Amor Tenebris (Cinta yang lahir dari kegelapan)
“Di balik bayangan, ada rasa yang tidak bisa ditolak.”
...
New Book, On Going!
No Plagiat❌
All Rights Reserved August 2025, Eisa Luthfi
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eisa Luthfi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 21
...◾▪️Amor Tenebris ▪️◾...
Bab 21 – Jejak Cahaya dan Bayangan di Istana
Malam baru saja menyelimuti kota ketika Lyra sampai di apartemennya. Bau kopi sisa pagi masih menempel di udara, bercampur dengan aroma buku-buku yang menumpuk di rak kayu. Ia melepaskan tas punggungnya, meletakkan perlengkapan arkeologi, dan menatap jendela besar di ruang tamu. Lampu jalan menyorot bayangan gedung tinggi, tapi matanya tetap menelusuri setiap sudut, mencari sesuatu yang terasa tak kasat mata.
Hari itu ia kembali dari situs arkeologi dengan kepala penuh simbol, relief, dan bisikan malam sebelumnya. Rasanya dunia manusia terlalu sederhana dibandingkan dengan bisikan dan bayangan yang terus menempel di pikirannya. Lyra duduk di sofa, membuka catatan kecil yang ia bawa dari gurun, mencoba membaca ulang setiap simbol dan coretan yang dibuatnya di malam hari.
Di satu sudut catatan, sebuah lingkaran sempurna berlapis garis tajam tampak familiar. Ia menghela napas panjang, menyadari—bahwa simbol ini bukan sekadar sejarah. Ada sesuatu yang hidup, seakan menunggu untuk ditemukan.
Sementara itu, ratusan kilometer jauhnya, Theron Valecrest duduk di kursi tinggi di aula Istana Valecrest, dikelilingi lilin-lilin tinggi yang menebarkan aroma damar. Jubah hitamnya rapi, sorot matanya tajam menatap peta besar di meja marmer. Lord Valecrest berdiri di sampingnya, menekankan jarinya ke titik-titik tertentu pada peta.
“Kau harus memastikan garis perbatasan manusia tidak menembus wilayah kita,” kata Lord, suaranya berat dan tegas. “Jejak mereka di situs arkeologi itu… bisa menjadi ancaman.”
Theron menunduk, menahan gejolak di dadanya. Ia tahu Lord sengaja menugaskannya banyak pekerjaan—bukan hanya untuk mengamankan wilayah vampir, tapi juga untuk menjaga jarak dengan manusia tertentu. Lyra, namanya terngiang di pikirannya. Ia ingin mendekat, namun perintah Lord melarang.
“Aku mengerti, Yang Mulia,” jawab Theron, suaranya datar, tapi di balik itu ada pertarungan batin. “Aku akan menugaskan pengawal dan pengintai.”
Lord mengangguk singkat, lalu menghilang di balik tirai gelap istana, meninggalkan Theron sendiri dengan pikiran dan bayangannya. Theron menatap lilin yang berkelap-kelip, seakan mencoba menenangkan denyut jantungnya sendiri. Ia memikirkan Lyra—manusia yang berani menapaki jalan gelap yang bahkan vampir jarang menginjaknya.
...
Kembali di apartemen, Lyra menyalakan laptop dan membuka rekaman video dari pengamatan relief. Ia mencatat pola simbol, mencoba menafsirkan hubungan antar lingkaran dan garis. Tangan jemarinya menari di keyboard, sesekali menempelkan jari ke bibir.
“Tuhan… ini seperti…” bisiknya. “Seperti ada pesan tersembunyi yang menunggu untuk dipecahkan.”
Di luar jendela, bayangan malam tampak biasa, namun Lyra merasa ada sesuatu mengintai. Sekali lagi, bisikan samar terdengar, namun kali ini lebih jelas, seakan datang dari dalam apartemen sendiri.
“Lyra…”
Ia terhenti, jantungnya berdegup cepat. Suara itu lembut, familiar, tapi ia tahu—Theron tidak mungkin berada di sini. Ia menoleh, tetapi ruang apartemen tetap kosong. Hanya lampu jalan yang berkelap-kelip di lantai.
Seketika, cahaya kecil muncul di meja sebelah catatan. Lentera mini, yang ia tidak menyalakan sebelumnya, menyala sendiri, memancarkan cahaya hangat namun asing. Simbol lingkaran di catatannya tampak berpendar samar, seakan menuntun Lyra untuk memahami sesuatu.
...
Di aula Istana Valecrest, Theron berdiri dan berjalan ke balkon besar. Angin malam menyapu jubahnya, membawa aroma hutan gelap dari luar dinding kastil. Ia menatap bulan sabit, memikirkan Lyra yang berada begitu jauh. Sementara ia harus mematuhi perintah Lord, hatinya tak bisa diam.
Ia mengangkat tangan, perlahan memusatkan energi vampirnya untuk memantau jejak Lyra. Dari bayangan, ia bisa melihat sebagian kota—jalan-jalan kecil, gedung tinggi, cahaya lampu. Ia menemukan satu titik yang berbeda: apartemen Lyra. Hatinya sesak. Ia tidak bisa hadir secara langsung, namun setidaknya ia bisa memastikan Lyra aman.
Sambil berdiri di balkon, Theron mengingat kata-kata Lord: “Manusia itu tidak boleh terlalu dekat denganmu.” Namun ia tahu, manusia itu… Lyra, memiliki sesuatu yang istimewa. Sesuatu yang mengikat takdir mereka tanpa bisa ia hindari.
...
Lyra, di dalam apartemen, merasa ada tarikan halus di pikirannya. Seolah ada tangan tak terlihat menuntunnya ke simbol tertentu. Ia mendekat ke catatan, menelusuri lingkaran-lingkaran, dan tiba-tiba… sebuah garis cahaya tipis memancar dari simbol itu, menyentuh dinding, lalu membentuk bayangan samar.
Sosok itu terlihat seperti bayangan Theron, sama persis seperti yang ia lihat di gurun. Ia menahan napas, menyadari bahwa walau Theron tidak bisa hadir secara nyata, kehadirannya tetap bisa menembus ruang dan waktu.
“Theron… kau di sini?” bisiknya lirih.
Bayangan hanya menatapnya dengan mata perak pucat, tanpa suara. Namun Lyra merasa tenang sekaligus takut. Ada pesan terselubung: jangan terlalu cepat, jangan sembarangan menyentuh kekuatan ini, tapi jangan mundur juga.
...
Di Istana, Theron menurunkan tangannya. Ia menatap kegelapan malam dan berbisik pada dirinya sendiri. “Jaga dia, meski aku tak bisa selalu berada di dekatnya. Jaga dia… sampai aku bisa.”
Sementara itu, di apartemen, Lyra menutup catatan, menarik napas dalam-dalam. Ia tahu jalan yang ia pilih tidak mudah. Dunia vampir ada di luar sana, dan dunia manusia tetap menunggu. Kedua dunia itu kini saling bertaut, dan ia berada di persimpangan.
Di luar jendela, bayangan kota bergerak. Tapi Lyra merasakan satu hal: kehadiran Theron, meski tidak nyata, tetap menemaninya, menuntunnya, dan mengawasinya dari jarak yang aman.
Malam itu berakhir dengan diam, namun Lyra tahu—besok, simbol itu akan memanggilnya lagi. Dan Theron… Theron akan tetap menjadi bayangan di setiap langkahnya, di antara cahaya dan kegelapan.