NovelToon NovelToon
(Batas Tipis) CINTA & PROFESI

(Batas Tipis) CINTA & PROFESI

Status: sedang berlangsung
Genre:Trauma masa lalu / Cintapertama
Popularitas:316
Nilai: 5
Nama Author: Penasigembul

Dorongan kuat yang diberikan sepupunya berhasil membuat Marvin, pria dengan luka yang terus berusaha di kuburnya melangkahkan kaki masuk ke dalam ruang praktek seorang Psikolog muda. Kedatangannya ke dalam ruang praktek Bianca mampu membuat wanita muda itu mengingat sosok anak laki-laki yang pernah menolongnya belasan tahun lalu. Tanpa Bianca sadari kehadiran Marvin yang penuh luka dan kabut mendung itu berhasil menjadi kunci bagi banyak pintu yang sudah dengan susah payah berusaha ia tutup.
Sesi demi sesi konsultasi dilalui oleh keduanya hingga tanpa sadar rasa ketertarikan mulai muncul satu sama lain. Marvin menyadari bahwa Bianca adalah wanita yang berhasil menjadi penenang bagi dirinya. Cerita masa lalu Marvin mampu membawa Bianca pada pusaran arus yang ia sendiri tidak tahu bagaimana cara keluar dari sana.
Ditengah perasaan dilema dan masalahnya sendiri mampukah Bianca memilih antara profesi dan perasaannya? apakah Marvin mampu meluluhkan wanita yang sudah menjadi candu baginya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Penasigembul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 22

Makan malam bersama Bianca semalam berhasil membuat Marvin tidak berhenti memikirkan cerita dan perkataan wanita cantik berwajah teduh itu. Hati Marvin penuh dengan kehangatan sejak mengetahui dirinya memiliki arti bagi Bianca, bahkan ia tidak bisa fokus sejak tadi padahal ia tengah berada di meeting bersama dengan Saka dan beberapa departemen terkait, untuk membahas progress pembangunan yang sedang berjalan.

Saka menendang kaki Marvin dibawah meja, membuat yang disenggol tersadar dari lamunan tentang Bianca yang mampu membuat hatinya menghangat sendiri, Marvin menatap Saka, mengangkat dagunya seolah bertanya kenapa.

“lu kenapa? Fokus, Vin.” Tegur Saka pada bos besarnya dengan berbisik menggunakan gerakan bibir yang masih bisa dibaca oleh Marvin, pria yang berusaha mengembalikan fokusnya itu segera menganggukkan kepalanya. Dengan cepat Marvin menegakkan duduknya, dan memerhatikan karyawan yang sedang menyampaikan report di depan.

“Sekian report yang dapat saya berikan.” Suara seorang karyawan wanita yang baru saja menyampaikan progress dari departmentnya menutup presentasi itu. Dengan wajah serius Marvin masih memerhatikan slide presentasi yang masih di tampilkan pada layar dihadapannya, tapi tidak memberi tanggapan apapun.

“Lanjutkan yang sudah berjalan, saya dan Pak Marvin berharap proyek ini tidak meleset dari yang sudah ditentukan sebelumnya. Kita masih punya tiga bulan untuk menyelesaikannya, dan saya rasa itu waktu yang cukup untuk finishing.” Suara Saka menggema di ruangan itu, kemudian pemuda itu menutup meeting yang sudah berlangsung kurang lebih 2 jam itu.

Setelah mendengar Saka menutup pertemuan rapat itu, Marvin bangkit dari kursinya, dan beranjak meninggalkan ruang rapat itu dengan Saka yang berjalan di sebelahnya, satu per satu dari karyawan yang tadi mengikuti rapat juga mulai meninggalkan kursi mereka dan kembali ke meja kerjanya masing-masing, beberapa dari mereka ada yang langsung menghampiri Sabrina untuk menyerahkan dokumen yang membutuhkan approval dan tanda tangan dari Marvin.

“lu kenapa? Tumben gak fokus.” Suara Saka terdengar ketika keduanya sudah keluar dari ruang rapat menuju ruang kerja mereka, marvin mengedikkan bahunya acuh dengan pertanyaan Saka.

“besok bilang Leo, ketemu di lokasi proyek, gue mau langsung liat progressnya di lapangan.” Marvin mengalihkan pembicaraan. “kasih tau leo, untuk lebih sering ke sana pantau jalannya proyek.” Perintah Marvin selanjutnya sebelum ia meninggalkan Saka untuk masuk ke dalam ruangannya.

Saka masih menatap tidak percaya pada sepupunya, namun langkah Marvin yang berhenti mendadak diambang pintu membuat Saka ikut menghampiri sepupunya itu dan melihat apa yang berhasil membuat kaki Marvin melakukan rem mendadak.

“Gue pinjem ruangan lu, sampai lu selesai urus dia.”

Marvin memutar tubuhnya dan melangkah menuju ruangan Saka yang sudah dipinjamnya, meninggalkan Saka dan seorang wanita yang beberapa waktu ini selalu muncul dan menganggunya.

Dengan kasar Marvin membuka pintu ruangan Saka, melangkah menuju kursi dan menjatuhkan dirinya dengan kasar disana. Nadira yang melihat Marvin pergi begitu saja juga langsung berdiri dari posisinya dan sedikit berlari untuk mengejar pria itu.

Langkah Nadira terhenti ketika ia melihat Sabrina sudah lebih dulu masuk dengan beberapa dokumen di tangannya, dengan tidak sabaran Nadira menunggu sampai sekertaris Marvin keluar.

Setelah beberapa waktu Nadira menunggu akhirnya ia melihat Sabrina keluar dari ruangan Saka, tanpa membuang waktu wanita itu melangkah dengan anggun dan pasti menyusul Marvin masuk ke dalam ruangan Saka.

Suara pintu yang kembali terbuka dan suara heels yang beradu dengan lantai mulai masuk dalam indera pendengaran Marvin, namun pria itu tidak menghiraukannya dan matanya masih tetap fokus pada dokumen yang baru saja diberikan oleh Sabrina.

“Kenapa kamu terus menghindariku sih, Vin.” Suara kesal Nadira berhasil memenuhi keheningan diruangan Saka yang dipinjam Marvin. “Aku kembali karena merindukanmu, bukankah kamu bilang akan selalu menungguku?” imbuh Nadira lagi.

Kalimat terakhir Nadira berhasil membuat rahang Marvin mengeras, fokus pria itu mulai teralihkan dari dokumen yang sedang ia pelajari, Marvin mengangkat wajahnya dan menatap tajam wanita yang masih berdiri di depan mejanya itu. “Pergilah, Nad!”

Mendengar pengusiran Marvin tidak membuat Nadira, wanita yang sudah menunggunya sedari tadi itu pergi, dengan langkah anggunnya wanita itu malah menghampiri Marvin dan memutar kursi pria itu agar mereka bisa berhadapan.

“Aku merindukanmu, dan aku kembali memang hanya untuk dirimu, Vin.” Nadira mengusap lembut rahang keras Marvin. “Aku menyesal dengan keputusanku waktu itu, aku hanya ingin kembali padamu.” Lanjut Nadira dengan manja sambil membawa dirinya untuk duduk dipangkuan Marvin.

Dengan cepat Marvin menepis tangan Nadira dari wajahnya dan ia bangkit berdiri membuat wanita cantik itu jatuh terduduk di lantai sebelum sempat menjatuhkan dirinya pada pangkuan Marvin.

“Pergilah sendiri selagi aku memintanya dengan baik-baik, sebelum aku menyuruh petugas keamanan menyeretmu keluar.” Nadira menatap Marvin tidak percaya, selama ini pria itu selalu mudah jika ia merayu dan bersikap lembut padanya.

“Aku tahu kamu masih marah karena pilihanku waktu itu, tapi aku selalu mencintaimu, Vin.” Tutur Nadira sebelum akhirnya ia berdiri dan meraih tasnya kemudian meninggalkan ruangan itu sebelum Marvin benar-benar membuat dirinya diseret keluar oleh petugas keamanan.

*

Bianca tersedak mendengar pertanyaan Jean yang baru saja dilontarkan kepadanya, “apa Mbak Bianca memiliki hubungan dekat dengan Pak Marvin?” Bianca meneguk minumannya perlahan, kemudian menatap asisten yang sedang makan siang bersamanya.

“tidak, hanya sebatas hubungan profesional aja.” Jawab Bianca sambil kembali menyuapkan makanannya ke mulut, ia merasa sejauh ini hubungannya dan Marvin masih dalam batas wajar, “kenapa kamu tiba-tiba menanyakan itu, Jean?” tanya Bianca lagi sambil memerhatikan asisten di depannya.

Jean mengedikkan bahunya, bingung mulai darimana untuk memberitahu Bianca kalau dia sedang jadi pembicaraan hangat di kalangan sejawat mereka. Jean tidak bermaksud menggurui atasannya, tapi dia juga tidak ingin profesionalitas Bianca dipertanyakan di kalangan sejawat mereka, ditambah ia merasa sebagai asisten Bianca, ia boleh mengingatkan atau menyarankan Bianca untuk hal seperti ini.

“kelihatannya hubungan kalian lebih dari hubungan profesional, Mbak.” Tutur Jean akhirnya.

“engga kok, Jean. Aku tetap menjaga batas profesionalku.” Elak Bianca meski ada keraguan dalam nada suaranya. Ia sendiri mulai mengingat dan memikirkan kedekatannya dengan Marvin dua bulan terakhir ini, tidak bisa dipungkiri Bianca memang tertarik dengan pria itu, terkadang secara tidak sengaja ia menjadikan masalah pria itu sebagai alasan untuk dirinya bertemu dengan Marvin.

“ya, aku mulai mendengar beberapa orang membicarakanmu dengan salah seorang klien, ditambah lagi kemarin ada yang melihat Mbak Bianca pulang bersama dengan Pak Marvin.”mata Bianca membulat mendengar penuturan Jean, hubungan dengan kliennya sudah menjadi pembicaraan diantara sejawat mereka membuat hati Bianca gelisah. “sepertinya bukan hanya saya yang menyadari kedekatan Mbak Bianca dengan Pak Marvin, saya hanya ingin mengingatkan Mbak Bianca saja, tembok pun memiliki mata dan telinga.” Jean kembali berucap panjang lebar sambil menyuapkan sendok terakhir dari makanannya, sedangkan Bianca sudah tidak berselera untuk menghabiskan makan siangnya setelah mendengar penuturan Jean.

“Apa menurutmu kedekatanku dengan Pak Marvin lebih dari seorang Psikolog dan kliennya?” anggukkan kepala diberikan Jean sebagai jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan olehnya barusan. Bianca memejamkan matanya sejenak, berpikir dan mengingat sudah sedekat apa dirinya dan Marvin.

“Maaf Mbak sebelumnya, aku tidak bermaksud menyinggung masalah pribadimu.” Tutur Jean hati-hati melihat ada kecemasan yang tersirat tipis dalam wajah Bianca, Bianca menggeleng.

“enggaapa-apa, terima kasih, Jean untuk remindernya.”Ucap Bianca akhirnya. Jika hari ini Jean tidak memberitahunya ia tidak akan pernah sadar akan hal tersebut.

“tidak masalah, Mbak. Aku percaya padamu dan profesionalitasmu, hanya saja mungkin harus lebih hati-hati. Tidak semua orang mengenal kita kan. Mereka hanya percaya pada yang mereka lihat dan mereka dengar meski tidak secara utuh.” Senyum Bianca sedikit merekah mendengar asistennya begitu percaya pada dirinya di setiap hal yang dilakukan Bianca, support Jean benar-benar membantunya.

*

Sejak kembali ke ruanganya, Bianca tidak bisa berhenti memikirkan setiap penuturan dan cerita Jean, ditambah beberapa pasang mata dari sejawatnya yang memerhatikannya ketika ia melewati lobi tadi, ada yang berbisik setelah melihatnya, kebanyakan adalah para asisten Psikolog yang baru kembali dari makan siang mereka.

Bianca menggenggam bolpen di tangannya semakin erat, dia sedang mencatat beberapa hal untuk sesi dengan kliennya satu jam lagi, tapi fokusnya terbagi dengan gosip yang beredar tentang dirinya. Ia telat menyadari bahwa kedekatannya dengan Marvin, pria yang mampu membuat hatinya menghangat sudah melewati batas profesionalnya.

Ponsel Bianca berdering, nama pria yang sedari tadi memenuhi kepalanya muncul di layar ponselnya. Dengan ragu Bianca mengangkat panggilan tersebut.

“Ya, Kak Marvin.” Sapa Bianca setelah benda pipih itu menempel di telinganya.

“Apakah malam ini kamu sibuk, Ca?” tanya Marvin, Bianca tidak langsung menjawab pertanyaan itu. Ia sendiri sedang bingung dengan dirinya, dan mendadak pria ini menghubunginya.

“ada apa, Kak?” bukan memberikan jawaban dari pertanyaan Marvin, Bianca malah balik bertanya.

Hmm...” gumam Marvin sedikit ragu untuk menyampaikan keinginannya. Saka baru saja meninggalkan ruangannya dan mendesaknya untuk datang ke acara makan malam di rumah orangtuanya atas permintaan Tuti, wanita yang menyandang status sebagai omanya.

Bianca dengan sabar menunggu Marvin menyampaikan keinginannya, meski pria itu masih hening di seberang sana.

“Bisakah kamu menemaniku makan malam di rumah orangtuaku?”

1
Tít láo
Aku udah baca beberapa cerita disini, tapi ini yang paling bikin saya excited!
Michael
aku mendukung karya penulis baru, semangat kakak 👍
Gbi Clavijo🌙
Bagus banget! Aku jadi kangen sama tokoh-tokohnya 😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!