Kau sewa aku, Kudapatkan cintamu
Semua berawal dari selembar kertas perjanjian.
Ia hanya butuh uang, dan pria itu hanya butuh istri… meski sementara.
Dengan tebusan mahar fantastis, mereka terikat dalam sebuah **pernikahan kontrak**, tanpa cinta, tanpa janji, hanya batas waktu yang jelas. Namun, semakin hari, batas itu mulai kabur. Senyum kecil, perhatian sederhana, hingga rasa yang tak pernah mereka rencanakan… pelan-pelan tumbuh menjadi sesuatu yang tak bisa disangkal.
Penasaran dengan kisahnya? Yuk ikuti ceritanya...
jangan lupa kasih dukungannya ya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora.playgame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part. 32- Cemburu
Setelah sarapan selesai, anggota keluarga mulai bubar. Keira membereskan piringnya sendiri lalu pamit naik ke kamar, sementara Arga memilih duduk sebentar di ruang tamu, sebelum keduanya pergi ke kampus.
Keira berjalan pelan di tangga dan sesekali menoleh ke belakang, melihat Arga yang masih duduk. Tanpa disadari, sebuah senyuman muncul begitu saja di wajahnya, lalu segera ia palingkan.
"Kenapa aku jadi begini, ya? Hanya karena ucapannya tadi malam dan pagi ini… hatiku jadi hangat. Jangan-jangan… dia memang cemburu? Tapi… Arga kan selalu dingin padaku. Apa mungkin itu cuma aku yang terlalu mengharapkan sesuatu? Tapi tatapannya barusan… seolah berbeda."
Keira menggenggam erat buku catatannya sambil menarik napas panjang. "Aku harus hati-hati. Ini pernikahan kontrak. Jangan sampai aku terlena."
Sementara itu, Arga menatap kosong ke arah meja makan yang mulai dibereskan pelayan. Jari-jarinya mengetuk ringan sandaran kursi sambil berkata dalam hati.
"Keira itu… memang menyulitkan. Tadi malam aku hanya ingin menegaskan, tapi dia malah menanggapi dengan ekspresi yang—ah, entahlah. Kenapa aku jadi merasa bersalah menyinggungnya? Lalu pagi ini… tiba-tiba dia begitu perhatian. Apa maksudnya? Ingin bersandiwara di depan keluarga? Atau… dia sungguh-sungguh?"
Arga mengusap pelipisnya, dan sorot matanya pun meredup. "Dan kenapa aku harus peduli? Bukankah ini hanya pernikahan sandiwara? Tapi… saat dia menuangkan nasi tadi, aku… tidak bisa memalingkan mataku. Keira, apa sebenarnya yang kamu pikirkan?"
Siang hari di kampus.
Keira baru saja keluar dari perpustakaan dengan menenteng beberapa buku. Di depan tangga, ia melihat Riko yang tampak panik karena kertas-kertas tugasnya hampir jatuh tertiup angin.
"Ya ampun, Riko! Kok kayak kejar layangan aja sih?" seru Keira sambil buru-buru membantu meraih kertas yang beterbangan.
"A haha... Aku memang ceroboh, ya? Untung ada kamu lagi. Kalau nggak, habis deh tugasku."
"Nih, superkei penyelamat kampus datang lagi, kan? Hehe." canda Keira seraya menyodorkan kertas terakhir.
"Superkei yang konyol tapi manis" balas Riko sambil mengedipkan sebelah matanya dengan nada bercanda.
Keira pun terkekeh, pipinya juga sedikit bersemu. Mereka berdua lantas berjalan bersama menuju gedung kuliah dengan masih bercakap ringan dan mengungkit saat pertama kali mereka bertemu dengan kejadian yang sama.
Dari kejauhan, Arga yang baru keluar dari ruang dosen melihat pemandangan itu. Tatapannya langsung tajam, langkahnya pun sempat terhenti. Ia meraba dadanya yang terasa tak nyaman saat melihat Keira tertawa lepas bersama pria lain.
"Jangan-jangan… dia benar-benar nyaman dengan Riko?" batinnya.
Tanpa pikir panjang, Arga langsung melangkah cepat ke arah mereka. "Keira," panggilnya.
Keira dan Riko spontan menoleh. Keira sempat membelalak kecil, seolah kaget dengan kemunculan Arga yang tiba-tiba.
"Oh, halo Pak Arga," sapa Riko sopan.
Arga pun mengangguk singkat pada Riko, namun sorot matanya lebih lama tertuju pada Keira. Dalam hatinya ia hampir saja ingin mengatakan sesuatu tentang status mereka, apalagi saat melihat kedekatan Keira dan Riko tadi.
Namun tatapan mata Keira yang seolah memberi isyarat ‘jangan’ membuat Arga menahan diri sehingga tidak keceplosan.
"Keira, saya butuh bantuanmu. Ada beberapa buku referensi yang harus segera dicatat ulang. Ikut saya sebentar," dalih Arga.
"I-ya," jawab Keira dengan sedikit gugup.
Sedangkan Riko hanya tersenyum ramah dan tak menyadari apapun. "Kalau begitu aku duluan, Keira. Semoga tugasmu nggak berat."
"Iya, makasih Riko. Hati-hati ya!"
Riko melambaikan tangannya lalu pergi.
Kini hanya tinggal Arga dan Keira yang berdiri saling berhadapan. Keira menghela napas dan menatap Arga dengan ekspresi sedikit jengkel karena Arga nyaris membuka rahasia mereka.
"Kenapa bersikap seperti itu tiba-tiba? Apa mau rahasia kita terbongkar?," tanya Keira.
"Aku tau. Tapi lihat caramu bersama dia barusan… kamu seakan lupa kalau kamu istriku, Keira."
Keira tercekat. Ia lalu buru-buru melangkah lebih dulu untuk menyembunyikan wajahnya yang merona.
Keira masih berjalan selangkah lebih dulu dari Arga, tapi wajahnya terus menunduk karena menahan tawa. Pipinya masih merah karena ucapan Arga barusan.
Kemudian Keira menghentikan langkahnya lalu menyenggol pelan lengan Arga. "Eh, barusan itu... kamu cemburu ya? Jangan-jangan kamu takut aku direbut Riko?"
Arga ikut menghentikan langkahnya sebentar, dan menoleh dengan ekspresi datar. "Cemburu? Hah. Jangan GR. Aku cuma nggak mau kamu kelihatan pecicilan di depan orang."
"Hahaha, iya deh iya. Tapi mukamu barusan jelas banget lho!"
Arga mendengus dan pura-pura tak peduli. "Kamu kebanyakan drama."
Tapi Keira hanya cengengesan, lalu melambaikan tangannya sambil berlari kecil meninggalkan Arga. "Yaudah, aku duluan. Jangan lupa belajar senyum, Pak Dosen Dingin!"
Arga tertegun dan terus menatap punggung Keira yang menjauh sambil masih tertawa. Tanpa sadar, bibirnya pun ikut tersenyum.
Namun senyum itu perlahan menghilang saat dari arah lain, Rani berdiri tidak jauh dari sana, memperhatikan mereka dengan tatapan yang sulit di artikan.
"Jadi Arga sudah benar-benar menyukainya?"
BERSAMBUNG...
maafkan typo 🙏😄