Calista Blair kehilangan seluruh keluarganya saat hari ulang tahunnya ke-10. Setelah keluarganya pergi, ia bergabung dengan pembunuh bayaran. Tak berhenti di situ, Calista masih menyimpan dendam pada pembantai keluarganya, Alister Valdemar. Gadis itu bertekat untuk membunuh Alister dengan tangannya untuk membalaskan dendam kematian keluarganya.
Suatu saat kesempatan datang padanya, ia diadopsi oleh Marquess Everhart untuk menggantikan putrinya yang sudah meninggal menikah dengan Duke Alister Valdemar, sekaligus sebagai mata-mata musuhnya itu. Dengan identitasnya yang baru sebagai Ravenna Sanchez, ia berhasil menikah dengan Alister sekaligus untuk membalas dendam pada pria yang sudah membantai keluarganya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fatayaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kecurigaan
“Nyonya kran air di kamar mandi rusak, bagaimana kalau anda mandi di ruangan lain saja, setelah ini saya akan memanggil orang untuk memperbaikinya,” ujar Lily setelah ia baru keluar dari kamar mandi Ravenna.
“Baiklah, siapkan saja di kamar mandi yang lain,” timpal Ravenna, ia merebahkan dirinya diatas kasur setelah sore ini baru saja kembali dari sebuah butik.
“Nyonya bagaimana kalau anda pergi ke ruang pemandian utama?” usul Lily.
“Bukankah ruangan itu biasanya dipakai Alister, tidak. Aku tidak mau,” tolak Ravenna.
“Tuan Duke baru saja keluar untuk rapat di istana, selama tidak ada tuan Duke, bukankah tidak masalah menggunakan tempat itu,” ujar Lily.
“Tetap saja, pasti dia akan marah jika aku diam-diam menggunakan tempat itu,” ucap Ravenna masih tidak tertarik dengan usulan Lily.
“Saya dengar ruang pemandian itu cukup luas dan bagus. Disana juga ada batu sihir penghangat. Apa anda yakin tidak mau ke sana?” tanya Lily sekali lagi.
Ravenna tidak segera menjawab, ia berfikir sejenak, “Sepertinya tidak masalah jika aku mengunakan ruangan itu sebentar. Lily tolong siapkan semuanya ya,” perintahnya, wanita itu langsung tertarik saat mengetahui kalau tempat itu mempunyai batu sihir yang bisa menghangatkan air, karena di suhu sedingin ini, paling menyenangkan berendam dengan air hangat.
“Baik nyonya.”
Ravenna bersenandung ringan sembari menikmati berendam di air hangat. Ruang pemandian yang ia tempati ini cukup luas dibanding bak mandi miliknya, dan yang terbaik, pemandian ini memiliki batu sihir penghangat yang akan bereaksi jika diisi air sehingga selama apapun ia berendam, suhunya akan tetap sama.
Terdengar suara langkah kaki dari arah pintu, membuat Ravenna terhenyak. Siapa yang masuk ke ruangan ini, apakah itu Alister? Namun bukankah Lily bilang kalau Alister baru saja berangkat untuk rapat ke istana.
“Gawat, bagaimana ini. Seharusnya aku tidak mendengarkan Lily untuk mandi di tempat ini,” gerutunya dalam hati saat suara langkah kaki itu semakin mendekat.
Wanita itu melebarkan matanya, melihat pakaiannya tergantung di tempat yang jauh dari jangkauannya. Ravenna berdecak kesal, menyalahkan dirinya sendiri yang menggantung pakaiannya jauh dari tempatnya berada saat ini.
Alister melangkah menuju kolam pemandian, namun sebelum ia masuk kedalam air, pria itu melebarkan matanya, melihat seorang wanita yang tidak lain adalah istrinya sendiri berada di kolam pemandian miliknya.
“Apa yang kau lakukan di tempat ini?” tanya Alister dingin pada wanita yang memunggunginya itu, membuat Ravenna tersentak.
“A-aku, air di kamar mandiku mati. Ja-jadi aku meminjam tempat ini,” jelasnya kikuk, ia tidak berani menghadap ke belakang.
“Meminjam? Apa kau pikir tempat ini bisa kau pakai sesuka hati mu?” tanya Alister.
“Aku itu nyonya di rumah ini. Aku hanya meminjamnya sebentar saja, memangnya tidak boleh?” ujar Ravenna membela diri.
Alister tersenyum sinis mendengar jawaban dari Ravenna, pria itu mulai melepas pakaian atasnya, setelah itu turun ke dalam kolam.
“H-hei, apa yang kau lakukan? Jangan mendekat!” peringat Ravenna meninggikan intonasi suaranya. Saat Alister masuk ke dalam kolam, ia dapat merasakan air mulai terasa lebih panas, mungkin karena pria itu yang sengaja menghangatkan air dengan kekuatannya.
“Walaupun kau itu nyonya di rumah ini, bukan berarti kau berhak menggunakan tempat pribadi ku sembarangan,” Alister meletakkan salah satu tangannya di bibir kolam, tangan yang lain menyentuh pundak wanita itu, membuat jantung Ravenna semakin berdetak tak karuan, apa yang akan pria itu lakukan. “Atau jangan-jangan kau sengaja menungguku disini?” tanyanya dengan santai di dekat telinga Ravenna.
Tubuh Ravenna seketika menegang, “Siapa yang menunggumu, air di kamar ku benar-benar mati, aku tidak berbohong!” jawabnya jujur, tanpa menatap lawan bicaranya.
Tangan Alister yang ada di pundak Ravenna perlahan turun, meraba punggung basah wanita itu. Pria itu kemudian menyingkap surai perak yang menutupi punggungnya dengan perlahan. Ingin sekali Ravenna menghindar, namun entah mengapa tubuhnya seperti membeku, seolah tidak bisa bergerak.
“Ugh,” Ravenna meringis kesakitan saat pria itu menekan luka yang masih baru di punggungnya, luka yang dibuat oleh Alister sendiri beberapa waktu yang lalu saat mereka bertarung di alun-alun.
“Luka ini, dari mana kau mendapatkannya?” tanya Alister tajam, mempertanyakan luka di tubuh Ravenna.
Mata Ravenna melebar, bagaimana ini? Tidak mungkin dirinya mengaku kalau luka itu ia dapatkan saat bertarung dengan pria di belakangnya, “I-itu, beberapa waktu lalu saat aku pergi ke butik ada perampok. Luka ini aku dapatkan karena melawannya,” bohong Ravenna.
“Apa kau tau kau tidak pandai berbohong,” pria itu semakin menekan luka Ravenna, Ravenna mengigit bibirnya, berusaha menahan rasa sakit.
“Ugh, h-hentikan!” mohon wanita itu berusaha menahan rasa sakit pada punggungnya. “Aku tidak berbohong!” serunya.
Pria itu mengernyitkan keningnya, menatap sebuah simbol bulan sabit kecil di tengkuk wanita itu. Ia pernah melihat simbol itu sebelumnya, tanda itu sama seperti milik axel, kakak laki-laki calista yang menandakan kalau ia merupakan keturunan elf, namun mengapa Ravenna juga memiliki simbol yang sama. Sebenarnya siapa wanita yang ada di depannya ini?
Alister menghentikan tekanan pada luka itu, kemudian mendorong tubuhnya menjauh dari Ravenna, ia kembali naik ke atas kolam, “Keluar, dari tempat ini sekarang juga!” perintahnya kemudian pergi dari ruangan itu, meninggalkan Ravenna yang terlihat masih kesakitan.
Wanita itu bernafas terengah-engah, ia sedikit lega setelah Alister pergi. Namun ia bertanya-tanya, mengapa pria itu pergi begitu saja? apa mungkin ia mempercayai kebohongannya? namun Alister bukan orang yang mudah di tipu. Ravenna kemudian beranjak dari kolam itu, kemudian memakai pakaiannya. Saat akan keluar, ia tidak sengaja melihat sebuah cincin perak berbentuk naga terjatuh di atas lantai, Ravenna kemudian memungutnya, pasti benda itu milik Alister.
***
“Nyonya, malam ini tuan Duke sedang tidak enak badan, anda bisa makan duluan, tidak perlu menunggunya,” ucap seorang pelayan di depan pintu masuk ruang makan.
“Baiklah,” jawab Ravenna kemudian berjalan masuk ruangan.
“Kenapa tiba-tiba dia tidak enak badan, padahal aku ingin mengembalikan cincinnya,” gumam Ravenna setelah ia menyantap makanannya. Ravenna sedikit curiga, yang ia tahu keturunan naga seperti Alister tidak mudah sakit, apa mungkin pria itu sengaja menghindarinya karena marah ia menggunakan ruang pemandian beberapa waktu yang lalu.
Selesai makan, Ravenna tidak langsung pergi ke kamarnya. Ia menuju kamar Alister yang masih berada di lantai yang sama dengannya. Ravenna berada di depan pintu, namun terlihat ragu-ragu untuk mengetuk. Akhirnya ia memberanikan dirinya untuk mengetuk pintu itu namun tidak ada jawaban dari dalam.
Sudah cukup lama ia mengetuk, namun nihil. Seolah tidak ada orang didalam. Ravenna membuka pintu kamar pria itu, ia menyembulkan kepalanya untuk mengintip sedikit, kosong, tidak ada siapapun di sana. Wanita itu berjalan masuk perlahan sekaligus mengamati ruangan. Ia merasa aneh, bukankah seharusnya Alister berada di kamarnya, namun mengapa ruangan yang ia datangi ini kosong, sebenarnya dimana pria itu sekarang? Setelah berada di sana beberapa saat, Ravenna kemudian meletakkan cincin milik pria itu diatas nakas.
Sebelum keluar dari ruangan, Ravenna menatap sebuah buku tergeletak dilantai, dekat sebuah rak buku. Ia berjongkok untuk mengambilnya kemudian memeriksanya sebentar. Rupanya itu hanya buku biasa tentang militer. Wanita itu kemudian meletakkannya di rak, mengembalikan buku itu diantara buku yang lain, namun ia tak sengaja menekan tombol rahasia yang berada di sana, membuat rak buku itu terbuka sedikit, membuat Ravenna terkejut.
Wanita itu mengamati bagian belakang dari rak itu dengan hati-hati, kemudian menggesernya, keningnya mengernyit, terdapat anak tangga yang menghubungkan kamar Alister dengan ruangan tersembunyi didalam sana. Ia tidak menyangka ada ruangan tersembunyi di kamar pria itu. Ravenna menuruni anak tangga itu dengan mengendap-endap untuk melihat ada apa di dalam sana. Sampai dibawah, matanya menyapu ruangan yang ukurannya sekitar seperempat dari kamar pria itu. Tidak ada yang aneh dari ruangan itu, terdapat meja kecil kuris dan rak, sama seperti kamar biasa.
Saat Ravenna berkeliling, terdengar suara samar seseorang, Ravenna mengamati ruangan untuk mencari sumber suara. Ia berjalan dengan hati-hati menuju sebuah pembatas ruangan yang berada di sudut ruangan, suara itu semakin jelas, seperti suara orang yang sedang kesakitan, dengan perlahan ia mengintip sedikit untuk melihat siapa orang di balik pembatas ruangan itu.
Mata Ravenna melebar, ia tertegun melihat Alister yang terbaring di ranjang dengan meringkuk kesakitan. Tubuhnya penuh keringat, ia seolah sedang menahan rasa sakit yang begitu mendalam, sebenarnya apa yang terjadi padanya?
Ravenna mencoba mendekati pria itu, “H-hei, apa kau baik-baik saja?” tanyanya memastikan, namun pria itu tak meresponnya. Mata Alister masih terpejam cukup rapat, nafasnya terengah-engah.
Sebenarnya apa yang terjadi padanya? Kenapa dia kesakitan sampai seperti itu? tanya Ravenna dalam hati.
Ravenna kemudian meraih tangan pria itu, namun ia buru-buru melepaskannya karena tubuhnya sangat panas. Wanita itu menatap Alister dengan dahi berkerut, tidak pernah ia menemukan seseorang dengan suhu sepanas ini, walaupun manusia mengalami demam, tidak mungkin suhunya sampai sepanas itu.
“Apa ini berhubungan dengan kekuatannya?” pikir Ravenna menatap lekat pria yang terbaring lemah di depannya, “Tunggu! Bukankah ini kesempatan yang bagus untuk membunuhnya,” gumam Ravenna.
Wanita itu mengeluarkan sebuah belati dibalik rok yang selalu dibawanya, ia berjalan mendekat sembari menggenggam erat belati itu. Hari ini adalah kesempatannya membunuh pria itu untuk membalaskan dendam keluarganya.
Ravenna mengangkat belati itu tinggi-tinggi, kemudian mengayunkannya dengan cepat, namun ia menghentikan belati itu tepat di depan jantung Alister, jaraknya hanya beberapa senti. Entah mengapa ia tiba-tiba teringat saat pria itu menyelamatkannya di hutan saat terjadi serangan monster, kalau pria itu tidak datang menyelamatkannya, mungkin ia sudah mati sekarang.
“Tidak, kalau aku membunuhnya sekarang, itu terlalu mudah,” ucapnya seraya menatap tajam kearah pria itu.
Ravenna menyimpan kembali belatinya, wanita itu mengurungkan niatnya untuk membunuh Alister, kemudian buru-buru keluar dari ruangan itu, meninggalkan Alister yang masih kesakitan.
Malam ini, Ravenna tak segera tidur. Ia mondar-mandir di dalam kamarnya seraya memikirkan Alister yang terbaring lemah beberapa waktu yang lalu. Tidak, ia tidak menghawatirkannya, melainkan penasaran dengan apa yang terjadi padanya.
“Sebenarnya sejak kapan dia seperti itu?” gumamnya seraya memikirkan kemungkinan yang terjadi.
Ravenna menatap ke arah langit malam dari balik jendela kaca kamarnya, rupanya malam ini adalah malam puncak purnama. Alis Ravenna berkerut dalam, ia tiba-tiba teringat sesuatu. Dulu ibunya pernah menceritakan padanya tentang legenda seekor naga. Ratusan tahun yang lalu, seekor naga jatuh cinta pada seorang manusia, ia meminta kepada dewa bulan untuk merubahnya menjadi manusia agar bisa bersatu dengan pujaan hatinya. Sang dewa mengabulkannya, namun sebagai imbalan, ia akan menghisap kekuatan naga itu tiap puncak bulan purnama sebagai persembahan.
“Jangan-jangan cerita itu ada hubunganya dengan keadaan Alister sekarang. Kalau itu benar artinya itu bukan hanya cerita biasa. Benar, tidak salah lagi, pasti tubuh Alister melemah karena hari ini adalah malam puncak bulan purnama, aku harus memberitahu kelemahannya ini pada Marquess,” ujarnya merasa yakin.