia bisa melihat bayangan tubuh tinggi di bawah sinar temaram sore. Adrian. Lelaki yang kini menjadi bagian dari keluarganya.

"Oke. Makasih Harry." Jasmine tersenyum kecil pada Harry.

"Siap, Kak," jawab Harry semangat. "Oh iya, kemarin ada Pak Adimas loh kesini."

"Oh ya? Sama siapa?" tanya Jasmine cemas. Dia harap Adimas tidak mengajak Rindu bertemu di kafe ini. Ia tidak ingin para stafnya melihat itu.

Harry diam sembari mengingat-mengingat sesuatu. "Sama seorang lelaki sih. Kayaknya temannya. Nah, temannya itu yang nggak asing saya lihat. Dia pelanggan tetap di sini."

Jasmine mengangguk pelan. Dia bisa menapas lega karena bukan dengan Rindu Adimas datang.

"Hmmmh. Baiklah. Terima kasih infonya, Harry."

"Siap Kak Shaf!" jawab Harry lalu segera keluar dari ruangan Jasmine.

Jasmine segera menyelesaikan satu pekerjaannya. Kedatangan Adrian mengharuskannya untuk turun. Bagaimanapun Adrian adalah temannya. Jika memang dia sedang bersedih, Jasmine harap sepotong kue kesukaan lelaki itu nantinya bisa membuat hatinya lebih tenang.

Di luar sana langit mulai berubah warna—biru lembut yang bercampur semburat jingga, seperti kanvas yang dilukis dengan tangan yang sabar. Dan sore itu, seisi ruang kerja terasa seperti bingkai waktu yang mendadak berjalan lebih lambat.

Jasmine akhirnya menutup laptopnya perlahan. Beberapa berkas juga ia rapikan. Tidak lupa kacamatanya segera ia letakkan sembarang di atas laptop. Jasmine segera berdiri dan berjalan pelan menuju cermin kecil di sudut ruangan. Ia merapikan jilbabnya segera sebelum menemui Adrian.

Setelah memastikan penampilannya rapi, Jasmine lalu meraih kopinya yang tadi dibawa Harry kemudian menyusuri tangga menuju lantai bawah. Suara langkahnya bergema pelan di ruang kafe yang senyap sore itu, jam sibuk sudah lewat, hanya beberapa pelanggan yang masih bertahan menikmati waktu lengang mereka.

Dari kejauhan, Jasmine melihat Adrian duduk dengan tenang di meja pojok dekat jendela besar yang menghadap jalan. Lelaki itu tampak serius membaca sebuah buku tebal seperti biasa. Adrian mengenakan kemeja abu gelap dan jaket ringan yang membuatnya tampak lebih santai dari biasanya.

Sebelum berjalan menuju Adrian, Jasmine meminta salah satu stafnya menyediakan satu potong red velvet chessecake favorit Adrian. Perempuan itu kemudian berjalan santai menuju Adrian dengan membawa piring kecil dengan sepotong kue di atasnya.

“Tumben ke sini nggak ngabarin dulu,” suara Jasmine terdengar ringan, nyaris mengejek, ketika ia mendekat dan segera meletakan piring kecil tersebut di dekat kopi Adrian.

"Nih buat teman kopi kamu. Kasihan dia sendirian sama kayak kamu," gurau Jasmine yang kemudian duduk di kursi di samping Adrian.

Adrian menoleh. Wajahnya tetap tenang seperti biasa, tapi sorot matanya seolah melembut begitu melihat Jasmine.

"Thanks ya, Shaf," ucap Adrian lembut lalu segera meletakkan bukunya di meja dan memotong kecil kue tersebut.

Jasmine tersenyum melihat Adrian yang begitu menghargai pemberiannya. Lelaki berwajah ramah itu lalu menyuapkan satu potong kecil kue tersebut ke mulutnya dengan begitu antusias.

"Tumben banget sore-sore senggang kayak gini. Biasanya sibuk banget ngurusin pekerjaan dan penelitian kamu."

Adrian yang sedang mengunyah kue tersebut tersenyum. Lalu setelah memastikan makannya di telan barulah Adrian menanggapi Jasmine. “Kafenya masih enak buat duduk sore-sore. Kamu sibuk di atas?”

Jasmine mengangguk lalu menyesap minumannya. “Ada laporan yang harus aku rekap. Cuma tetap aja nggak sesibuk kamu, Yan.”

Adrian tertawa pelan membuat matanya membentuk bulan sabit. Ia menyesap kopinya lagi. "Kuenya enak. Menu baru? Kayaknya dulu nggak begini rasanya." ucap Adrian dengan raut seolah menilai sesuatu.

Jasmine mendengus pura-pura kesal. Detik kemudian ia justru menatap Adrian dengan tatapan geli disertao senyuman tipis. "Bilang aja kamu sebenarnya mau bilang kalau ini enak karena resep rahasia dari kamu dulu."

Wajah Jasmine yang kesal itu membuat Adrian tertawa kecil. "Aku nggak bilang begitu loh. Kamu sendiri yang bilang. Tapi bener, ini enak banget. Harusnya best seller sih."

Bersama Adrian, Jasmine tidak bisa kesal dalam waktu yang lama. Lelaki itu selalu punya cara untuk menghibur orang-orang dengan sikap hangatnya itu.

Sejenak, hanya suara sendok yang menyentuh piring, dan gemerincing gelas yang diangkat, yang mengisi keheningan. Di luar, langit semakin temaram, dan cahaya lampu dari dalam kafe memantul lembut di jendela.

“Kamu baik-baik aja?” tanya Jasmine akhirnya. Suaranya lembut dan penuh perhatian. Layaknya seorang teman ke temannya atau mungkin seorang kakak kepada adiknya.

Adrian menatap Jasmine dengan hangat lalu mengangguk. “Baik. Tapi kayaknya udah lama gak ngobrol serius sama kamu. Waktu terakhir…” Ia berhenti sejenak. “Sebelum aku berangkat kuliah satu tahun lalu."

Jasmine menatap Adrian, lalu mengangguk kecil. Dalam hati, ada rasa hangat yang tak bisa ia tolak. Ia tahu, pria ini jarang bicara banyak soal dirinya sendiri. Kalau Adrian datang, duduk diam, dan mengajak bicara, itu tandanya sesuatu sedang berputar dalam pikirannya.

“Kamu mau ngobrol di atas?” tawar Jasmine. “Lebih tenang. Aku buatkan teh kalau kamu mau.”

"Kopinya aja belum habis, Shaf. Nambahin kue sih boleh aja. Gratis, kan?"

"Mau lagi? Sebentar aku ambilin dulu," Jasmine sudah bersiap untuk beranjak dari duduknya namun Adrian dengan sigap menahannya.

"Bercanda, Shaffiya," ucap Adrian menatap Jasmine geli.

Kini sinar keemasan itu jatuh tepat di wajah Jasmine, memantulkan cahaya lembut di kulitnya, menyilaukan sedikit jika dilihat dari sudut pandang Adrian. Tapi lelaki itu tak juga mengalihkan pandangan. Ia menatapnya lama, seakan ingin merekam segala hal yang sangat ia rindukan dari perempuan itu.

Jasmine yang menyadari cara Adrian menatapnya kemudian mengangkat alis, tersenyum miring, lalu menggeleng kecil.

“Kalau yang nggak kenal kita terus melihat cara kamu ketika menatap aku, mereka akan mengira kalau kamu adalah pasanganku. Yang menatap wanitanya dengan penuh cinta.” Nada suaranya ringan karena memang menurut Jasmine itu hanya kelakar biasa.

Adrian terdiam, lalu tertawa pendek. Tawa yang tak benar-benar ceria, tapi cukup untuk menyamarkan kerinduan di balik tatapannya.

“Kamu nggak baper?" tanya Adrian serius.

Raut serius Adrian ditanggapi Jasmine dengan gemas. "Kalau aku sih enggak. Kalau orang lain bisa aja. Untungnya aku sudah kenal kamu lama."

"Kalau aku serius suka sama kamu, bagaimana?"

Jasmine menahan napas sejenak. Ia lalu berpaling, menatap keluar jendela. Mobil-mobil melintas pelan di jalanan yang mulai teduh. Hembusan angin sore menggoyang tirai tipis di ambang jendela.

"Biasa aja mukanya. Kaget banget gitu. Katanya nggak akan baper," cibir Adrian membuat Jasmine lega. Ia tidak ingin terbebani dengan perasaan Adrian padanya.

“Jadi... gimana kabarmu?” tanya Adrian, suaranya lebih lembut dari biasanya.

“Bahagia dengan Kak Adimas?” tanya Adrian lagi.

Jasmine tersenyum. Senyum itu manis, tapi mengandung jawaban yang menggantung. Lagipula Jasmine tidak mungkin mengatakan yang sebenar-benarnya tentang pernikahan yang ia jalani bersama Adimas.

"Aku bahagia, Yan. Memangnya aku terlihat nggak bahagia?"

Adrian terkekeh. Namun detik kemudian wajahnya kembali serius. "Seandainya aku tahu yang akan dijodohkan denganku waktu itu adalah kamu, aku tidak akan menolak, Shaf."

Jasmine menoleh. Matanya memancarkan keterkejutan, tapi ia menyembunyikannya di balik lirikan ringan. “Maksudmu?”

Adrian tersenyum miris. Ia memutar cangkir kopinya perlahan. “Yang seharusnya dijodohkan dengan kamu itu aku, Shaf."

Kata-kata itu keluar begitu saja dari mulut Adrian. Penjelasan mengenai perjodohan yang diatur oleh kakek mereka yang seharusnya untuk Jasmine dan Adrian bukanlah Adimas menimbulkan gelenyar aneh di hatinya. Mengapa fakta ini harus ia ketahui setelah hatinya bisa menerima Adimas dengan penuh.

"Kamu serius?" Jasmine tertawa kecil, menepis udara di depannya seperti membuang kalimat itu. Tapi ada sesuatu di matanya yang tak bisa ia sembunyikan.

Adrian mengangguk, senyum di wajahnya begitu hambar. "Maaf karena aku langsung menolak ketika aku tahu akan dijodohkan. Tapi aku menolak karena aku kira itu Jasmine yang lain. Apalagi selama ini aku hanya meletakkan nama Shaffiya di hatiku."

Jasmine terdiam. Bukan tentang pernyataan Adrian padanya, toh akhirnya Adrian menolak. Ini tentang Adimas. Lelaki kaku berwajah dingin lengkap dengan kalimat sarkas itu menerima perjodohan itu dengan langsung.

Hening melanda meja itu. Jasmine menunduk, memandangi kuku-kukunya. Sebuah napas panjang lolos dari bibirnya, nyaris tak terdengar. Seandainya hidup bisa dijalani dengan pengetahuan yang datang lebih dulu. Seandainya waktu bisa dimundurkan hanya beberapa minggu sebelum hari lamaran itu.

Hidupnya seperti dipermainkan takdir dan kakak beradik ini.

"Mengobrol dengan adik saya sepertinya sangat menyenangkan. Hingga pesan saya tidak kunjung kamu balas," Nada sinis dengan kalimat pedas itu membuat Jasmine menoleh.

Di belakang mereka, Adimas berdiri dengan senyum sinis disertai sorot mata tajam menatap Adrian dan Jasmine

*

*

*

Bersambung.

Jangan lupa subscribe dan komen ya. Juga like nya.

Terima kasih reader :)

1
Jeng Ining
hati cemburu berat kepala gengsi ya bgtu... ga diajak ngomong jengkel setengah hidup giliran diajak ngomong tar kluar ketusnya😂😂😂🤭
Edelweis Namira: Bawaannya suudzon mulu sama orang dia mah
total 1 replies
hasana
nunggu adimas sadar
Edelweis Namira: Lama dia sadarnya
total 1 replies
Titik Sofiah
lanjut lanjut Thor
Titik Sofiah
penasaran sebenar.a apa yg dilakukan Jasmine ke rindu Ampe si Adimas benci Ama Jasmine
Titik Sofiah
Awal yg menarik ya Thor moga konfliknya nggak trlalu berat
hasana
kasian jasmin
Jeng Ining
hemmm sudh kudugem, klo Rindu ke dapur krn panas dimas dn rama ngomongin Jasmine, kmudian mw cari masalah dn playing victim 🙄
Edelweis Namira: Tapi realitanya emg suka gitu, yg terbiasa buat masalah akan selalu dianggap tukang buat masalah sekalipun ia gak salah
total 1 replies
Jeng Ining
cahbodo kamu Dim, kalo emng kalem bakalan tau diri, ga bakal peluk² laki org apalagi di rumh si laki yg pasti jg ada bininya😮‍💨😏
Edelweis Namira: Adimas emg bodoh emang
total 1 replies
Jeng Ining
haiyyyaaahhh.. gimana nasibnya ituh bawang, gosong kek ayam tadi kah🤭👋
Jeng Ining: 🤟😂😂/Facepalm/
Edelweis Namira: suka speechless emang kalo suami modelan Adimas
total 2 replies
Lembayung Senja
knp ndak up date..crita satunya juga ndak dlanjut
Fauziah Rahma
padahal tidak
Fauziah Rahma
penasaran? kenapa bisa sebenci itu
Edelweis Namira: Pernah dispill kok di awal2.
total 1 replies
Alfatihah
nyesek
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!