Yujin hanya ingin keluarga utuh dengan suami yang tidak selingkuh dengan iparnya sendiri.
Jisung hanya ingin mempertahankan putrinya dan melepas istri yang tega berkhianat dengan kakak kandungnya sendiri.
Yumin hanya ingin melindungi mama dan adiknya dari luka yang ditorehkan oleh sang papa dan tante.
Yewon hanya ingin menjalani kehidupan kecil tanpa harus dibayangi pengkhianatan mamanya dengan sang paman.
______
Ketika keluarga besar Kim dihancurkan oleh nafsu semata.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caca Lavender, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perlawanan
Rumah terasa sunyi saat Hana duduk sendirian di ruang tengah. Ponselnya masih menyala di tangan, menampilkan deretan artikel dengan wajah Yujin dan Jisung berdampingan. Di balik judul yang menyudutkan, yang ia lihat justru sorot mata bahagia Yujin dan senyum ringan Jisung, seolah badai rumah tangga keluarga Kim bukanlah sesuatu yang besar.
Ia mengetuk layar ponsel untuk memperbesar foto saat Yujin mengusap kepala Yewon sambil tertawa. Di sisi kanan, Jisung mengangkat Sunghan ke bahunya. Mereka terlihat seperti keluarga kecil yang utuh.
Tubuh Hana mulai bergetar. Ia mencoba mengatur napas, tapi dadanya terasa sesak. Ia melempar ponsel ke sofa dan berdiri. Air matanya turun tanpa bisa ditahan.
Pintu rumah terbuka. Jihoon masuk sambil menenteng berkas kerja, wajahnya lelah tapi tetap penuh percaya diri, “sayang, aku baru—"
"Kamu lihat berita tentang Yujin dan Jisung?" potong Hana.
Jihoon menghela napas dan melepas jasnya, “aku tahu. Itu bagian dari strategi yang aku rancang bersama dengan pengacaraku."
"Strategi? Kamu menyebarkan foto mereka berdua seperti itu?!” bentak Hana.
“Sayang, itu untuk memperlemah citra mereka di mata publik. Itu penting untuk hak asuh Yewon dan Sunghan. Kamu mau hak asuh mereka jatuh ke tangan kita, kan?" ucap Jihoon sambil memegang kedua lengan Hana.
Hana tertawa getir, “aku benci ini. Kenapa mereka terlihat bahagia sementara aku menderita? Kenapa Yujin dan Jisung terlihat lebih hidup sementara aku hampir gila?”
Jihoon diam. Ia Hanya membawa Hana yang menangis terisak ke dalam pelukan.
“Kenapa Jisung bisa semudah itu berpaling ke Yujin?” bisik Hana dengan pelan.
Dahi Jihoon mengernyit mendengar gumaman Hana. Ia ingin protes dengan nada bicara Hana yang menyiratkan bahwa wanita itu cemburu dengan kedekatan Jisung dan Yujin. Tapi Jihoon tidak berkata apa-apa, karena di dalam hatinya, ia juga cemburu ketika melihat Yujin dan Sumin tersenyum kepada laki-laki lain.
...----------------...
Di rumah Yujin, suasana jauh berbeda. Jisung sedang duduk di sofa ruang kerja Yujin sambil memeriksa kembali berkas gugatan balik terhadap Jihoon dan media penyebar fitnah. Di meja depannya, terdapat map berisi cetakan dari falshdisk Sumin yang berisi bukti tangkapan layar, rekaman suara, dokumen resmi, salinan email manipulatif, hingga hasil analisa tim forensik digital mengenai perselingkuhan Jihoon dan Hana.
Ia membaca setiap detail dengan ketelitian khas seorang pengacara yang ambisius dan tidak ingin kalah. Beberapa bagian ia tandai dengan stabilo merah. Di dekatnya, laptop terbuka memperlihatkan laporan asli aktivitas keuangan Jihoon yang mencurigakan, kemungkinan penyalahgunaan dana operasional perusahaan.
Yujin masuk sambil membawa setumpuk dokumen dari kantor RHEA. Blazer putihnya masih rapi, tapi wajahnya lelah. Ia meletakkan dokumen itu di meja dan menjatuhkan tubuh ke kursi di seberangnya.
“Aku sudah bertemu dengan tiga pemegang saham senior,” kata Yujin tanpa basa-basi, “dua di antaranya langsung setuju mendukungku. Yang satu masih ragu, tapi aku tahu dia pernah punya masalah besar dengan Jihoon satu tahun lalu. Aku akan berusaha meyakinkan dia lagi.”
Jisung mengangguk pelan, “bagus. Di firma, aku sudah bentuk tim kecil khusus. Tiga pengacara senior akan mendampingi aku langsung. Kita tidak hanya menggugat balik, tapi kita juga akan mengajukan pembekuan sementara hak media Jihoon dalam mengakses segala yang menyangkut Sunghan dan Yewon.”
Yujin menoleh dengan sorot mata lelah, “kita benar-benar akan melawan mereka di persidangan, ya?”
“Kita sudah terlalu lama diserang diam-diam, Yujin. Sekarang giliran kita maju dengan kepala tegak,” ucap Jisung mantap.
Yujin memejamkan mata sejenak, lalu menarik napas dalam, “aku tidak akan membiarkan anak-anakku tumbuh melihat ibunya diinjak-injak. Aku ingin mereka tahu kalau aku berjuang.”
Jisung menatapnya dengan ekspresi hangat, “dan kita akan melakukannya bersama, Yujin.”
Yujin melempar senyum simpul untuk Jisung , lalu mengepalkan tangan dengan mata yang mulai berair, “aku tidak akan membiarkan Jihoon dan Hana menodai hidup anak-anakku lagi lagi. Tidak akan.”
Jisung mengulurkan tangannya ke atas meja, menggenggam tangan Yujin dengan erat, “kita berada di pihak yang benar, Yujin. Kita pasti akan menang.”
Yujin menatap Jisung dalam. Ia meletakkan sebelah tangannya lagi di atas tangan Yujin. Mengusap pelan seolah memberi kekuatan kepada pria tegar itu. Yujin tahu kalau dirinya tidak akan sendirian, ia bersama orang-orang yang benar-benar peduli padanya.
...----------------...
Jihoon sedang berada di ruangannya ketika sekretarisnya masuk dan memberikan sebuah surat berisi panggilan resmi dari kepolisian atas kasus pencemaran nama baik dan penyebaran informasi palsu.
Jihoon menggertakkan gigi kesal, lalu langsung menelepon pengacaranya.
“Bagaimana ini bisa terjadi?! Kenapa malah aku yang dipanggil kepolisian?!” bentak Jihoon pada sang pengacara.
“Maaf, Tuan Kim. Ternyata Pengacara Kim Jisung dan timnya berhasil mengumpulkan bukti kuat atas pemalsuan informasi itu. Dan Pengacara Kim juga menyerahkan bukti kuat atas perselingkuhan Anda,” ucap pengacara.
Jihoon terkejut mendengarnya, “bukti perselingkuhanku? Apa itu akan berpengaruh pada hak asuh anak-anak?”
Pengacara di seberang menghela napas, “kemungkinan besar, iya. Dengan bukti-bukti yang Anda, sangat sulit untuk memenangkan hak asuh anak-anak Anda. Bahkan, kemungkinan terburuknya adalah Anda tidak bisa lagi untuk sekedar menemui mereka.”
Jihoon yang mendengarnya langsung marah. Ia melempar ponselnya dengan keras hingga menghantam dinding, lalu berteriak kencang karena frustrasi. Ia kehilangan segalanya. Ia kehilangan anak-anaknya. Dan Jihoon tidak bisa membiarkan hal itu terjadi.
...🥀🥀🥀🥀🥀...