NovelToon NovelToon
​ Dendam Sang Mantan Istri Miliarder

​ Dendam Sang Mantan Istri Miliarder

Status: sedang berlangsung
Genre:Ibu Mertua Kejam / Pelakor / Pelakor jahat / Tukar Pasangan / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Selingkuh
Popularitas:4.3k
Nilai: 5
Nama Author: Adrina salsabila Alkhadafi

​💔 Dikhianati & Dibangkitkan: Balas Dendam Sang Ibu
​Natalie Ainsworth selalu percaya pada cinta. Keyakinan itu membuatnya buta, sampai suaminya, Aaron Whitmore, menusuknya dari belakang.
​Bukan hanya selingkuh. Aaron dan seluruh keluarganya bersekongkol menghancurkannya, merampas rumah, nama baik, dan harga dirinya. Dalam semalam, Natalie kehilangan segalanya.
​Dan tak seorang pun tahu... ia sedang mengandung.
​Hancur, sendirian, dan nyaris mati — Natalie membawa rahasia terbesar itu pergi. Luka yang mereka torehkan menjadi bara api yang menumbuhkan kekuatan.
​Bertahun-tahun kemudian, ia kembali.
​Bukan sebagai perempuan lemah yang mereka kenal, melainkan sebagai sosok yang kuat, berani, dan siap menuntut keadilan.
​Mampukah ia melindungi buah hatinya dari bayangan masa lalu?
​Apakah cinta yang baru bisa menyembuhkan hati yang remuk?
​Atau... akankah Natalie memilih untuk menghancurkan mereka, satu per satu, seperti mereka menghancurkannya dulu?
​Ini kisah tentang kebangkitan wanit.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adrina salsabila Alkhadafi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22 Ayunan Kayu di Garasi

​Setelah pertemuan di kedai kopi, selembar kertas bertuliskan 'Arif - Kejujuran' menjadi pengingat harian bagi Natalie akan kehidupan yang ia rindukan: kehidupan tanpa intrik. Trauma atas pengkhianatan Aaron—yang merampas aset dan memanipulasi—telah menciptakan jurang kepercayaan yang dalam. Natalie kini yakin, satu-satunya cara menguji kejujuran seseorang adalah dengan menghilangkan semua insentif finansial.

​Ia harus menjadi Natalie yang sederhana, ibu tunggal yang berjuang, seperti yang dilihat Arif.

​Dua hari kemudian, Natalie menelepon Arif.

​"Halo, dengan Bengkel Kayu Jujur?" tanya Natalie, merendahkan suaranya agar terdengar biasa saja, jauh dari nada otoritatif CEO.

​"Ya, dengan Arif. Natalie?" jawab suara di seberang, terdengar sedikit terkejut.

​"Ya, ini aku. Aku butuh ayunan. Untuk Kenzo. Ayunan kayu yang kuat. Tapi... aku tidak punya banyak ruang, dan anggaranku terbatas. Apa kamu bisa datang dan melihat garasi di rumahku?"

​Arif terdengar antusias. "Tentu, Nat! Aku bisa datang sore ini, sepulang kerja. Aku bawa meteran."

​Sore harinya, Natalie memastikan mobil dinasnya—limosin hitam yang selalu mengantar-jemputnya—tidak terlihat. Ia memarkir mobil hatchback bekas yang ia gunakan untuk keperluan sehari-hari lima tahun lalu di depan rumah. Ia sendiri mengenakan kaos polo usang dan celana training, benar-benar menyamarkan setiap petunjuk bahwa ia adalah salah satu wanita terkaya di Jakarta.

​Garasi dan Debu

​Arif tiba tepat waktu dengan motor bebek tuanya. Ia membawa kotak peralatannya dan tersenyum tulus ketika melihat Natalie membuka gerbang.

​"Ini dia tempatku berjuang," kata Natalie, tersenyum pahit sambil menunjuk garasinya yang sempit dan agak berantakan.

​Arif melihat sekeliling. Rumah itu memang sederhana, tetapi terawat. "Wah, garasinya lumayan. Kita bisa pasang ayunan di balok penahan atap itu. Harus pakai rantai yang kuat, tapi aku bisa mengaturnya."

​Saat Arif sibuk mengukur, Kenzo yang baru pulang dari taman kanak-kanak berlari menghampiri Natalie.

​"Mama! Kenzo lapar!" rengeknya.

​"Sabar, Sayang. Mama lagi bicara dengan Om Arif, yang mau bikin ayunan ajaib untukmu," bisik Natalie, menggendong Kenzo.

​Arif berbalik. Matanya hangat saat melihat interaksi ibu dan anak itu. "Hai, jagoan. Jadi, kamu suka ayunan ya? Om akan buatkan yang terkuat di dunia."

​"Punya Om Arif tidak mahal?" tanya Kenzo polos.

​Natalie mencubit pinggang Kenzo, panik dengan pertanyaan jujur itu.

​Arif tertawa, tawa yang lepas dan tidak dibuat-buat. "Tidak, jagoan. Om kasih harga spesial. Ayah dan Mama kamu pasti bekerja keras agar kamu senang."

​"Hanya Mama yang kerja," jawab Kenzo jujur, kebiasaan yang diperoleh dari Maya.

​Natalie tersentak, tetapi Arif hanya mengangguk mengerti, melihat rasa malu di wajah Natalie.

​"Kalau begitu, Mama yang hebat ini pasti bekerja dua kali lipat kerasnya. Kamu harus bangga, Kenzo," kata Arif.

​Arif kemudian mengeluarkan kalkulator kecil yang usang. "Oke, Nat. Untuk kayu jati belanda yang ringan tapi kuat, rantai tahan karat, dan ongkos pasang, totalnya... Rp 1.500.000. Aku butuh uang muka Rp 500.000 untuk beli bahan besok pagi."

​Natalie—wanita yang baru saja menyetujui anggaran renovasi kantor sebesar Rp 50 miliar—mendengarkan angka itu dengan penuh perhatian. Ia membuka dompet lusuhnya.

​"Ini uang mukanya, Arif. Terima kasih banyak. Aku hanya bisa membayar sisanya setelah gajian bulan depan. Semoga tidak masalah?" tanya Natalie, memasang ekspresi cemas yang sebenarnya tidak ia rasakan.

​Arif memasukkan uang itu ke dalam saku kemejanya. "Santai, Nat. Aku mengerti. Hidup ibu tunggal memang berat. Kapan pun kamu siap, aku siap pasang. Aku akan kerjakan ini secepatnya. Untuk pangeran ayunan."

​Saat Arif pergi, Natalie berdiri di depan gerbang, mengawasinya hingga motornya menjauh. Peran ini terasa asing, namun anehnya, membebaskan. Ia tidak perlu takut ia akan dikhianati karena ia tidak menawarkan apa-apa. Ia hanya menawarkan dirinya: Natalie si ibu tunggal.

​Meja Makan Sederhana

​Pemasangan ayunan itu selesai seminggu kemudian. Arif datang pada hari Minggu, menolak dibantu, dan bekerja keras selama tiga jam hingga garasi itu dihiasi ayunan kayu yang indah, kokoh, dan berbau vernis baru.

​"Sudah selesai, Nat. Kenzo, coba ayunanmu!" seru Arif, tangannya berlumuran serbuk kayu.

​Kenzo langsung melompat ke ayunan, tertawa senang.

​"Ini jauh lebih bagus daripada ayunan di taman, Mama!"

​Natalie melihat kebahagiaan murni di mata Kenzo, dan ia menatap Arif. "Terima kasih, Arif. Ini luar biasa. Aku akan segera transfer sisanya."

​"Ah, jangan sekarang, Nat. Aku tahu kamu harus menunggu gajian. Santai saja. Sudah waktunya makan siang, ya?" tanya Arif, melirik jam tangannya.

​"Ya, aku sudah siapkan nasi goreng sederhana. Apa kamu mau bergabung? Anggap saja ucapan terima kasih," tawar Natalie spontan.

​Arif ragu sejenak, wajahnya menunjukkan dilema. "Tidak enak, Nat. Aku harus pulang."

​"Tidak, sungguh. Nasi goreng di sini tidak mewah, tapi cukup untuk mengisi perut pengrajin yang hebat. Tidak ada hidangan yang mahal, aku jamin," kata Natalie, tersenyum lembut.

​Akhirnya Arif setuju. Mereka duduk di meja makan kayu kecil Natalie. Nasi goreng buatan Natalie memang sederhana—hanya kecap, telur, dan sedikit udang—tetapi terasa hangat dan penuh perhatian.

​"Tentu saja masakanmu enak," kata Arif setelah suapan pertama. "Aku biasanya hanya makan di warteg. Nasi goreng rumahan ini adalah kemewahan."

​Natalie tersenyum, kali ini tulus. Mereka berbicara tentang hal-hal sepele. Mereka berbicara tentang Kenzo, tentang rencana Arif untuk mengembangkan bengkelnya menjadi kursus kerajinan kayu bagi remaja kurang mampu, dan tentang betapa ia berjuang mendapatkan pinjaman modal kecil tanpa jaminan.

​"Aku bisa coba bantu carikan investor kecil," ujar Natalie.

​"Jangan, Nat. Tidak usah repot-repot," potong Arif cepat. "Aku tidak mau membebani. Aku akan coba pinjam ke bank kecil. Aku ingin semuanya murni dari hasil keringatku sendiri. Aku benci bergantung pada belas kasihan orang, apalagi kekayaan yang tidak jelas asalnya."

​Pernyataan itu—penghargaan Arif terhadap kemandirian dan penolakan terhadap 'kekayaan yang tidak jelas'—beresonansi kuat dengan Natalie. Ini adalah pria yang membangun nilai-nilainya di atas kayu yang dipahatnya sendiri.

​Saat Arif pamit, ia menatap Natalie, bukan dengan hasrat, tetapi dengan rasa hormat yang mendalam.

​"Nat, kamu wanita yang hebat. Aku tahu kamu pasti lelah bekerja keras. Tapi jangan pernah merasa sendirian. Jika butuh bantuan untuk mengangkut barang atau memperbaiki apa pun di rumah, aku siap. Tidak perlu bayar," katanya.

​"Aku akan ingat itu, Arif. Terima kasih untuk kejujurannya," bisik Natalie.

​Ia kembali masuk ke rumah, memegang kertas kecil yang berisi nomor rekening Arif. Ia tahu, ia harus segera membayar utangnya. Tetapi ia juga tahu, ia harus menjaga penyamaran ini lebih lama. Di balik kesederhanaan ini, ia menemukan apa yang hilang dari kehidupannya yang berkuasa: hubungan manusia yang murni, di mana nilainya tidak diukur dari aset yang ia miliki.

​Natalie, si CEO, memutuskan untuk menunggu hingga "gajian" datang untuk membayar sisa ayunan itu. Karena untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, ia merasa aman untuk membuka sedikit celah di perisai baja yang ia bangun.

1
partini
dari sinopsisnya ngeri " sedap menarik
Himna Mohamad
lanjut thoor
putri lindung bulan: siap akan saya lanjutkan
total 1 replies
Himna Mohamad
good thoor sat set
Himna Mohamad
👍👍👍👍👍
Himna Mohamad
sdh mampir thoor,,lanjut
putri lindung bulan: terimakasih sudah mampir , salam kenal ya
total 1 replies
Himna Mohamad
awal yg bagus thoor👍👍👍👍👍
putri lindung bulan: terimakasih sudah mampir
total 1 replies
putri lindung bulan
untuk sahabat adri selamat datang di dunia nataly.semoga kalian suka novel.jika suka jangan lupa beri like,dan sisipkan komentar.salam kenal semuanya🙏🙏🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!