Aku tidak akan membiarkan, Saudara tiri dan Ibu tiri menginjak-injak harga diriku.
Ikuti kisah Intan, yang berjuang agar harga dirinya tidak injak-injak oleh ibu tirinya dan kakak tirinya. Tidak sampai situ saja, ikuti kisah perjuangan Intan untuk bisa berdiri di kaki nya sendiri hingga dirinya sukses.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pchela, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23
Akhirnya setelah menempuh waktu lima belas menit Intan dan Vania sampai di kontrakan. Di sana Gea sudah menunggu mereka berdua. Gea terpaksa menunggu di sini karena motor Vania sulit untuk berbonceng tiga apalagi kalau harus sembari membawa barang-barang milik Intan.
“Lama ya nunggu kita Gea? Maaf ya tadi aku harus ke koperasi dulu buat narik uang. Tadi juga aku sudah belikan kamu minuman sama cemilan juga kok!” Ucap Intan memberikan kedua temannya sebotol minuman yang bergambar ulat di atas daun teh itu.
“Eh, Intan. Kenapa kamu tiba-tiba nyuruh kita buat nyariin kontrakan sih? Emang dirumah kamu kenapa? Jangan bilang lo di usir sama dua nenek lampir itu ya? Atau malah om Herman memihak ke mereka berdua? Atau??” Vania bertanya-tanya tentang keputusan Intan buat pergi dari rumahnya itu.
“Udah. Jangan banyak tanya. Aku pindah karena mau mandiri aja. Dan juga sumpek karena mereka berdua.” Jawab Intan yang tidak mau kedua sahabatnya itu jadi banyak tanya lagi.
“Ohh, tapi ra? Buat banyar kontrakan perbualan nya gimana ra? Uang dari hasil ngajar Di balai desa saja rasnya nggak cukup buat bayar kontrakan, belum lagi buat beli peralatan rumah lainnya, juga buat makan lo sehari-hari.” Tanya Gea yang khawatir dengan kehidupan sahabatnya itu.
“ Apa Om Herman bakalan ngirimin lo uang? Tapi, yakin uang itu bakalan sampai? Gimana kalau lewat tangan tante Maya lagi? Bisa-bisa dari satu juta tinggal seribu rupiah doang. Dia kan ahli korupsi.” Tebak Vania, yang masih kemakan omongan orang-orang, tentang adiknya Maya pernah korupsi uang desa.
Intan mengeleng “Gue nggak bakalan minta uang ke Papa! Niatnya gue mau kerja sambil sekolah, buat nyari pemasukan.” Ucap intan.
Intan berniat kerja menjadi kasir supermarket, uang yang di kirim oleh mamanya niatnya mau Intan simpan saja. Untuk bekalnya nanti berkuliah di universitas yang dia impikan. Satu lagi, dia inggin membuka rekening tabungan agar mamanya bisa mengirim Intan uang. Karena dia hanya menyimpan uangnya di lembaga desa saja, bukan di bank.
“Gimana? Kalau lo mulai modal jualan aja tan? Jualan apa gitu? Somay? Seblak? Atau mie viral gitu? Disini kan kawasan ramai. Dekat dengan sekolah pasti banyak anak sd yang jajan. Terus di depan lo juga ada lapangan sepak bola, udah pasti kalau ada pertandingan ramai yang nyari jajanan. Terus disini juga sering di lewati karnaval udah pasti ramai yang jajan.” Ucap Gea, dia yang paling tahu tempat ini karena saudaranya ada yang ngontrak juga dekat sini.
“Apalagi kalau jualan lo enak, beragam, dan harga terjangkau, udah pasti di buru sama pelangan. Jadi kalau lo ada modal gue sarankan coba aja Tan!” Vania menimpali ucapan Gea, mereka berdua mendukung penuh sahabatnya untuk berjualan.
“Gue pikir-pikir dulu deh, eh ini paman yang punya kontrakan mana? Gue mau bayar biar kita bisa masuk dan naruh barang-barang gue.” Tanya Intan.
“Katanya lagi ke depan bentar, ada yang minta bapaknya untuk benerin mesin jahit gitu, jadi lo tunggu aja disini! Tapi Intan, lo yakin barang lo cuma segini doang?” Sahut Gea, kedua sahabatnya heran dengan barang Intan hanya penuh dengan satu koper dan satu tas besar saja. Sedikit sekali barang-barangnya.
“Engga, aku nyawa pick up kok guys. Nanti dia akan bawa sisa barangku kesini. Hmm bapakyang punya kontrakan bisa benerin mesin jahit juga? Aku ada mesin jahit punya mama, masih bagus tapi kayaknya ada yang rusak dikit, aku nggak ngerti benerin. Kalau aku minta Bapak kontrakan benerin bisa nggak ya?” Tanya Intan. Dia berencana membawa mesin jahit punya ibunya dulu. Intan juga ada skill untuk menjahit jadi dia mau mengisi waktu luangnya dengan menjahit juga.
“Kenapa enggak? Bawa saja! Kalau lo ada orderan jahitan juga, bisa menambah pemasukan.” Sahut Vania lagi. Mereka pun menunggu pemilik kontrakan untuk datang setelah itu mereka akan membayar dan membawa masuk semua barang-barang Intan.
“Rasanya lega tinggal sendiri, tapi kasihan sama papa sendirian….Kek, nek ,mama aku janji aku bakalan kembali ke rumah itu lagi. Itu rumah adalah hak kita, bukan mereka berdua. Aku akan mengambil rumah itu ketika semua sudah siap. Sekarang aku masih harus menjaga kewarasanku dan merangkai masa depanku” Guman Intan, rasanya berat sekali untuk meninggalkan rumah yang dulu memberikan kebahagiaan untuknya. Tapi sekarang rumah itu bagikan rumah hantu karena ada dua makhluk pengganggu ketenangannya di rumah itu.
“Woi!! Jangan bengong aja Tan! Itu mobil pick up nya udah datang. Bawa barang-barang lo.” Vania menyenggol bahu Intan hingga dia tersentak kaget. Lalu mereka bertiga bahu membahu membawa semua barang-barang Intan ke dalam kontrakannya.
Mulai dari kasur yang dibelikan mamanya Intan. Lemari dan meja belajar yang diberikan oleh kakek nya Intan. Ada juga tv, kipas hadiah jalan sehat. Ada rak sepatu, rak makanan dan jam dinding hadiah tujuh belasan semuany Intan bawa ke kontrakannya.
Tak lupa mesin jahit milik mamanya, dan juga beberapa kain yang di tinggalkan mamanya Intan bawa juga. Di dapur Intan membawa semua alat dapur yang mamanya beli dulu. Mulai dari kompor, wajan pengorengan, blender, penanak nasi. Semuanya Intan bawa, kebetulan saat itu Maya dan Anaknya itu tidak ada dirumah jadi dia dengan bebas mengambil semua yang ibunya beli dahulu.
“Enak saja mereka pakai punya mama aku. Mending aku bawa, soalnya aku tahu ini semua mama beli dari hasil menjahitnya. Tidak sudi aku memberikan hasil keringat kerja keras mama di gunakan oleh mereka” Gumam Intan saat mengambil semua alat masak itu.