Warning.!! Area khusus dewasa.!
Bukan tempat untuk mencari nilai kehidupan positif. Novel ini di buat hanya untuk hiburan semata.
Tidak suka = SKIP
Pesona Al Vano Mahesa mampu membuat banyak wanita tergila - gila padanya. Duda beranak 1 yang baru berusia 30 tahun itu selalu menjadi pusat perhatian di perusahaan miliknya. Banyak karyawan yang berlomba lomba untuk mendapatkan hati anak Vano, dengan tujuan menarik perhatian Vano agar bisa di jadikan ibu sambung untuk anak semata wayangnya.
Sayangnya rasa cinta Vano yang begitu besar pada mendiang istrinya, membuat Vano menutup hati dan tidak lagi tertarik untuk mencintai wanita lain.
anak.?
Namun,,,, kejadian malam itu yang membuatnya tidur dengan sorang wanita, tanpa sengaja mampu membuat anak semata wayangnya begitu menyukai wanita itu, bahkan meminta Vano untuk menjadikan wanita itu sebagai ibunya.
Lalu apa yang akan Vano lakukan.?
Bertahan pada perasaannya, atau mengabulkan permintaan sang anak.?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22
Arkan terpaksa menyelonong masuk ke ruangan Vano karna tidak mendapat jawaban meski sudah berulang kali memanggil dan mengetuk pintu.
Saat Arkan membuka pintu, pemandangan pertama yang dia lihat adalah Vano yang tengah bersender di kursi kebesarannya dengan tatapan mata yang menerawang. Baru kali ini Arkan melihat bosnya melamun di kantor.
Ekspresi wajah Vano terlihat gusar dan bimbang. Bisa dibilang Vano sedang terpapar virus galau.
"Nggak salah kalau aku langsung masuk." Ujar Arkan. Kedatangannya menyadarkan Vano dari lamunan. Ada sedikit tatapan kesal yang di tujukan untuk Arkan karna merasa terganggu.
"Sampai berjamur nunggu diluar juga nggak bakal disautin, penunggu ruangan sibuk melamun." Protesnya. Arkan langsung duduk di depan Vano tanpa di suruh.
"Ini berkas yang harus di tandatangani." Dia menyodorkan map hitam tebal di depan Vano.
"Hmm.!" Hanya ada suara deheman yang keluar dari mulut Vano. Dia terlihat malas menatap berkas di hadapannya.
Fokusnya bukan pada pekerjaan di kantor, melainkan pada putrinya yang tadi pagi merengek ingin bertemu dengan Celina. Tak hanya sampai di situ, Naura bahkan meminta Vano untuk menjadikan Celina sebagai mamanya. Memohon agar Celina bisa tinggal bersama dengan mereka dirumah itu.
Vano menghela nafas kasar. Dia mengusap wajah tampannya yang terlihat semakin gusar.
Permintaan Naura membuat kepalanya berdenyut setiap kali memikirkannya. Pasalnya wanita yang diminta Naura untuk dijadikan mama adalah Celina yang sudah diketahui belangnya oleh Vano.
Rasanya tidak tepat untuk menjadikan Celina sebagai ibu sambung bagi Naura dengan latar belakang masa lalunya yang kelam. Sangat berbanding terbalik dengan Jasmine.
"Siapa yang bisa membuat seorang Elvano gusar begini,," Arkan menyindir halus. Dia masih duduk di tempat, memperhatikan gerak - gerik Vano yang semakin gusar.
Vano menatap datar, dia kembali menyenderkan tubuhnya di kursi.
"Naura memintaku untuk menjadikan Celina sebagai mamanya." Tuturnya bingung.
Arkan langsung bungkam dengan mata yang membulat sempurna. Dia tau betul siapa Celina.
Arkan adalah orang yang disuruh Vano untuk mencari tau informasi detail tentang Celina. Sudah pasti Arkan tau kalau selama ini Celina menjadi sugar baby.
"Naura sangat tepat memilihkan istri untukmu. Dia tau kalau Papanya butuh patner ranjang yang sepadan." Arkan terkekeh geli. Dia tidak akan menentang jika Vano akan menikahi Celina, namun merasa ragu kalau Vano bisa menerima Celina. Arkan tau betul kalau Vano sangat pemilih. Rasanya tidak akan mungkin kalau Vano menyetujui permintaan Naura.
"Sial." Vano mengumpat kesal. Dia hampir melayangkan tinjuan ke arah Arkan, namun Arkan langsung beranjak dari hadapan Vano.
"Jangan galau Van, nikahi saja daun muda itu." Teriak Arkan sambil terkekeh. Dia terus melangkah mendekati pintu.
"Setidaknya kamu akan berhenti mencari wanita bayaran lagi. Dia pasti bisa memuaskanmu bukan.?" Tanya Arkan menggoda.
"Dasar sialan.!!" Geram Vano, dia melemparkan bolpoin namun hanya mengenai pintu karna Arkan sudah lebih dulu keluar dari ruangan.
"Menikahinya.?" Gumam Vano. Dia mengulas senyum kecut. Sedikitpun tidak pernah terlintas untuk menikahi Celina. Vano ingin mencari wanita baik - baik yang akan dijadikan ibu sambung untuk Naura. Setidaknya Naura bisa mendapat arahan dan didikan yang bagus untuk masa depannya agar tidak salah pergaulan.
Pekerjaan kantor yang masih menumpuk harus dia tinggalkan lebih awal karna sudah berulang kali mendapat telfon dari rumah. Vano memutuskan untuk pulang lebih awal karna saat ini Naura sedang mogok makan dan terus menangis. Dia meminta sangat Papa agar cepat kembali ke rumah.
"Siang tuan,," Intan membungkuk sopan saat melihat kedatangan Vano.
"Dimana Naura.?" Vano langsung mencari keberadaan putrinya yang kabarnya terus merengek sejak 3 jam yang lalu.
"Ada di kamarnya, dia bilang tidak ada yang boleh masuk kecuali Papanya,," Intan menundukan pandangan. Dia merasa bersalah karna tidak bisa membujuk Naura untuk makan siang.
Tanpa menjawab ucapan Intan, Vano bergegas ke kamar Naura.
tokkk,, tokkk, tokk,,
"Ini Papa sayang,,!" Seru Vano setelah mengetuk pintu. Dia langsung membuka pintu tanpa menunggu ijin dari Naura.
Naura hanya melirik sekilas ke arah Vano yang berjalan mendekat. Gadis kecil itu sedang menggulung dirinya didalam selimut. Wajahnya cemberut dengan tatapan mata yang sendu.
"Kenapa Naura tidak mau makan.?" Vano mengusap lembut kepala Naura setelah duduk di sisi ranjang.
"Naura mau aunty cantik, Papa."
"Ayo ke rumah aunty cantik,," Naura merengek, berulang kali menarik tangan Vano. Hal itu membuat Vano menatap iba karna raut wajah Naura semakin sendu.
"Aunty cantik sedang kuliah, tidak bisa di temui sekarang."
"Bagaimana kalau kita ke mall sekarang, kita beli es krim." Bujuk Vano, dia mengalihkan perhatian Naura agar tidak membahas Celina lagi.
"Naura mau.?" Tanya Vano lembut. Naura diam sejenak untuk berfikir, sesaat kemudian dia menganggukan kepala tanda setuju. Vano bernafas lega, setidaknya dia bisa mengalihkan perhatian Naura dari Celina untuk beberapa saat.
"Ok, Papa ganti baju dulu. Naura ganti baju sama suster Intan ya." Ujar Vano sambil beranjak. Bersamaan dengan itu, Intan masuk kedalam kamar dengan membawa makan siang untuk Naura.
"Simpan saja makanannya."
"Tolong gantikan baju Naura, kita akan pergi ke mall. Setelah itu kamu juga bersiap untuk ikut." Ucap Vano cepat. Intan yang baru masuk terlihat kebingungan.
"Saya ikut.?" Tanyanya untuk memastikan. Vano mengangguk.
"Cepat gantikan baju Naura sebelum dia berubah pikiran." Vano menepuk pelan bahu Intan. Tepukan yang mampu menghipnotis hingga Intan diam memaku bahkan sampai Vano keluar dari kamar. Dia baru tersadar setelah mendengar suara pintu yang tertutup.
Intan mengulas senyum tipis, dia memegangi bahunya sendiri yang baru saja di pegang oleh Vano.
...*****...
Celina sengaja bangun Siang hari ini untuk mengulur waktu. Dia tidak mau pulang ke rumah lebih awal karna malas terlalu lama bertemu dengan kedua orang tuanya. Meski kedua orang tuanya menyuruh untuk datang pagi hari, Celina memutuskan untuk datang sore hari.
Celina baru turun dari ranjang setelah pukul 1 siang. Dia sempat melirik ponsel di atas nakas yang sejak semalam dimatikan untuk menghindari telfon dari orang tuanya. Namun saat melihat ponsel itu, Celina justru teringat pada Vano. Hati kecilnya berharap Vano menghubunginya meski kenyataannya sejak kemarin nama Vano tidak lagi muncul di layar ponselnya.
"Aku benar - benar gila,,!" Celina mencibir kecut. Berulang kali dia menyadari kebodohannya, namun berulang kali mengulanginya. Vano seakan masih menjadi prioritasnya karna terus muncul dalam ingatan.
Suara bell menghentikan langkah Celina yang hampir masuk ke kamar mandi. Saat itu yang terlintas di benaknya adalah Vano, jadi berfikir kalau Vano yang datang ke apartemennya. Tanpa pikir panjang, Celina berjalan cepat untuk membukakan pintu. Tidak peduli saat itu kondisinya masih berantakan, bahkan belum mencuci muka.
Rambut panjangnya terlihat acak - acakan, begitu juga dengan tali lingerie yang merosot ke lengannya.
"Ka,, kak Dion.?" Raut wajah Celina berubah kecewa. Kenyataan tidak sesuai dengan keinginan. Bukan Vano, tapi Dion yang menemuinya.
Celina langsung merapikan lingerie nya saat melihat melihat perubahan wajah Dion yang sedikit merona.
Beruntung lingerie yang di pakai Celina tidak menerawang, dan panjang hingga sebatas lutut. Hanya saja tetap terbuka di area bahunya.
"Sesiang ini, Nona baru bangun.?"
Dion terlihat canggung, namun berusaha untuk menciptakan obrolan.
"Kenapa kak Dion jadi pelupa. Sudah berapa kali aku bilang, jangan panggil Nona." Celina kembali memberikan protes pada Dion karna masih memanggilnya dengan sebutan Nona.
"Aku nggak bisa tidur semalem." Ujar Celina beralasan.
"Mereka menyuruh kak Dion menjemputku.?"
Dion hanya memberikan anggukan kecil.
"Masuk, aku mau mandi dulu."
"Kalau mau minum ambil saja sendiri." Celina berlalu, dengan santainya berjalan menuju kamar.
Dion menggelengkan kepala melihat anak bosnya bersikap cuek meski memakai baju menggoda iman di dapannya.
menginginkan yang lebih baik tapi sendirinya buruk . ngaca wooy 🙄
lagian celina kan kelakuannya doang yg buruk . hatinya mah melooooow 😂
Vano VS celine(rusak)