Presdir Cantik Jatuh Cinta

PT. JAYA KONSTRUKSI

Benny menerobos masuk ke ruangan Alvaro. Wajahnya begitu kesal saat menemui sahabatnya itu.

"Apa kau sudah gila?" bentak Benny.

"Menerobos masuk tanpa mengetuk pintu lalu langsung membentakku. Aku tahu kau sangat marah saat ini, tapi jika kita tidak menurunkan harga sedrastis itu, maka proyek itu tidak akan jatuh ke tangan kita Ben." jawab Alvaro.

Benny memejamkan matanya sejenak lalu kembali menatap tajam Alvaro. "Yang kau lakukan akan menjadi masalah besar untuk perusahaan konstruksi Al. Mereka bisa menuntut kita karena melakukan ini. Apa yang ada di kepalamu saat membanting harga seperti itu? Aku setuju dengan rencana B kita tapi tidak seperti ini, dan kau menghancurkan proyek lain yang sedang berjalan Al."

"No... Proyek lain akan tetap berjalan seperti semula. Aku akan menggunakan dana pribadi dan menjual beberapa aset milikku."

"Ya Tuhan... kau benar benar sudah tidak waras lagi Al. Hanya demi proyek Hiroki, kau berkorban banyak. Kau benar benar takut kalah dari perusahaan Cruise atau ayahmu?"

Alvaro menutup laptopnya seraya menatap Benny. "Keduanya." jawabnya datar.

"Mau sampai kapan?"

"Sampai perusahaan ini menjadi nomor satu dan membuat Yugosa berhenti menggangguku."

"Saat itu tiba, perusahaan ini hanya tinggal nama dan kau hidup menggelandang di jalanan." celetuk Benny.

"Mengapa kau tidak mempercayaiku Ben?"

"Karena kali ini kau sudah keterlaluan."

Alvaro menghela nafas panjang. "Baiklah, kali ini aku memang salah. Aku minta maaf karena tidak mengatakan rencana ini padamu. Tapi biarkan aku yang mengatasinya Ben, tolong percayalah padaku."

"Ingin sekali aku memukulmu Al." ucap Benny sambil menghela nafasnya. "Aku akan menggunakan tabunganku 30% untuk membantumu. Jadi kau tak perlu menjual asetmu." imbuhnya.

Alvaro terbelalak, seketika ia menyeringai lalu beranjak dari tempat duduknya. Dalam keadaan marah pun, Benny akhirnya tetap mendukungnya. Alvaro beruntung memiliki sahabat dan penolong seperti Benny.

"Bagaimana aku tidak semakin mencintaimu Ben." godanya seraya mendekati Benny.

"Hah...? Ucapanmu membuatku merinding. Jika orang lain mendengarnya, mereka akan berpikir kalau gosip kita adalah pasangan gay itu benar." ucap Benny. "Tapi ingat Al, ini terakhir kalinya kau menggila. Aku tidak ingin mendengar lagi kau mengambil proyek yang tidak menguntungkan seperti ini." imbuhnya.

"Oh ayolah Ben. Rugi diawal dan akan menguntungkan di akhir, percayalah padaku."

"Aku pegang ucapanmu. Aku berharap tabunganku akan kembali 50% setelah itu."

"Aku bahkan bisa mengembalikan uangmu menjadi 100% Ben." ujar Alvaro.

Benny mengangkat jari telunjuknya. "Aku suka sikap percaya dirimu ini Al. Aku harap ucapanmu benar."

"Duduklah Ben." pinta Alvaro karena sejak tadi Benny mengomel sambil berdiri.

Benny pun akhirnya duduk di sofa, begitu juga dengan Alvaro.

"Lupakan masalah pekerjaan, apa kau sudah berbicara dengan adikmu? Ini sudah satu minggu sejak kita meninggalkan Paris." kata Benny.

"Kau membuat moodku menjadi buruk Ben." jawab Alvaro.

"Jangan berdalih lagi Al. Aku tahu hatimu mulai goyah dan selalu memikirkan Zilvia. Walaupun kau menolak untuk menemuinya sebelum kembali kesini, tapi aku tahu sebenarnya hatimu berkata lain. Tapi egomu mengalahkan segalanya."

"Bukankah jika aku memaafkannya dan membuatnya kembali ke negara ini, itu sama saja aku kalah dari Yugosa?"

"Ya Tuhan... kau menyebut nama ayahmu seolah-olah ia adalah musuhmu Al."

"Ia memang musuhku. Ia yang membunuh ibuku."

"Tapi Zilvia sama sekali tidak ada hubungannya dengan ayahmu. Ia juga korban dari masalah keluarga kalian. Aku sudah berkali-kali mengatakannya padamu soal ini."

"Mengapa akhir akhir ini aku merasa kau terus membahas Via? Apa kau menyukainya?" tanya Alvaro membuat Benny terkejut.

"Kau sudah gila, mana mungkin..."

"Wajahmu mengatakan hal lain Ben. Dan aku tidak setuju jika kau berhubungan dengannya." sergah Alvaro.

"Apa aku menyukainya? Tapi mana mungkin, aku hanya menganggapnya seperti adikku sendiri. Ya... aku yakin hanya perasaan itu yang aku miliki. Tapi aku memang ingin terus bertemu dengannya. Aku tidak mungkin terus bolak balik ke Paris untuk menemuinya, itulah mengapa aku terus mendesak Alvaro agar memaafkan Zilvia dan membawanya kembali." pikir Benny.

"Aku mengenalmu sudah lama Ben. Aku tidak mungkin asal bicara. Aku tahu kau..."

"Tidak Al." potong Benny. "Aku menganggapnya sama persis seperti adikku sendiri. Jadi jangan punya pikiran macam macam. Dan jangan beralih padaku, kau pintar sekali mencari alasan." imbuhnya.

Alvaro melepaskan tawanya. "Jangan bahas masalah ini lagi Ben. Aku masih belum bisa menerima Via sepenuhnya. Beri aku waktu lagi untuk memikirkannya."

Benny menghela nafas panjang. "Sudah lebih dari cukup untukmu memikirkannya Al. Kau benar benar keras kepala."

Tok... tok... tok...

Suara ketukan pintu membuat Alvaro lega karena ia bisa menghindari pembahasan itu.

"Masuk..." ucap Alvaro.

Leo masuk ke dalam ruangan dan segera menemui Alvaro.

"Pak Al, setengah jam lagi meeting dengan bagian arsitek." ujar Leo.

"Secepat itu kau melakukan meeting untuk masalah proyek Hiroki?" tanya Benny.

Alvaro menganggukkan kepalanya. "Pak Hiroki hanya memberikan waktu tiga hari untuk masalah bangunannya."

"Pria itu tidak waras, sudah mendapatkan harga paling rendah, ia juga terlalu mendesakmu." ucap Benny kesal.

"Percayalah padaku Ben, aku akan bertanggung jawab sepenuhnya tentang proyek ini. Kau hanya perlu melihat prosesnya."

"CEO paling gila yang aku kenal adalah kau Alvaro Yugosa. Sungguh menyebalkan sekali." gerutu Benny membuat Leo pun tersenyum. "Baiklah aku akan ikut menghadiri rapatnya. Kebetulan hari ini tidak ada pertemuan dengan klien." sambungnya.

"Kita bertemu setengah jam lagi. Leo, bagaimana dengan berkas yang aku minta sebelumnya?" tanya Alvaro.

Leo segera memberikan berkasnya pada Alvaro. Pria itu mulai membaca berkas tersebut dengan serius. Benny menggelengkan kepalanya lalu berpamitan pada Alvaro.

"Oh ya Al... Aku dengar calon Presdir Cruise yang baru memiliki wajah diatas rata rata. Aku berharap mereka mengirim undangan kemari saat mereka memperkenalkan wanita itu secara resmi ke publik." kata Benny sebelum meninggalkan ruangan.

Alvaro menutup berkasnya lalu menatap sahabatnya. "Apa hubungannya denganku?"

"Aku berharap kau menjadi normal setelah melihatnya." ejek Benny.

"Sialan...!" umpat Alvaro membuat Benny tertawa begitu juga dengan Leo yang tak bisa menahan tawanya.

"Aku serius Al. Aku semakin khawatir karena kau tak pernah dekat dengan wanita. Aku tak ingin terus terusan diejek oleh orang sebagai pasanganmu, padahal jelas jelas aku sangat menyukai wanita. Buktikan jika kau itu normal." ejek Benny lagi.

"Keluarlah Ben sebelum aku melempar vas ini ke arahmu." jawab Alvaro kesal.

"Ow... tiba tiba aku menjadi takut." ucap Benny seraya tertawa dan langsung keluar dari ruangan.

"Brengsek..." gerutu Alvaro lalu menatap Leo. "Apa kau sudah puas tertawa dan mengejekku?" tanyanya.

Leo segera menutup mulutnya dan menggelengkan kepalanya. Alvaro melemparkan berkas yang diberikan Leo tadi ke atas meja.

"Kerjakan ulang, aku ingin hal yang berbeda sebelum rapat dimulai. Jika hasilnya masih sama, aku akan melemparmu keluar dari gedung ini." ancam Alvaro.

Leo terbelalak, salahnya karena ikut tertawa tadi. Akibatnya, ia harus mengulang berkas yang ia buat walaupun tidak ada kesalahan. Leo segera mengambil berkasnya lalu berpamitan keluar.

Alvaro kembali menghela nafas panjang, hanya pekerjaan yang ia pikirkan saat ini. Jadi untuk soal wanita, ia sama sekali belum memikirkannya. Apalagi yang dikatakan Benny adalah pesaing bisnisnya, ia mana mungkin akan jatuh cinta pada wanita itu walaupun kecantikannya seperti bidadari sekalipun. Alvaro beranjak dari sofa lalu kembali ke tempat duduknya lagi. Ia kembali meneruskan pekerjaannya yang tertunda karena kedatangan Benny tadi.

*****

Happy Reading All...