NovelToon NovelToon
Ning Azzahra Ganiyyah Al - Hasyimi

Ning Azzahra Ganiyyah Al - Hasyimi

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan di Sekolah/Kampus / Keluarga / Diam-Diam Cinta / Persahabatan
Popularitas:242
Nilai: 5
Nama Author: blue_era

Di Surabaya, berdiri Sebuah pesantren megah pesantren Al - Ikhlas, sebuah lembaga pendidikan Islam yg dikenal dgn tradisi kuat dan menghasilkan santri" yg berprestasi. cerita ini mengikuti perjalanan 5.285 santriwan dan santriwati pesantren Al - ikhlas. ada banyak santri yg berjuang meraih keinginan orang tua dan menggapai mimpi mimpinya. namun terkadang menimbulkan pro dan kontra akibat persaingan di balik semua perjuangan para santri.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon blue_era, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

21. Pulang ke Pondok, Doa Bersama dan Harapan yang Menguat

Di ruang tunggu rumah sakit, suasana masih diselimuti kecemasan. Abah dan Umi, dengan raut wajah yang tak bisa menyembunyikan kekhawatiran, duduk berdampingan, sesekali mengusap punggung Gus Arga yang terus menatap pintu ruang perawatan. Seluruh keluarga ndalem, mulai dari Gus Hilman, Gus Salman, hingga Ning Rania dan Ning Vina, semuanya hadir, berbagi duka dan memanjatkan doa. Mereka tahu, saat ini, kekuatan doa adalah yang paling utama.

Setelah beberapa waktu berlalu, dan kondisi Ning Azzahra sedikit stabil meskipun masih kritis, ketiga kakak Ning Azzahra memutuskan untuk kembali ke pondok. Mereka merasa perlu ada yang mengurus pesantren dan menyampaikan kabar kepada para santri, sekaligus meminta dukungan doa dari mereka. Dengan berat hati, setelah berpamitan dan memberikan semangat kepada Gus Arga, mereka bertiga meninggalkan rumah sakit.

Perjalanan kembali ke pondok terasa begitu berat. Pikiran mereka terus tertuju pada kondisi adik bungsu mereka. Sesampainya di gerbang pesantren, suasana pondok yang biasanya ramai kini terasa lebih hening. Para santri, yang sudah mengetahui kabar pingsannya Ning Azzahra, masih berkumpul di sekitar asrama putra, menunggu informasi lebih lanjut.

Melihat kedatangan ketiga kakak Ning Azzahra, para santri segera mengerubungi mereka dengan wajah penuh tanya dan kekhawatiran.

"Bagaimana kondisi Ning Azzahra, Gus?" tanya salah seorang santriwan dengan suara lirih.

Gus hilman Kakak tertua Ning Azzahra, yang wajahnya tampak lelah namun berusaha tegar, menghela napas. "Alhamdulillah, Ning Azzahra sudah ditangani dokter. Tapi... kondisinya masih belum stabil. Kandungannya juga melemah."

Suasana mendadak hening. Raut wajah para santri semakin muram.

"Malam ini, kami mohon bantuan kalian semua," lanjut Gus Farhan, suaranya sedikit bergetar. "Kami mohon keikhlasan kalian untuk mengirimkan doa, khususnya membaca surat Al-Fatihah sebanyak-banyaknya. Semoga Allah SWT memberikan kesembuhan kepada Ning Azzahra, menguatkan kandungannya, dan segera mengangkat penyakitnya agar bisa kembali ke pondok ini."

"Kami sangat berharap, dengan doa-doa kalian, Ning Azzahra bisa segera pulih dan keluar dari rumah sakit," timpal Gus salman. "Mari kita bersama-sama memohon kepada Allah."

Tanpa diperintah dua kali, para santriwan segera menyambut permintaan itu dengan khusyuk. Mereka menyebar ke berbagai sudut masjid dan asrama, mulai melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an, terutama surat Al-Fatihah, dengan penuh pengharapan. Suara-suara lembut doa mulai menggema, menciptakan atmosfer spiritual yang dalam di seluruh area pesantren.

Malam itu, pondok pesantren bukan hanya tempat menuntut ilmu, melainkan juga menjadi saksi bisu kekuatan persaudaraan dan kebersamaan dalam menghadapi cobaan. Harapan dan doa yang tulus dipanjatkan, mengiringi perjuangan Ning Azzahra di rumah sakit, berharap keajaiban akan datang dan membawa kembali senyum di wajahnya.

Malam itu, di tengah kesibukan dan kekhawatiran yang melanda keluarga ndalem di rumah sakit, Gus Hilman mengambil inisiatif untuk memastikan keamanan dan ketertiban di pondok tetap terjaga. Ia menyadari, situasi yang sedang dialami Ning Azzahra bisa memicu berbagai spekulasi dan kekhawatiran di kalangan santri. Oleh karena itu, ia merasa perlu mengambil langkah-langkah preventif untuk menjaga kondusifitas pesantren.

Setelah berkoordinasi dengan beberapa pengurus pondok, Gus Hilman memanggil Kang Udin, kepala keamanan pesantren, untuk berbicara secara serius. Mereka bertemu di ruang tamu ndalem, jauh dari keramaian, agar bisa membahas situasi dengan tenang dan fokus.

"Kang Udin, saya minta perhatian penuh malam ini," buka Gus Hilman dengan nada tegas. Wajahnya menunjukkan keseriusan yang mendalam.

Kang Udin, yang sudah lama mengabdi di pesantren dan sangat menghormati keluarga ndalem, menjawab dengan sigap, "Siap, Gus. Ada yang bisa saya bantu?"

"Saya ingin keamanan pondok diperketat, terutama di area asrama santriwan dan santriwati," lanjut Gus Hilman. "Pastikan tidak ada aktivitas yang mencurigakan atau melanggar peraturan pesantren. Saya tidak ingin ada spekulasi yang tidak benar atau tindakan yang bisa memperkeruh suasana."

Kang Udin mengangguk mengerti. "Siap, Gus. Akan saya laksanakan. Tapi, apa ada instruksi khusus, Gus?"

"Ya," jawab Gus Hilman. "Pertama, patroli ditingkatkan, terutama di jam-jam rawan. Pastikan semua santri berada di asrama masing-masing setelah jam malam. Kedua, batasi akses keluar masuk pondok. Hanya yang berkepentingan mendesak yang diizinkan keluar, itu pun harus dengan izin dari pengurus."

"Ketiga," Gus Hilman melanjutkan, "pantau interaksi antara santriwan dan santriwati. Hindari pertemuan yang tidak perlu atau berduaan di tempat sepi. Kita harus menjaga adab dan akhlak di lingkungan pesantren."

Kang Udin mencatat semua instruksi Gus Hilman dengan seksama. "Siap, Gus. Semua instruksi akan saya sampaikan kepada seluruh anggota keamanan. Kami akan berusaha semaksimal mungkin untuk menjaga keamanan dan ketertiban pondok."

"Saya percaya pada Kang Udin dan tim keamanan," kata Gus Hilman dengan nada lebih lembut. "Saya hanya ingin memastikan, di tengah situasi yang sulit ini, pondok tetap aman dan kondusif. Kita harus menjaga nama baik pesantren dan memberikan contoh yang baik kepada masyarakat."

"Satu lagi, Kang Udin," Gus Hilman menambahkan, "jika ada santri yang bertanya tentang kondisi Ning Azzahra, berikan informasi yang benar dan menenangkan. Jangan biarkan mereka termakan isu-isu yang tidak jelas. Sampaikan bahwa keluarga ndalem sedang berusaha yang terbaik dan kita semua berharap yang terbaik untuk Ning Azzahra."

"Siap, Gus," jawab Kang Udin dengan mantap. "Kami akan menjaga amanah ini dengan sebaik-baiknya. Semoga Allah SWT memberikan kekuatan dan kesabaran kepada kita semua."

Setelah pertemuan itu, Kang Udin segera mengumpulkan seluruh anggota keamanan pondok dan menyampaikan instruksi dari Gus Hilman. Patroli ditingkatkan, akses keluar masuk diperketat, dan pengawasan terhadap interaksi santriwan dan santriwati semakin ditingkatkan. Suasana di pondok menjadi lebih tegang, namun juga lebih teratur dan terkendali. Para santri, meskipun merasa sedikit terbatasi, memahami bahwa semua ini dilakukan demi kebaikan bersama dan demi menjaga nama baik pesantren. Mereka pun turut serta menjaga ketertiban dan berdoa untuk kesembuhan Ning Azzahra.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!