NovelToon NovelToon
Di Culik Tuan Mafia

Di Culik Tuan Mafia

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Ketos / Mafia / Cinta Terlarang
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Yilaikeshi

Sofia Putri tumbuh dalam rumah yang bukan miliknya—diasuh oleh paman setelah ayahnya meninggal, namun diperlakukan tak lebih dari seorang pembantu oleh bibi dan sepupunya, Claudia. Hidupnya seperti neraka, penuh dengan penghinaan, kerja paksa, dan amarah yang dilampiaskan kepadanya.

Namun suatu pagi, ketenangan yang semu itu runtuh. Sekelompok pria berwajah garang mendobrak rumah, merusak isi ruang tamu, dan menjerat keluarganya dengan teror. Dari mulut mereka, Sofia mendengar kenyataan pahit: pamannya terjerat pinjaman gelap yang tidak pernah ia tahu.

Sejak hari itu, hidup Sofia berubah. Ia tak hanya harus menghadapi siksaan batin dari keluarga yang membencinya, tapi juga ancaman rentenir yang menuntut pelunasan. Di tengah pusaran konflik, keberanian dan kecerdasannya diuji.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yilaikeshi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22

“Ba-dum! Ba-dum!” Jantung Sofia Putri berdegup kencang. Setiap langkah yang ia ambil seolah menuntunnya semakin dekat pada takdir kelam yang menantinya. Ia ingin lari, tapi ke mana? Mereka akan mengejarnya seperti ayam kurban di pagi hari perayaan. Karena itu, ia harus berani ia harus bertahan hidup.

“Kita sudah sampai,” ucap salah satu pria yang mengantarnya. Ada tiga orang bersama Sofia. Sekilas mungkin tampak seolah ia adalah seorang bangsawan yang dilindungi pengawal, padahal kenyataannya ia hanyalah seorang tawanan. Mereka tidak hadir untuk melindunginya, melainkan untuk memastikan ia tetap berada di bawah kendali.

Dengan ragu, Sofia meraih kenop pintu besar itu, lalu mendorongnya hingga terbuka. Begitu melihat apa yang ada di baliknya, rahangnya ternganga. Apa sebenarnya yang sedang terjadi di sini?

Saat diberitahu bahwa ia akan bertemu dengan Pangeran hari ini, Sofia membayangkan pertemuan sederhana. Bukan sebuah upacara megah dengan keramaian seperti ini. Ia seharusnya sadar, pertemuan biasa tak mungkin membuatnya harus mengenakan gaun malam yang begitu mewah. Ya Tuhan, ini bukan yang ia inginkan.

Ia menelan ludah. Semua mata kini tertuju padanya, seakan dialah bintang utama malam itu. Dan memang begitulah kenyataannya, karena sejak diculik dan dibawa ke tempat ini, Sofia hampir tidak pernah bertemu banyak orang.

Salah satu penjaga berdeham pelan di belakangnya, memberi isyarat agar ia melangkah masuk. Dengan kepala tegak dan punggung lurus, Sofia berjalan memasuki ruangan layaknya seorang bangsawan yang sudah terbiasa berada di panggung kehormatan.

Namun segera ia sadar, bukan hanya dirinya yang tampil menawan. Para wanita lain di ruangan itu juga berdandan berlebihan, haus akan perhatian. Mereka tampak seperti peserta lomba kecantikan yang berebut sorotan. Dalam hati Sofia bertanya-tanya, apakah mereka hadir untuk menyaksikan pertunangannya, atau justru berniat merebut perhatian sang calon suami?

...

Sofia tahu, jika Pangeran suatu hari kehilangan minat terhadap urusan pernikahan ini, ia pasti akan menjadi korban pertama. Mereka akan menyingkirkannya tanpa ampun, bahkan sebelum menyentuh harta milik pamannya. Seandainya ia masih diberi hidup, tidak ada yang tahu penderitaan macam apa yang menantinya. Cassie benar—alasan ia masih bernapas hanyalah karena dirinya masih dianggap berguna.

Ia berdiri seperti seekor domba di tengah kawanan serigala. Dan seolah doa dalam hatinya terkabul, Kenith muncul dari kerumunan, melangkah langsung menghampirinya.

“Seperti dugaanku, gaun ini memang pas sekali untukmu,” ujarnya dengan tatapan berbinar.

Sofia tidak tahu harus merasa apa. Di satu sisi, ia kesal karena Kenith meninggalkannya sendirian beberapa hari ini. Namun, di sisi lain, ada rasa lega karena pria itu kini berada di sisinya—meski tetap ada rasa jijik yang menyelusup. Bagaimana bisa ia menebak ukuran tubuhnya dengan tepat kalau bukan karena terlalu sering memperhatikan tubuh wanita? Pikiran itu membuat bulu kuduknya meremang. Meski menakutkan, Kenith adalah satu-satunya tempat ia bisa berpegang saat ini.

“Ya, seleramu memang bagus,” sahut Sofia, kali ini tulus tanpa sekadar basa-basi.

Berbeda dari kebanyakan pria di ruangan itu, Kenith tampak gagah dalam setelan merahnya. Tak heran beberapa wanita langsung melirik penuh iri. Tentu saja, wanita tetaplah wanita. Namun dengan penampilan sehebat ini, apakah ia sengaja mencoba menarik perhatian dari Pangeran? Setelah obrolannya dengan Cassie, Sofia mulai melihat petunjuk-petunjuk kecil yang sebelumnya terlewat.

“Terima kasih,” jawab Kenith sambil menggenggam tangannya, lalu mengecup punggung telapak tangannya dengan lembut.

Sofia merasakan tatapan menusuk di sekelilingnya, namun ia berusaha mengabaikannya. Malam ini, ia harus ekstra hati-hati.

“Waktu kamu bilang aku akan bertemu Pangeran, kamu tidak bilang kalau acaranya sebesar ini,” Sofia langsung mengajukan pertanyaan yang mengganjal hatinya.

Kenith tidak segera menjawab. Sebaliknya, ia mengambil dua gelas minuman dari nampan seorang pelayan yang lewat.

“Mau satu?” tawarnya.

“Maaf, aku tidak minum,” tolak Sofia cepat. Ia butuh pikiran jernih malam ini, agar bisa mengambil keputusan yang tepat.

“Ini hanya untuk menenangkan syarafmu. Tidak akan membuatmu mabuk, kecuali kalau kamu memang sudah sangat pusing,” desaknya.

Entah bagaimana, kata-kata Kenith cukup meyakinkan hingga akhirnya Sofia menyerah. Ia mengambil gelas itu dan meneguk isinya dalam sekali minum. Rasanya manis dan lembut di lidah, begitu nikmat hingga hampir membuatnya lupa pada ketakutan.

“Sebagian besar orang di sini adalah keluarga Pangeran, juga teman-teman dan rekan bisnisnya,” jelas Kenith.

Sofia langsung mengubur dalam-dalam ide menggunakan salah satu dari mereka untuk melarikan diri. Itu jelas mustahil.

“Jangan bicara dengan mereka,” ujar Kenith lagi, membuat kening Sofia berkerut.

“Kenapa? Aku tidak boleh menyapa mereka?” tanyanya, curiga. Apakah ia sudah mengetahui rencananya?

“Kamu tidak bisa dipercaya setelah ulahmu terakhir kali. Lagi pula, kamu tidak ingin memberikan kesan buruk di depan calon suamimu, bukan?” jawab Kenith tenang.

Sofia terdiam. Ia benci mengakuinya, tapi ada benarnya juga. Meski begitu, mengapa Kenith begitu peduli padanya? Apa motif sebenarnya?

“Kalau begitu, di mana calon suamiku? Atau dia terlalu pengecut untuk membiarkan wakilnya menyambutku?” Sofia menyindir halus, mengingatkan Kenith pada posisinya.

“Dia sedikit terlambat. Untuk sementara, biar aku yang menemanimu. Ngomong-ngomong, berdansalah denganku,” kata Kenith, bukan sebagai ajakan, melainkan perintah. Ia langsung menarik Sofia ke lantai dansa, di mana pasangan lain sudah mulai menari.

“Kurasa ini bukan ide yang—” belum sempat Sofia menolak, lengan Kenith sudah melingkar di pinggangnya, sementara tangannya menggenggam erat jemarinya. Dalam sekejap, mereka telah berayun mengikuti irama musik.

Butuh beberapa saat bagi Sofia untuk menenangkan diri. Namun saat akhirnya ia sadar, satu hal jelas di benaknya: ada sesuatu yang tidak beres. Baik pada Kenith, maupun pada Pangeran yang akan segera ditemuinya. Ia harus menemukan jalan keluar, sebelum dirinya terjebak dalam pertarungan berbahaya yang mulai terasa dari balik senyum-senyum pura-pura malam itu.

1
Alfiano Akmal
Terima kasih sudah Mampir jangan lupa tinggalkan jejak kalian .....
Shinichi Kudo
Satu kata buat cerita ini: keren abis!
cómics fans 🙂🍕
Gak sabar nunggu lanjutannya thor!
Nami/Namiko
Terima kasih author! 🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!